Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’I atau Imam Al-Ghazali ialah ulama kelahiran tahun 450 H atau tahun 1058 M di Kota Thus, Iran. Ulama yang mendapatkan julukan Hujjatul Islam itu, begitu populer di kalangan pesantren. Pasalnya, beliau banyak berkontribusi dalam dunia intelektual terutama Islam yang hingga kini masyarakat masih mengkaji karya-karya beliau.
Salah satu contoh dibidang Teologi ada Jawahir al-Qur’an wa Duraruh, Tasawwuf terdapat karya beliau berjudul Ihya Ulumuddin hingga Filsafat dengan judul Tahaffut Al-Falasifah dan masih banyak lagi. Pernyataan beliau dalam pemikirannya tidak hanya bergulat tentang akhirat saja. Namun juga memperhatikan kehidupan di dunia. Hal tersebut tidak lepas dari sabda nabi bahwa الدنيا بلاغ للأخرة
Negara Menurut Al-Ghazali
Negara menjadi wilayah yang kita tempati dalam menjalankan kehidupan dunia. Pada artikel NU Online tertulis bahwa dalam al-Iqtishad fil I’tiqad, al-Ghazali menyampaikan, “Urusan dunia dan keamanan jiwa serta harta benda tidak bisa terjamin tanpa kehadiran seorang pemimpin nagara yang ditaati rakyatnya. Sudah banyak ditemukan negara yang kacau akibat tidak memiliki pemimpin. Jika sudah demikian, bagaimana mungkin kita bisa beribadah dan menuntu t ilmu ilmu dengan tenang”.
Negara menjadi kontribusi penting dalam kehidupan dunia untuk meraih tujuan di akhirat. Pada hakikatnya menunjuk seseorang menjadi pemimpin bertujuan menertibkan kehidupan di dunia. Rakyat juga herus mentaati pemimpin selama tidak keluar dari syariat Islam. Sebagaimana dalam Qur’an Surat An-Nisa ayat 59
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik.” (QS. An-Nisa [4]: 59)
Imam Al-Ghazali menyampaikan jika kepemimpinan hanya sebagai jabatan yang menjadi tanggung jawab seseorang. Selain itu menjadi anugrah yang Allah berikan. Tentunya bukan hanya sekedar mandat apalagi memanfaatkan jabatan sebagai ajang memperkaya diri. Tentu tidak. Imam Al-Ghazali menyampaikan jika negara dan agama ialah komponen yang tidak bisa dipisahkan karena saling berkaitan.
Ketika Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, terdapat makna tersirat. Bahwa selain berkhidmat pada Allah di dunia, wajib pula mempunyai hubungan horizontal sebagai wujud hablum minannas. Bentuk muammalah. Maka, bermasyarakat di bawah naungan negara yang berjalan sesuai syariat Islam bagian dari ibadah. Karena akan sulit untuk melakukan ibadah jika tempat yang kita tinggal terus menciptakan konflik besar yang mengganggu ibadah kita.
Oleh : Ayu Sugiarti (RMI Jawa Tengah)