Israel tak Se-solid itu, Masih terdapat Konflik Internal

Dunia makin sadar tentang apa yang terjadi di Timur Tengah. Makin banyak negara yang mendukung perjuangan Palestina dan makin banyak yang anti Israel. Di Israel sendiri mulai muncul organisasi swasta yang anti Israel dan melawan penghancuran rumah warga Palestina dan pengungsian mereka. Menurunnya jumlah militer Israel sebab jumlah kelompok usia militer semakin tinggi. Israel mengalami masalah sosial dan politik yang krusial karena perpecahan dua partai besar Kadima dan Likud terus berlanjut. Kaum terpelajar sekuler dari Barat eksodus kembali dari Israel sehingga yang tersisa hanya kelompok ekstrim dalam politik dan agama yang saling mengkafirkan dan menghabisi. Inilah yang digambarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
“Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.” (Q.S. Al-Hasyr : 14

Konflik Dua Partai Besar Israel

Sebenarnya Israel masih mengalami masalah sosial dan politik yang krusial karena perpecahan dua partai besar Kadima dan Likud terus berlanjut.
Kadiman adalah salah satu partai politik di Israel yang didirikan pada tahun 2005. Partai ini mengusung pandangan politik tengah dan sering dianggap sebagai penerus Partai Buruh Israel. Kadiman dipimpin oleh Tzipi Livni yang fokus pada isu-isu keamanan nasional, perdamaian dengan Palestina, dan akan mereformasi pemerintahan Israel.

Sedangkan likud adalah sebuah partai politik yang lebih konservatif di Israel. Partai ini didirikan pada tahun 1973 dan memiliki sejarah panjang dalam politik Israel. Likud saat ini dipimpin oleh Benjamin Netanyahu (sebelumnya juga oleh beberapa pemimpin lainnya). Partai ini cenderung menekankan keamanan Israel, mengadvokasi pandangan yang lebih keras terhadap konflik Israel-Palestina, dan cenderung mendukung kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih liberal.
Kadiman dan Likud adalah dua partai politik yang berbeda dalam prinsip politik Israel. Kadiman lebih cenderung ke arah tengah dengan fokus pada perdamaian dan reformasi pemerintahan, sementara Likud cenderung lebih konservatif dalam isu-isu keamanan dan ekonomi. Partai-partai ini bersaing dalam pemilihan umum Israel dan memainkan peran penting dalam politik negara tersebut.

Kadima, sebagai partai politik tengah di Israel, memiliki sejarah yang kompleks dalam menghadapi konflik Israel-Palestina. Salah satu pemimpin Kadima, Tzipi Livni, telah mendukung upaya perdamaian dengan Palestina selama karir politiknya. Partai ini mendukung solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik, yang mencakup pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdampingan dengan Israel.

Namun, selama pemerintahan Kadima, terutama di bawah kepemimpinan Ehud Olmert, terjadi serangkaian peristiwa penting dalam konflik, seperti Perang Lebanon Kedua pada tahun 2006 dan Operasi Pilar Pertahanan pada tahun 2012. Kadima berada di pemerintahan selama periode tersebut dan terlibat dalam kebijakan keamanan yang diterapkan oleh Israel selama masa itu.

Ya, Kadima pernah memimpin negara Israel. Partai Kadima didirikan pada tahun 2005 oleh Ariel Sharon setelah dia meninggalkan Likud. Pada pemilihan umum 2006, Kadima memenangkan jumlah kursi terbanyak di Knesset (parlemen Israel) dan membentuk pemerintahan dengan Tzipi Livni sebagai menteri luar negeri. Ariel Sharon sendiri sebelumnya terpilih sebagai pemimpin Kadima, tetapi kemudian mengalami masalah kesehatan serius.

Ehud Olmert, yang menggantikan Ariel Sharon sebagai pemimpin Kadima, menjadi perdana menteri Israel. Oleh karena itu, Kadima memimpin Israel dalam periode tersebut, termasuk dalam menghadapi peristiwa-peristiwa penting seperti Perang Lebanon Kedua pada tahun 2006. Partai ini memimpin Israel hingga pemilihan umum berikutnya.

