Kunci Kebahagiaan Menurut Al Ghazali

santrimillenial.id – Kehidupan manusia di dunia selalu dipenuhi dengan berbagai macam tujuan dan keingingan. Konskuensinya terdapat aktivitas sehari-hari manusia yang mengindikasikan untuk mencapai keinginannya. Walaupun demikian, terdapat orientasi tertinggi dari kehidupan manusia tersebut. Yaitu menemukan sebuah kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Aristoteles terkait dengan etika. Aristoteles dalam karya terbesarnya, Etika Nikomachea menegaskan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah mencari kebahagiaan. Karena apabila usaha mencapai “kebahagian” dipahami dengas baik, maka akan berimplikasi terhadap perilaku yang bajik. Kajian “kebahagiaan” merupakan bagian dari cabang filsafat moral yang membicarakan terkait dengan nilai baik atau buruk.

Kebahagiaan Merupakan Hal Dasariah

Sampai di sini mungkin kita dapat memahami bahwa kebahagian merupakan sebuah hal yang dasariah dalam kehidupan manusia. Akan tetapi kita belum mengetahui  terkait dengan apa itu “kebahagian”? serta bagaimana menggapai sebuah kebahagiaan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan suatu hal yang sangat fundamental bagi seseorang. Karena hal tersebut menyangkut kepribadian dan pandangan hidupnya. Setiap orang pasti mempunyai penafsiran yang berbeda terkait dengan definisi kebahagiaan, hal ini tergambarkan bahwa ada yang mengatakan mempunyai kesehatan adalah sebuah kebahagian. Selain kesehatan ada juga yang mengatakan mempunyai kekayaan adalah sebuah kebahagiaan. Bahkan bagi seorang tholibul ilmi, memahami ilmu nahwu atau shorof adalah sebuah kebahagiaan.

Kebahagiaan dan Cara Mendapatkannya

Oleh karena itu, setiap orang pasti mempunyai sebuah pandangan hidup atau “prinsip hidup”. Hal ini sangat penting bagi kita untuk memahaminya. Karena dengan adanya pandangan hidup ini kita akan lebih mudah untuk mendefinisikan apa itu kebahagiaan dan cara mendapatkannya. Untuk menanggapi kasus di atas, saya akan menggunakan perspektif yang diberikan oleh Imam Al Ghazali. Al Ghazali telah populer di kalangan ilmuan, bahkan saking hebatnya, beliau dijuluki sebagai “Hujjatul Islam” atau argumentator Islam. Julukan ini menunjukkan bahwa Al Ghazali dalam memberikan sebuah statement atau pendapat selalu disertai dengan dalil yang bersumber dari teks-teks agama dan dapat diterima secara rasional. Beliau mengatakan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin bahwa:

فَأَصْلُ السَّعَادَةِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ هُوَ الْعِلْمُ

Artinya: Asal mula kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah pengetahuan

Berdasarkan kutipan di atas, Al Ghazali memberikan sebuah pandangan tentang “kebahagiaan”. Menurutnya, pengetahuan (ilm) merupakan sumber (hal fundamental) untuk mencapai sebuah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Argumentasi ini disampaikan oleh Imam Ghazali berawal dari pandangan beliau bahwa kebahagian abadi (as-saadah al-abadiah) adalah kebahagiaan di akhirat, yaitu dapat dekat dengan sang pencipta. Sehingga orientasi tertinggi dari kehidupan manusia di dunia adalah menggapai kebahagiaan tersebut. Kebahagian ini dapat dicapai oleh manusia apabila dapat melakukan hal-hal yang telah diperintahkan oleh agama.

Pengetahuan (Ilm) sebagai Kunci Kebahagiaan

Di sisi lain, seseorang tidak dapat melakukan perintah-perintah agama kecuali mengetahui (ilm) perintah tersebut. Sehingga beliau menyimpulkan bahwa “pengetahuan” (ilm) merupakan wasilah atau perantara menuju a’domul asyya’ (sesuatu yang besar, yaitu as-saadah al-abadiah). Dengan demikian, pandangan Imam Ghazali dapat disimpulkan bahwa “pengetahuan” (ilm) merupakan kunci kebahagian karena dengan “pengetahuan” (ilm) kita akan mendapatkan as-saadah al-abadiah. Di sisi lain, argumentasi ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah potongan ayat 11 yang berbunyi:

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١

Artinya: “Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Berdasarkan ayat di atas, dapat kita pahami bahwa orang-orang yang berilmu akan diberikan oleh Allah derajat yang tinggi. Imam As-Syaukani dalam tafsirnya Fathul Qodir menjelaskan “derajat yang tinggi” adalah kemuliaan di dunia dan pahala kelak di akhirat. Selain ayat ini, terdapat sebuah cerita Nabi Sulaiman dalam kitab Faidul Qodir yang menguatkan pandangan Al Ghazali bahwa “pengetahuan” (ilm) merupakan kunci kebahagiaan.

خُيِّرَ سُلَيْمَانُ بَيْنَ الْمَالِ وَالْمُلْكِ وَالْعِلْمِ فَاخْتَارَ الْعِلْمَ فَأُعْطِىَ الْمُلْكَ وَالْمَالَ لِاخْتِيَارِهِ الْعِلْمَ

Artinya: “Nabi Sulaiman AS diberikan sebuah pilihan antara memilih, harta, kerajaan, atau pengetahuan (ilm). Maka Nabi Sulaiman AS memilih pengetahuan (ilm). Kemudian beliau diberi harta dan Kerajaan oleh Allah SWT karena ia memilih pengetahuan (ilm)”

Dari kisah di atas, Nabi Sulaiman AS memilih “pengetahuan” (ilm) dari pada memilih harta dan kerajaan. Harta dan Kerajaan merupakan representasi dari kemegahan dunia. Akan tetapi, Nabi Sulaiman AS memilih “pengetahuan” (ilm). Lantaran memilih “pengetahuan” (ilm) Nabi Sulaiman AS diberikan keduanya. Sehingga dengan “pengetahuan” (ilm) semua kenikmatan akan didapatkan. Kandungan cerita di atas secaraa gamblang dalam memposisikan “pengetahuan” (ilm) dalam posisi yang sangat mulia. Karena “pengetahuan” (ilm) merupakan kunci kebahagiaan.

Oleh: Muhammad Ulil Albab, Santri PP. Mansajul Ulum

Anda mungkin juga suka.