Uncategorized

Bonus Demografi, Kunci Hadapi Tantangan Terorisme Menuju Indonesia Emas 2045

santrimillenial.id – Indonesia saat ini berusia 78 tahun. Artinya butuh waktu sekitar seperempat abad lagi menuju 1 abad usia matang. Hal ini menjadikan bangsa kita akan mengalami masa emas pada 2045. Menurut Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi Negara-Negara Maju atau OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memperkirakan jika Indonesia mempunyai ekonomi terbesar ke-4 dunia pada tahun 2045 dengan capaian U$Rp8,89 triliun.

Latar belakang tersebut diperkuat dengan adanya bonus demografi Indonesia. Yang mana sebuah negara mengalami peningkatan penduduk usia produktif yakni berusia 16 sampai 65 tahun. Adapun angka kematian dan kelahiranpun menurun. Bonus demografi ini menduduki negara di usia 100 tahun. Kesempatan ini menjadi momentum untuk mengoptimalkan kesejahteraan ekonomi, rakyat dalam memajukan Nusantara. Prediksi usia produktif mencapai 64 persen dari total penduduk yang ada di Indonesia yakni sekitar 297 juta jiwa.

Akan tetapi tidak serta merta harapan dan cita-cita berjalan mulus tanpa adanya rintangan. Bonus demografi yang akan menguasai Indonesia di masa usia matang mempunyai dua sisi. Satu, bisa menjadi alat atau keuntungan untuk Indonesia maju. Dua, merugikan karena kurang mempersiapkan kualitas, produktivitas generasinya.

Artinya, banyak upaya yang harus kita lakukan. Tidak hanya dari pemerintah namun semua tatanan negara bersama sama saling membahu demi menciptakan Indonesia emas. Salah satunya generasi muda itu sendiri, yang nantinya menduduki masa tersebut.

Wujudkan Indonesia Emas, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Salah satu pondasinya dengan meningkatkan jiwa nasionalisme. Historis Indonesia pada 17 Agustus 1945 untuk puncak kemerdekaan penuh pertimbangan. Melihat sisi sumber daya manusia di Nusantara yang saat itu heterogen.

Kemudian para founding fathers seperti Soekarno dan Moh. Hatta menetapkan ideologi dan beberapa pondasi dasar Indonesia yakni Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta Bhineka Tunggal Ika.

Nilai tersebut terkenal dengan empat pilar kebangsaan. Keputusan yang sangat tepat untuk membentuk suatu Negara dengan wilayah yang kaya akan keanekaragaman dari segi bahasa, agama, kultur, budaya, dan sebagainya. Bangsa yang dijelaskan akan pluralitasnya dalam Q.S Al-Hujurat ayat 13:


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُ وْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ


“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Jiwa nasionalisme penting sebagai ideologi generasi muda. Khususnya usia produktif yang nantinya akan mengantarkan Indonesia maju. Bukan hal gampang dan tidak bisa kita anggap remeh. Karena kita tahu tantangan semangat kebangsaan saat ini masih masif gencar dengan adanya terorisme atau pemikiran radikal.

Jurnal Syntax Literate : Ada 106.000 Aktivis Terorisme

Keterlibatan masyarakat mengikuti paham radikal bisa terjadi karena faktor pengalaman hidup, pendidikan, ekonomi bahkan agama. Ketimpangan sosial pun kerap kali menjadi alasan bagi seseorang untuk ikut serta dalam kelompok terorisme.

Tidak hanya itu, oknum yang tidak setuju dengan nasionalisme, memanfaatkan media sosial yang kini menjadi keseharian generasi millenial maupun gen Z. Media virtual sebagai akses komunikasi dan propoganda yang mudah dijaukau tanpa batas ruang dan waktu.

Faktanya tahun 2015-2016 dalam Jurnal Syntax Literate yang ditulis oleh Nuruzzaman tercatat 106.000 aktivis pro terorisme. Diantaranya 90.000 pesan yang menggambarkan pro ISIS di media sosial salah satunya pada cuitan Twitter, Facebook, Google.

