Politik Identitas Sebagai Ancaman
santrimillenial.id – Politik identitas akan memecah belah umat. Politik ini hanya mementingkan kelompok saja tanpa mementingkan kelompok yang lain. Mereka ingin mengubah bentuk negara menjadi negara Islam dengan dalil mementingkan kepentingan warga Islam di Indonesia. Hal ini malah salah kaprah. Membentuk politik identitas dengan mengatasnamakan agama akan menjadikan Islam semakin jauh dengan syari’atnya. Negara Indonesia akan jauh dari kata aman, karena banyak kelompok-kelompok yang hanya mementingkan kelompoknya sendiri tanpa mementingkan kelompok yang lain.
Jangan Gunakan Agama Sebagai Alat Politik
Politik identitas yang mengatasnamakan agama ini mencederai ajaran Islam. Mencederai perjuangan tokoh-tokoh Islam yang telah berjuang mati-matian membentuk negara Indonesia menjadi negara yang penuh dengan kedamaian, saling toleransi, dan moderat. Islam pada hakikatnya mengandung keselamatan. Sebagaimana asalnya. Kata iman merupakan derivasi dari kata al-Amn yang bermakna keamanan. Sebagaimana Islam diambil dari akar kata al- Salam. Islam adalah agama dengan akidah yang benar dan berdasarkan pada prinsip-prinsip universalitas syari’at: keamanan (kebebasan) baik secara personal, kebebasan berfikir, keamanan manusia. Sebagaimana sebuah hadist nabi yang berbunyi:
المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya: “Seorang muslim itu ialah apabila dia menjadi sumber perdamaian bagi sesama manusia yang lain, sehingga mereka terbebas dari kejahatan lidah dan tangannya”.
Peran Politik Islam Indonesia
Isu dan kepentingan paling menonjol dinamika Islam Insonesia adalah tentang penguatan peran politik umat Islam Indonesia. Muslim Indonesia setidaknya mempraktikkan empat format Politik.
- Politik Islam substantif, Dalam format substantifisme, agenda keislaman diusung dengan mengesampingkan simbol keislaman dan lebih menonjolkan pesan substansif kepentingan Islam. Salah satu pesan penting substantifisme Politik Islam ini bisa menghindarkan dari jebakan pebedaan yang bersifat formalistis dan simbolis.
- Politik Islam formalitas
Dalam formalitesne ini, politik yang seharusnya mempunyai makna luas dan mencakup seluruh bidang kemanusiaan harus tereduksi menjadi Islam politik. Politik ini menjadi sangat kaku, karena misalnya, tidak ada Islam tanpa adanya khilafah.
Dalam konteks ini, khilafah hanya boleh ditafsirkan sebagai tujuan kepentingan politis saja, bukan menerapkan metodenya. - Politik Islam elektif
Pada politik Islam elektif ini, problemnya adalah identitas fundamental Islam. Fundamentalisme ini memang tidak ideal untuk umat muslim Indonesia. Namun, unsur-unsur fundamental beragama tidak boleh ditinggalkan oleh ummat beragama, termasuk Islam Indonesia. - Politik Islam konstitualis
Dalam politik Islam konstitualis, dimensi Islam dan negara masing-masing memiliki identitas otentik, meski dalam beberapa hal terjadi sinkronisasi. Contohnya peraturan Daerah tentang larangan peredaran minuman keras.
Umat Islam dalam melakukan peran politiknya memiliki ruang gerak yang dinamis. Di satu sisi bisa konsolidasi internal umat Islam disegala bidang tanpa risih atau permisif dengan problem demokrasi. Di sisi lain umat Islam harus berkontribusi dalam agenda penguatan kehidupan kebangsaan yang fundamental.
Politik identitas yang mengatasnamakan agama ini adalah bentuk pengkhianatan agama. Mereka hanya memperalat agama untuk tujuan politik secara individual. Hal ini tidak akan membuat bangsa menjadi aman, tetapi akan menimbulkan konflik yang akan memecah belah keberagaman agama bangsa Indonesia.
Indonesia sebagaimana negara muslim terbesar harus terus menjaga keberagamaan. Oleh sebab itu, masyarakat Islam Indonesia harus menjaga hal ini. Menjaga perdamaian. Tidak malah menyulut api dengan membentuk kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama.
Islam bukanlah sebuah partai. Islam adalah agama umat. Islam bukanlah simbol. Melainkan substansial. Ia bukan sekedar cover, melainkan juga amalan-amalan batin.
Oleh : Putri Nadillah