free page hit counter

Mengantisipasi Polarisasi Politik

Menjelang Pilpres 2024 mendatang tentu akan mengundang banyak sekali perhatian publik se-indonesia. Baik dari pihak masyarakat maupun para politisi yang ikut serta berpartisipasi dalam pemilihan calon presiden . Namun tidak seperti di negara-negara yang memiliki predikat Advanced democracy seperti Amerika dan beberapa negara di wilayah Eropa yang menganggap Pilpres sebagai peristiwa biasa. Di Indonesia pilpres justru merupakan momen luar biasa sebagai bentuk ajang pesta demokrasi, kedaulatan rakyat dan kesempatan dalam memilih kepala negara secara berkala.

Namun yang harus sama-sama kita waspadahi, belajar dari pengalaman-pengalaman pilpres di tahun sebelumnya, bahwa dalam momen tersebut selalu diwarnai dengan berbagai macam problematika yang nanti ujung-ujungnya adalah kerugian tersendiri bagi masyarakat. Dan salah satu problem urgent dalam momen tersebut adalah polarisasi politik. Dan hal itu tentu tidak mustahil untuk terjadi lagi di tahun ini meskipun dengan hadirnya tiga capres. Oleh karena itu perlu bagi kita untuk mengetahui dan memahami polarisasi politik guna mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut.

Dikutip dari kamus KBBI polarisasi politik adalah pemecahan atas dua bagian atau lebih pihak yang berlawanan. Dalam artian polarisasi merupakan suatu istilah yang merujuk kepada pemecahan kelompok masyarakat yang didasari atas perbedaan perspektif politik yang mereka punya. Seperti kondisi keberadaan tiga capres saat ini. Tentu contoh kondisi semacam itu akan membuat terbelahnya masyarakat menjadi tiga bagian karena pilihan atau pandangan politik masyarakat yang berbeda-beda. Sehingga hal tersebut secara tak sengaja akan menyebabkan timbulnya masyarakat yang pro dan juga kontra.

Kondisi semacam ini tentu tidak menguntungkan karena pada masa seperti itu masyarakat sangat rentan Terhadap isu provokasi. Apalagi di era serba digital seperti sekarang ini. Informasi-informasi dapat tersebar ke mana-mana melalui smartphone yang ada di hadapan kita. Dan entah informasi-informasi tersebut valid ataupun hoax. Sehingga apabila masyarakat tidak kritis terhadap sumber-sumber yang beredar di media sosial saat ini. Mereka akan terpengaruh dengan maraknya berita hoax tentang kelompok lain yang akan membuatnya terprovokasi dengan kelompok tersebut. Bila sudah seperti ini, maka yang akan terjadi hanyalah saling salah menyalahkan terhadap satu kelompok dengan yang lain dan akibatnya perpecahan kelompok masyarakat pun terwujud.

Dan apalagi ditambah dengan pandangan politik masyarakat yang hanya berdasarkan pada subjektivitas dan fanatisme saja. Seperti memilih si A karena berasal dari satu kelompok atau kebetuan memiliki agama yang sama. Tanpa memerhatikan orang tersebut memiliki kapasitas sebagai pemimpin yang layak atau tidak. Tentu kondisi tersebut akan sangat rentan untuk terprovokasi karena fanatismenya terhadap kelompok yang ia dukung. Sehingga Apapun Yang Terjadi ia akan menganggap kelompok nya lah yang paling benar dan yang lain salah.

Padahal dalam Sabda Nabi “Khoirul umuri, ausatuha” mengajarkan kepada kita sebagai umat beliau untuk selalu menjadi manusia yang moderat. Artinya tidak terlalu fanatik dengan satu pihak dan juga tidak menyalahkan pihak yang lain, apalagi hal tersebut hanya sekedar masalah perbedaan dalam pemilihan capres. Maka dari itu perlu kiranya bagi masyarakat untuk selalu kritis dalam memperoleh sumber-sumber informasi dan selalu bersikap moderat terhadap isu-isu yang yang beradar di mana-mana. Agar dalam pemilu ini tidak akan terjadi yang namanya aksi anarkisme yang berujung pada perpecahan masyarakat yang lagi-lagi nanti imbasnya adalah kepada diri kita sendiri.

Oleh: Ahmad Ainun Niam, Santri PP. Mansajul Ulum Cebolek.

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *