santrimillenial.id – Memisahkan korelasi antara negara dan agama bukanlah suatu hal yang mudah. Perdebatan keduanya terus bergulir sepanjang masa. Sejarah mencatat bahwa terdapat dua aspirasi mengenai prinsip dasar negara sebelum merdeka yakni negara Islam dan negara nasionalisme.
Para founding father telah memikirkan secara matang terkait landasan ideologi Bangsa Indonesia yang multikultural bahkan bahasa, adat serta agamanya. Kemudian Indonesia memilih konsep Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa yang final.
Sampai saat ini, masih ada oknum yang memperjuangkan konsep Islam untuk dijadikan landasan. Mereka berpemikiran Negara Indonesia harus berdiri sebagai Negara Islam. Kelompok ini tidak setuju dengan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Selain itu mereka juga menganggap konsep hukum yang terdapat di Indonesia berbenturan dengan hukum Islam (syariat).
Euforia dan fanatik terhadap kejayaan Islam masa lampau menjadikan sebagian kelompok menganggap jika Pancasila bahkan negara kepresidenan tidak islami. Bentuk kegagalan pemerintah dalam pengelolaan negara yang terpampang hingga kini, terpandang sebagai suatu kesalahan dalam memilih ideologi dan bentuk negara.
Sehingga mereka berlomba-lomba mencari massa agar mendukung mereka untuk mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Khilafah Islamiyyah. Selain itu juga mengganti Pancasila dengan syariat Islam.
Beberapa golongan yang memperjuangkan Negara Islam di Indonesia antara lain Hidzbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), kelompok Negara Islam Indonesia (NII) dan sebagainya.
Dalam mengusung Negara Islam, mereka tidak tanggung-tanggung memperjuangkan aksinya. Pemberontakan terhadap kepemerintahan NKRI hingga menghalalkan tindakan terorisme pun mereka lakukan.
Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana memilih bentuk negara. Terdapat tiga landasan dalam suatu negara menurut Ali Hasjmy; Pertama, dalil aqli karena nanti korelasinya dengan makhluk sosial. Kedua, dalil syar’i, yang berhubungan dengan hukum Islam sebagaimana Allah memerintahkan Rasul-Nya dalam melatih dan membiasakan persoalan kenegaraan.
Hal itu tertuang dalam Q.S An-Nur ayat 55:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿ ٥٥﴾
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.
Ketiga, dalil tarikhi terkait pentingnya suatu negara belajar dari historis negeri yang tertuang dalam Al Qur’an. Misalnya Q.S Hud ayat 96 terkait Negara Madyan, An-Naml ayat 22 mengenai Negeri Saba, dan Negara Babilon dalam Al-Baqoroh ayat 102.
Tidak cukup mengetahui cerita tersebut, akan tetapi juga menjadi teladan bagi ummat Nabi Muhammad Saw. Selain itu, kewajiban mendirikan Khilafah Islamiyyah, apakah benar-benar bertujuan menciptakan syariat islam. Atau hanya sekedar meniru bentuk kenegaraan pada masa kejayaan Islam.
Indonesia sudah menetapkan Pancasila sebagai landasan ideologi. Yang mana pancasila sendiri memuat norma keislaman yang sangat sinkron dengan ajaran Agama Islam. Misalkan sila pertama tercantum dalam Q.S Al Ikhlas ayat 1: قُلۡ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa”.
Sila ke dua dalam Q.S An-Nahl ayat 90: إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Kemudian dalam Q.S Al-Hujurat ayat 14 terkait sila ketiga: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Sila yang berkaitan dengan musyawarah tertuang dalam Q.S Al-Imran ayat 159: فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Dan sila terakhir ada dalam Q.S Adz-Dzariat ayat 19: وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.
Kelompok Nahdlatul Ulama juga menyatakan bahwa sistem khilafah tidaklah suatu kewajiban akan tetapi menjadi pilihan. Nabi Muhammad Saw juga tidak pernah menyampaikan pesan dalam menentukan bentuk negara ataupun mengatur sistem negara. Selama masih memperjuangkan nilai-nilai syariat dan jauh dari mungkar tidak menjadi persoalan.
Mengutip kalimat K.H Ma’ruf Amin selaku ketua MUI pada 2019 bahwa “jangan mempertentangkan antara agama dan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia”. Menurut beliau Pancasila merupakan solusi kebangsaan (hulul wathaniyah) yang menjadi titik kompromi dan kesepakatan dalam bernegara dan berbangsa. Bahkan, beliau juga mengutarakan jika agama adalah kekuatan besar dan roh yang mengilhami lahirnya pancasila.
Editor : Meliana Octaviani
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…