Teman Seperti Apa yang Perlu Kita Cari?

Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tak mungkin bisa terlepas dari bantuan orang lain. Kebanyakan mereka akan melakukan hal dari apa yang difahaminya, baik memahami melalui mata ataupun telinga.

Apabila orang yang dilihatnya sering melakukan hal yang baik. Maka secara tidak langsung ia akan terpengaruh untuk melakukan kebaikan. Begitu juga sebaliknya, bila yang dilihat sering berbuat buruk, maka tanpa diminta sekalipun dengan sendirinya ia akan melakukan hal yang buruk. Karena ia menganggap bahwa perbuatan yang buruk itu adalah hal yang wajar sebab orang-orang di sekitarnya juga melakukannya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perjalanan hidup kita adalah teman. Ia mampu membuat kita bersemangat melakukan kebaikan, ataupun sebaliknya. Hal ini tidak boleh kita anggap remeh. Kalau sekali saja sudah salah menentukan, maka bersiaplah untuk menanggung akibatnya nanti.

Maka dari itu, sebisa mungkin kita memilih teman untuk menjaga kita supaya tetap lurus di jalan Allah SWT. Terlebih teruntuk seorang tholibul ilmi agar selalu menjaga keistiqomahannya dalam belajar.

Dalam kitab Ta’limul Muta’alim Syekh Az-Zarnuji telah menjelaskan tentang beberapa teman yang perlu untuk dicari. Terlebih bagi seorang tholabul ilmi agar bisa membantu untuk selalu istiqomah menambah wawasan ilmunya. Karena kalau teman yang sering di dekati oleh seorang tholabul ilmi adalah orang yang malas untuk belajar, maka seorang tholabul ilmi tadi pasti secara tidak langsung akan terpengaruh dengan temannya walaupun teman tersebut tidak pernah mengajaknya melakukan hal serupa.

Di antara teman yang dianjurkan untuk kita dekati dalam kitab Ta’limul Muta’alim adalah:

  1.  Al-mujid, yakni orang yang benar bersungguh-sungguh. Maksudnya adalah teman kita ini selalu bersungguh-sungguh untuk mencari sebuah pemahaman dari materi yang belum dipahaminya. Bila teman kita seperti ini, maka secara otomatis kemungkinan kita bisa selalu untuk menirunya sebab seringnya kita berkumpul dengannya.
  2.  Al-wira’i, yakni orang yang selalu berusaha menjaga dirinya dari barang yang haram. Perlu kita ketahui bahwa barang haram itu akan sangat berpengaruh dalam kehidupan kita. Bisa jadi walaupun kita sudah berteman dengan orang yang al-mujid, namun yang kita konsumsi adalah barang yang haram atau subhat. Kemungkinan kita akan mudah untuk melakukan hal buruk meskipun teman-teman di sekitar kita sudah bisa dikatakan orang-orang yang baik.
  3. Shohibul thob’i al-mustaqim, yakni orang yang selalu menjaga dirinya untuk istiqomah dalam melakukan kebaikan. Begitu sulit untuk menjadikan diri selalu istiqomah dalam jalan yang baik. Maka dari situ perlu untuk kita mencari teman yang tidak pernah memiliki rasa bosan dalam melakukan kebaikan untuk bisa menjadi acuan bagi kita. Karena kalau teman kita saja bisa istiqomah kenapa kita tidak bisa?
  4. Al-mutafahhim, yakni orang yang selalu punya rasa optimis untuk bisa menjadi pandai. Sebenarnya al-mujid dan al-mutafahhim ada sebuah kemiripan. Perbedaannya kalau al-mujid itu ditinjau dari segi kesungguhan niat yang kuat untuk mempelajari semua ilmu yang belum diketahuinya. Tapi kalau al-mutafahhim itu ditinjau dari segi usaha untuk mencari ilmu dengan pemahaman yang sempurna.

Selain kita harus mencari teman yang seperti di atas. Dalam kitab Ta’limul Muta’alim Syekh Az-Zarnuji  juga menjelaskan beberapa teman yang perlu untuk kita jauhi. Di antaranya adalah orang yang punya sifat malas. Apabila temanmu adalah orang yang pemalas, maka tanpa disuruh sekalipun akan dengan mudah kamu menirukannya.

Berikutnya adalah orang yang banyak berbicara tanpa ada gunanya. Jangan sampai waktu yang kita punya dihabiskan hanya dengan orang yang sering banyak berbicara. Banyak bicara itu baik, tapi baiknya itu juga ada waktu dan tempatnya. Apabila setiap saat teman kita adalah orang yang banyak berbicara, tapi pembahasan yang dibahas adalah hal yang tidak berguna. Maka, waktu kita pasti nantinya akan terbuang dengan sia-sia membahas hal yang tidak terlalu penting untuk diketahui.

Yang terakhir adalah orang yang membuat kerusakan. Apabila kita sering didekatnya, maka sebuah kerusakan pasti nanti akan menjadi hal yang wajar untuk kita lihat. Sehingga kita akan begitu mudah menirukannya. Karena begitu terbiasanya untuk kita lihat pasti itu dapat membuat kita tidak memiliki rasa tanggung jawab di sana. Padahal kerusakan yang kita lakukan itu bisa menimbulkan dhoman -ganti rugi- untuk kita. Dan pasti kerugiannya nanti kita sendiri yang akan menanggungnya.

Semoga kita bisa selalu berusaha untuk meminimalisir pertemanan dengan orang yang tidak berguna. Kita bisa selalu mendapatkan teman yang mampu menjadi acuan kita untuk istiqomah berjalan lurus di jalan Allah SWT. Pertemanan memang penting untuk kita sebagai makhluk sosial, tapi menjaga diri kita dari sebuah kemaksiatan akibat pertemanan yang akan merusak diri kita sendiri itu jauh lebih penting bagi kita. Wallahu ‘alam.

Oleh: Muhammad Sholihul Huda.

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *