Kajian

Untuk Apa Sabar?

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 153).

Ayat tersebut secara tidak langsung menjelaskan bahwa sebuah kesabaran itu mampu menjadi penolong kita. Salah satu contohnya adalah menjaga perdamaian dengan teman. Karena tidak jarang kita temui waktu ada teman yang niatnya bercanda pada kita tapi perlakuan tesebut kita tanggapi serius. Dan akhirnya akibat dari hal kecil pun menjadi sebuah masalah yang besar.

Kita lihat begitu banyak kasus tawuran antar pelajar yang motif awalnya bisa dikatakan bercanda. Hal ini dikarenakan kontrol diri untuk bersabar itu lemah. Mereka begitu mudahnya meluapkan emosi waktu candaan siswa lain menggoreskan hatinya. Apabila hal tersebut ditanggapi dengan sabar tidak mungkin perlakuan saling balas-membalas itu terjadi.

Sabar juga mampu menjadi penolong untuk meraih sebuah kesuksesan. Karena dalam meraih kesuksesan itu perlu adanya kesabaran untuk istiqomah dalam menjalankan prosesnya. Begitu kecil kemungkinannya seorang yang awalnya bersemangat untuk menggapai cita-citanya tiba-tiba ia waktu di tengah dan akhir berubah malas.

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS. Al-Baqarah [2]:155-156)

Jika didefinisikan dari ayat tersebut, sabar memiliki arti menahan diri untuk tidak mengeluh pada saat sulit atau sedang mengalami musibah. Namun, jika kita telusuri lebih dalam sebenarnya sabar itu tidak hanya waktu menerima musibah saja. Syekh Ibnu Abid Dunya mencantumkan sebuah hadis riwayat Sayyidina Ali bin Abi Thalib dalam kitab as-Shabru wa Tsawâb ‘alaihi, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

   الصَّبْرُ ثَلَاثٌ: فَصَبْرٌ عَلَى الْمُصِيبَةِ، وَصَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ، وَصَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ، فَمَنْ صَبَرَ عَلَى الْمُصِيبَةِ حَتَّى يَرُدَّهَا بِحُسْنِ عَزَائِهَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ ثَلَاثَمِائَةِ دَرَجَةٍ بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ، وَمَنْ صَبَرَ عَلَى الطَّاعَةِ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ سِتَّمِائَةِ دَرَجَةٍ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تُخُومِ الْأَرْضِ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ، وَمِنْ صَبَرَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ تِسْعَمِائَةِ دَرَجَةٍ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تُخُومِ الْأَرْضِ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ مَرَّتَيْنِ  

Artinya: “Sabar ada tiga tingkatan; sabar atas musibah, sabar dalam menjalani ketaatan, dan sabar dari laku kemaksiatan. Siapa saja yang sabar menghadapi musibah, sampai ia mampu merestorasinya sebaik mungkin, Allah akan mengangkat 300 derajatnya. Di mana, satu dengan lainnya berjarak sejauh antara langit dan bumi. Dan, yang bersabar dalam menjalani ketaatan, Allah mengangkat 600 derajatnya. Di mana, satu dengan lainnya berjarak sejauh antara lapisan-lapisan bumi dan batas (ketinggian) ‘arsy. Sedangkan, bagi yang bersabar dari laku kemaksiatan, Allah mengangkat 900 derajatnya. Di mana, satu dengan lainnya berjarak sekitar dua kali lipat antara lapisan-lapisan bumi dan batas (ketinggian) ‘arsy”.  

Pada kutipan hadis tersebut jelas bahwa sabar itu tidak hanya waktu dalam menerima cobaan saja. Karena sabar itu juga mencangkup untuk menetapkan diri istiqomah dalam menjalani ketaatan. Dan sabar yang paling berat sebenarnya adalah menahan diri dari segala perbuatan maksiat.

Mungkin kita bisa mengatakan mudah untuk menjalani sabar dari perbuatan maksiat karena kita hidup di lingkungan yang baik. Coba saja kalau kita hidup di lingkungan yang serba bebas dan juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan maksiat. Pasti begitu berat untuk menjalani sabar dari maksiat dalam keadaan tersebut.

Maka kita harus bersyukur apabila di lingkungan kita masih dipenuhi oleh orang-orang yang baik, sehingga hal itu mampu membuat kita merasa tidak nyaman apabila ingin melakukan maksiat. Semoga sabar yang kita lakukan mampu menjadikan kita sebagai orang yang sukses, baik sukses di dunia maupun akhirat. Wallau’alam.

Oleh: Muhammad Sholihul Huda, PP Mansajul Ulum, Pati.

Muhammad Sholihul Huda

Recent Posts

Teknologi Digital: Penyelamat atau Penjerat?

Teknologi digital sudah merambah pada setiap aspek kehidupan kita. Mulai dari cara kita berkomunikasi, bekerja,…

4 jam ago

Generasi Toleran: Revolusi Hati untuk masa depan yang Damai

Toleransi, sebuah kata yang sering kita dengar namun tak selalu kita pahami sepenuhnya. Di era…

2 hari ago

Menjaga Kecantikan dari Dalam: Akhlak sebagai Kunci Utama

Kecantikan sering kali diasosiasikan dengan penampilan fisik, seperti kulit bersih, tubuh ideal, atau wajah menarik.…

2 hari ago

Filosofi dan Singkatan Dari Huruf Santri

Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2024 ini, kontribusi santri sudah merebak di berbagai hal.…

2 hari ago

Mahasiswa KKN 78 Iain Kudus Berpartisipasi dalam Kegiatan Peringatan Maulid Nabi di Masjid/Mushola Desa Wandankemiri pada saat Bulan Mulud

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang penuh berkah dan semangat kebersamaan di tengah…

3 hari ago

Mahasiswa KKN-MB 078 IAIN Kudus Gelar Kegiatan Jumat Berkah (Berbagi di Hari Jumat)

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari program KKN-Moderasi Beragama (KKN-MB) 078 IAIN Kudus yang bertempat…

3 hari ago