Mereka berusaha memanfaatkan wadah media untuk mempengaruhi paradigma dan kegelisahan anak muda yang sedang masif mencari jati diri. Ketika berhasil mengambil hati pengguna internet, nantinya akan mudah menggerakkan pikiran untuk anti pilar kebangsaan.

Yang lebih membahayakan adalah ketika muncul istilah lonewolf. Ia mampu menggerakkan seseorang dalam mengimplementasikan pikiran radikalnya secara individual untuk melakukan aksi kekerasan diluar instruksi pemimimpinnya.

Kikis Radikalisme dan Terorisme adalah Tugas Bersama

Kiprah pemerintah dalam menanggulangi pemikiran radikal dan terosrisme tidak cukup. Seluruh komponen masyarakat juga perlu andil dan generasi bangsanya. Bisa dengan cara memasifkan gerakan kontra narasi di media sosial, menanamkan ideologi moderat, menghilangkan provokatif dan sebagainya.

Misalnya dengan mengaplikasikan pendidikan sebagai sarana yang efektif untuk meningkatkan kualitas pemikiran generasi usia produktif. Selain menyiapkan sumber daya manusia yang idealis juga mampu merancang kemajuan negara, bukan malah berperang dengan masyarakat sesama warga negara sendiri.

Mencegah paham radikal, sangat mempengaruhi konsekuensi Indonesia di tahun 2045 yang menjadi masa emas. Tugasnya, terus menanam semangat nasionalisme dengan mempertahankan integritas bangsa dan selalu mencintai tanaha air.

Pada sisi lain memakmurkan materi dan gagasan, juga sangat perlu menumbuhkan generasi yang berkarakter. Baik dari segi moral, beradab hingga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Maka memperbaiki diri sendiri hal terpenting untuk membangun Indonesia maju.

Memanfaatkan bonus demografi dengan meningkatkan kualitas, mengoptimalkan sarana prasarana media, integritas, menepis paham radikalisme dan menjunjung nilai nasionalisme adalah hal penting menuju Indonesia maju.

Kesimpulan:
Mengoptimalkan bonus demografi dengan menanamkan jiwa nasionalisme baik di masyarakat maupun media sosial, meningkatkan kualitas diri SDM usia produktif yang berpendidikan dan berkarakter sekaligus menangkal radikalisme yang kian masif baik di ranah sosial yang konkrit maupun virtual.

Oleh : Ayu Sugiarti

Ayu Sugiarti

Recent Posts

Teknologi Digital: Penyelamat atau Penjerat?

Teknologi digital sudah merambah pada setiap aspek kehidupan kita. Mulai dari cara kita berkomunikasi, bekerja,…

6 jam ago

Generasi Toleran: Revolusi Hati untuk masa depan yang Damai

Toleransi, sebuah kata yang sering kita dengar namun tak selalu kita pahami sepenuhnya. Di era…

2 hari ago

Menjaga Kecantikan dari Dalam: Akhlak sebagai Kunci Utama

Kecantikan sering kali diasosiasikan dengan penampilan fisik, seperti kulit bersih, tubuh ideal, atau wajah menarik.…

2 hari ago

Filosofi dan Singkatan Dari Huruf Santri

Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2024 ini, kontribusi santri sudah merebak di berbagai hal.…

2 hari ago

Mahasiswa KKN 78 Iain Kudus Berpartisipasi dalam Kegiatan Peringatan Maulid Nabi di Masjid/Mushola Desa Wandankemiri pada saat Bulan Mulud

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang penuh berkah dan semangat kebersamaan di tengah…

3 hari ago

Mahasiswa KKN-MB 078 IAIN Kudus Gelar Kegiatan Jumat Berkah (Berbagi di Hari Jumat)

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari program KKN-Moderasi Beragama (KKN-MB) 078 IAIN Kudus yang bertempat…

3 hari ago