Perang Lebanon ke dua serta dampaknya bagi Israel-Palestina
Perang Lebanon Kedua yang terjadi pada tahun 2006 memiliki beberapa dampak terhadap hubungan Israel-Palestina dan juga wilayah di sekitarnya. Dampak-dampak tersebut antara lain:

1. Peran Hizbullah: Hizbullah, kelompok milisi Syiah di Lebanon yang didukung oleh Iran, terlibat dalam konflik tersebut. Meskipun Hizbullah menghadapi kerugian dan kerusakan, kelompok ini mengklaim kemenangan simbolis dalam konflik, yang menguatkan posisinya di dalam politik Lebanon.

2. Reaksi Palestina: Konflik tersebut mempengaruhi situasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan kelompok militan Palestina, terutama Hamas, mengungkapkan dukungan mereka kepada Hizbullah dan mengintensifkan serangan terhadap Israel. Hal ini meningkatkan ketegangan dalam hubungan antara Israel dan Palestina.

3. Pengaruh Regional: Perang Lebanon Kedua menciptakan polarisasi lebih lanjut di kawasan Timur Tengah, dengan Iran dan Suriah mendukung Hizbullah, sementara Amerika Serikat dan beberapa negara Arab yang mendukung Israel. Hal ini mencerminkan saling bersaingnya kekuatan regional di kawasan tersebut.

4. Pengaruh Israel: Meskipun Israel mencapai tujuan operasinya dalam menghancurkan infrastruktur Hizbullah, perang tersebut memunculkan pertanyaan tentang kelayakan strategi Israel dan efektivitas kebijakan keamanan di perbatasan utara.

Perang Lebanon Kedua memiliki dampak jangka panjang pada dinamika konflik di Timur Tengah dan meningkatkan ketegangan dalam hubungan antara Israel dan kelompok-kelompok regional seperti Hizbullah dan Hamas. Hal ini memperumit upaya perdamaian di wilayah tersebut.
Hingga pengetahuan saya yang terakhir diperbarui pada Januari 2022, belum ada kesepakatan damai permanen yang dicapai antara Israel dan Palestina. Konflik Israel-Palestina telah berlangsung selama beberapa dekade dan merupakan salah satu konflik terlama dan paling rumit di dunia.

Meskipun ada beberapa usaha perdamaian dan kesepakatan interim yang telah dicapai, seperti Perjanjian Oslo pada tahun 1993, konflik ini belum mencapai penyelesaian akhir yang memadai untuk kedua pihak. Isu-isu seperti status Yerusalem, perbatasan, pengungsi Palestina, dan keamanan tetap menjadi poin sengketa yang sulit diatasi.

Perjanjian OSLO

Perjanjian Oslo adalah serangkaian perjanjian yang ditandatangani antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada tahun 1993. Isi utama dari Perjanjian Oslo adalah:

1. Pengakuan: Israel mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai wakil rakyat Palestina, dan PLO mengakui hak Israel untuk eksis.

2. Otonomi Palestina: Perjanjian ini membuka jalan bagi pendirian Otoritas Palestina, yang akan mengendalikan otonomi di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

3. Tahap-tahap: Perjanjian ini membagi proses perdamaian menjadi beberapa tahap. Salah satu dari tahap ini adalah penarikan pasukan Israel dari wilayah Tepi Barat yang kemudian diikuti dengan pemilihan otoritas Palestina.

4. Status Yerusalem: Isu status Yerusalem dihindari dalam perjanjian tersebut dan dijadwalkan akan menjadi bagian dari negosiasi selanjutnya antara Israel dan Palestina.

5. Keamanan: Perjanjian mengatur tentang kerjasama keamanan antara Israel dan Otoritas Palestina.

Perjanjian Oslo seharusnya menjadi landasan bagi negosiasi lanjutan menuju solusi dua negara yang akan menciptakan negara Palestina yang merdeka dan mengakhiri konflik Israel-Palestina. Namun, dalam praktiknya, perkembangan selanjutnya dalam konflik ini tidak selalu mengikuti jalur yang diharapkan, dan upaya-upaya perdamaian telah mengalami tantangan yang signifikan.

Oleh : Al Ma’ruf

Sumber Gambar : https://salam.ui.ac.id/ancient-religious-hatreds/

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *