Narasi

Menara Kudus: Implementasi Pancasila Pada Sila Ke Tiga

santrimillenial.id – Masjid menara Kudus adalah sebuah masjid yang mempunyai arsitektur yang unik. Bangunannya adalah wujud dari akulturasi antara dua kebudayaan Hindu dan Jawa Islam. Tercermin dari bentuk bangunannya yang seperti candi dan fungsinya untuk adzan.

Syaikh Ja’far Shodiq atau kita kenal sebagai Sunan Kudus membangun masjid menara kudus ini pada tahun 1549 M atau 956 H. Masjid ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Tengah. Masjid menara Kudus adalah bukti dari dakwah Sunan Kudus yang menekankan toleransi atau istilahnya ‘tepo sliro‘ yaitu ajaran toleransi agama.

Sebelum Islam masuk, masyarakat Jawa kebanyakan menganut agama Budha dan Hindu. Ajaran Budha memprioritaskan tindak tanduk manusia yang luhur. Sedangkan agama Hindu lebih memprioritaskan keindahan dunia, melestarikan adat, dan kebudayaan alam semesta.

Sunan Kudus dalam berdakwahnya menggunakan akulturasi budaya, yakni percampuran antara dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi. Metode dakwah Sunan Kudus ini bertujuan agar masyarakat bisa tertarik dan mudah menerima ajaran agama islam yang baru saat itu. Ini adalah bentuk keberagaman Indonesia di Kota Kretek dan telah berkembang menjadi warisan budaya. Warisan budaya tersebut terlihat pada ketidakbolehan menyembelih hewan sapi, ornamen, dan arsitektur pluralis masjid menara Kudus, dan budaya tutur ‘gusdjigang’ (bagus, ngadji, dan dagang).

Toleransi, Kunci Utama Indonesia Damai

Sikap toleransi menciptakan komunitas yang solid dan damai sebagaimana agama Islam mengajarkan sikap toleransi antar agama dan antar etnis. Sikap ini sangat penting untuk menghindari konflik antar agama dan antar etnis dan ras. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqoroh ayat 256 yang berbunyi لا إكراه في الدين , yang artinya: tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (Islam). Toleransi berarti tidak memaksa beribadah sesuai agama Islam, namun membiarkan agama lain menjalankan ibadah sesuai ajarannya.

Hal ini juga, merupakan salah satu cara untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang notabenenya adalah bangsa yang mempunyai keberagaman yang melimpah baik agama, budaya, ras, suku, dan bahasanya. Sebagaimana yang tertuang pada dasar negara Indonesia sila ke-tiga yang berbunyi ‘persatuan Indonesia’. Keberagaman negara Indonesia menjadi kekuatan sebagai pemersatu bangsa indonesia. Maka dari itu keberagaman itu harus kita jaga dengan sepenuh jiwa agar tercipta bangsa Negara Republik Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera.

Metode dakwah Sunan Kudus ini bisa menjadi acuan untuk para generasi muda dalam memperlakukan saudara kita yang berbeda baik dari agama, ras, suku, budaya, dan bahasanya untuk tetap terus menjalin hubungan yang rukun di tengah keberagaman.

adminsm

Recent Posts

Supporter Sepak bola : Wujud Nasionalisme Modern

Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…

21 jam ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (2)

Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…

2 hari ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (1)

Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…

2 hari ago

Jaga Ucapanmu

Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…

3 hari ago

Mencegah Radikalisme di Kampus: Peran Mahasiswa dalam Membangun Lingkungan Akademik yang Inklusif

Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…

3 hari ago

Es Teh Setiap Hari: Sehat atau Bahaya?

Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…

3 hari ago