Menjelang Pesta Politik, Refleksi Pemikiran Politik Al Ghazali

santrimillenial.id – Istilah “politik” tidak pernah luput dari algoritma platform-platfrom media sosial. Hal ini terlihat usai deklarasi capres-cawapres, traffic media sosial semakin memanas dengan adanya isu-isu politik.  Sehingga saya kira menarik untuk membicarakan tentang konsep “politik”. Sebelumnya saya telah menyinggung bahwa catur perpolitikan di Indonesia berorientasi pada sebuah kepentingan kelompok. Politik model seperti ini tidak sehat apabila terus-menerus dilakukan. Karena akan mengorbankan kepentingan masyarakat umum. Dan dapat memicu perpecahan bangsa. Karena yang diuntungkan adalah sebagian pihak.

Apa Itu “Politik”?

Dengan demikian, lantas sejatinya bagaimana “politik” itu? Dalam hal ini saya akan mencoba sedikit memaparkan konsep politik menurut Imam Ghazali.

Imam Ghazali merupakan intelektual muslim yang telah diakui keilmuannya oleh ilmuwan sezamannya. Sehingga Al Ghazali dijuluki sebagai “Hujjatul Islam” atau argumentator Islam.  Beliau dikenal sebagai tokoh tasawuf dan mempunyai banyak gagasan di berbagai bidang. Termasuk dalam konsep politik. Konsep politik Imam Ghazali dituliskan dalam magnum opus-nya, Ihya Ulumuddin. Dalam kitab tersebut, Imam Ghazali membangun sebuah argumentasi dari hal yang paling fundamental. Yaitu pandangan beliau tentang dunia.

Dunia Sebagai Ladang Akhirat

Dijelaskan oleh beliau bahwa “dunia” merupakan mazroatul akhiroh (ladang akhirat). Dalam artian kehidupan di dunia harus diorientasikan untuk mencari bekal kehidupan di akhirat nanti. Dengan melakukan kebaikan-kebaikan sesuai dengan aturan agama. Karena kehidupan yang kekal adalah kehidupan di akhirat. Untuk merealisasikan misi ini, agama tidak membatasi sampai ranah profesi. Artinya setiap individu mempunyai kesempatan dan potensi yang sama untuk melakukan kebaikan. Hal ini sesuai dengan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 148 ditegaskan adanya perintah untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan.

فَاسْتَبِقُوْا الْخَيْرَاتِ

Artinya: “Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan”

Di sisi lain, terdapat ayat yang menjelaskan bahwa manusia mempunyai tugas utama dalam kehidupan dunia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Potongan ayat di atas, dapat kita pahami. Setiap individu mempunyai 2 tugas utama sekaligus. Yaitu diperintahkan untuk melakukan kebaikan dan beribadah kepada Allah. Kedua Perintah ini tidak memandang jabatan, pekerjaan, atau latar belakang pendidikan.

Manusia, Agama, dan Dunia

Sampai di sini, Imam Ghazali telah memberikan sedikit gambaran bahwa setiap individu diciptakan oleh Allah SWT mempunyai posisi di tangah irisan antara agama dan dunia. Dalam agama terdapat kewajiban individu, yaitu beribadah. Di sisi lain, dalam kehidupan di dunia dituntut untuk mencukupi kebutuhan diri. Beliau berargumen bahwa urusan agama dapat dilaksanakan dengan baik. Apabila hidup di tengah kehidupan dunia yang tertata dengan baik.

أَنَّ مَقَاصِدَ الْخَلْقِ مَجْمُوْعَةٌ فِيْ الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَلاَ نِظَامَ لِلدِّيْنِ إِلاَّ بِنِظَامِ الدُّنْيَا

Artinya: “Sejatinya manusia diciptakan berada di dalam ruang agama dan dunia. Keteraturan agama tidak dapat dicapai kecuali dengan terwujudnya keteraturan di dunia.”

Untuk memahami hal ini. Saya akan memberikan sebuah gambaran. Yaitu kasus konflik Palestina dan Israel. Kita semua tahu,  masyarakat Palestina mayoritas adalah beragama Islam. Mereka mempunyai kewajiban individu untuk melaksanakan ibadah. Akan tetapi, saat ini masyarakat Palestina sedang berada dalam keadaan genting di tengah peperangan melawan Israel. Diberitakan oleh iNews.id. Terdapat beberapa tempat umum termasuk sarana ibadah menjadi objek serangan. Sehingga masyarakat muslim Palestina akan terkendala dalam melakukan ibadah. Mereka tidak akan merasa tenang saat beribadah. Akan tetapi yang dirasakan adalah ketegangan dan ketakutan. Karena sewaktu-waktu inflasi Israel dapat menghampiri dirinya. Dengan demikian, stabilitas keamanan negara Palestina berimplikasi terhadap terganggunya terlaksananya ibadah umat muslim Palestina.

Politik untuk Mencapai Sistem Keamanan

Oleh karena itu, Al Ghazali memandang bahwa kehidupan di dunia untuk mencapai satabilitas keamanan harus mempunyai aturan ketatanegaraan atau sistem negara (politik). Sehingga orientasi keagamaan dapat direalisasikan. Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin membahas politik dengan istilah “siyasah”. “Siyasah” merupakan aspek utama yang tidak dapat dipisahkan dalam praktik sebuah negara. Karena dengan adanya ”siyasah” akan tercipta sebuah sistem ketatanegaraan yang mengatur kehidupan sosial warganya. Al Ghazali menjelaskan bahwa”siyasah” mempunyai posisi yang sangat sentral dalam sebuah negara. Karena untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang baik, diperlukan “siyasah”.

وَالسِّيَاسَةُ وَهِيَ لِلتَّأْلِيْفِ وَاْلِاجْتِمَاعِ وَالتَّعَاوُنِ عَلَى أَسْبَابِ الْمَعِيْشَةِ وَضَبْطِهَا

Artinya: “Politik adalah tentang membentuk, mempertemukan, dan bekerja sama dalam sarana penghidupan dan pengendaliannya”

Politik Sebagai Wasilah

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa “siyasah” menempati posisi sentral dan tidak dapat ditinggalkan dalam sebuah kehidupan di dunia. Karena dengan “siyasah” yang baik. Akan menunjang terealisasikannya urusan-urusan keagamaan. Oleh karena itu, Al Ghazali menegaskan bahwa

وَالسِّيَاسَةُ فِي اسْتِصْلَاحِ الْخَلْقِ وَإِرْشَادِهِمْ إِلَى الطَّرِيْقِ الْمُسْتَقِيْمِ الْمُنْجِي فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ

Artinya: “Politik merupakan usaha untuk mencapai kemaslahatan dan mengarahkan masyarakat kepada jalan yang benar. Yaitu selamat di dunia dan akhirat.”

Berdasarkan beberapa argumentasi di atas, semakin jelas pandangan Imam Ghazali tentang politik. Yaitu menjadikan politik sebagai “wasilah” untuk menggapai kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat.

Anda mungkin juga suka.