santrimillenial.id – Pada tulisan sebelumnya, saya telah menyinggung terkait permulaan terbentuknya sebuah budaya, dan menjelaskan kaitan antara local wisdom dan budaya di suatu wilayah tertentu. Pada bagian ini, saya akan menjelaskan lebih lanjut terkait dengan contoh dari kearifan local atau local wisdom di suatu wilayah. Saya akan mengambil sedikit sampel local wisdom di Jawa Tengah.
Melansir tirto.id, terdapat beberapa contoh local wisdom yang ada di Jawa Tengah sebagaimana berikut:
- Jum’at Kliwonan
Jum’at Kliwonan merupakan hari Istimewa dalam penanggalan Jawa. Dalam tradisi Jawa, Jum’at Kliwon dikenal denngan konsep lukat yang bermakna dihapuskan, dibatalkan, digagalkan, dibersihkan, dan disucikan dari berbagai aspek yang membahayakan. Masyarakat Cilacap, terutama kalangan nelayan, adalah kalangan masyarakat yang sampai saat ini masih memegang teguh tradisi leluhur yang telah diwariskan. Biasanya dalam tradisi Jum’at Kliwonan, nelayan Kabupaten Cilacap mematuhi dan mengindahkan larangan-larangan dan melakukan sebuah ritual. Hal ini terbentuk secara consensus, dengan kesadaran tinggi ternyata berdampak pada pola kehidupan masyarakat nelayan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Tradisi ini bukan berarti hari untuk berhenti dari berbagai kegiatan secara keselutuhan, akan tetapi melakukan kegiatan utama di hari yang lain. Tradisi ini bertujuan untuk mendorong Masyarakat agar lebih mengingat Sang Pencipta yang mengatur kehidupan di seluruh alam. Dan mengambil hikmah bahwa manusia hidup di dunia hanya sementara, dan aka nada kehidupan yang lebih abadi, yaitu akhirat. Sehingga tidak selayaknya manusia hidup di dunia hanya mengejar duniawi, dan melupakan kehidupan ukhrowi.
- Tradisi Sadranan
Tradisi Sadranan dalam masyarakat Jawa Tengah disebut juga dengan istilah “ruwahan”. Tradisi ini dilakukan setiap pada bulan Sya’ban. Biasanya Masyarakat Jawa Tengah melakukan beberapa kegiatan seperti mrngirim doa kepada leluhur yang telah meninggal, agar dosa-dosanya diampuni dan seluruh amal baiknya diterima oleh Sang Maha Pencipta. Dengas demikian, tradisi ini menyimbolkan adanya ikatan yang kuat antara leluhur, sesame, dan yang Maha Kuasa.
Secara historis, sadranan merupakan tradisi masa Hindu-Buddha sekitar abad-15. Saat itu budaya sadranan identic dengan nilai-nilai yang bertolak belakang dengas Agama Islam, seperti pemujaan pada roh. Kemudian saat hal ini diluluruskan oleh Walisongo agar sesuai dengan nilai-nilai keislaman, sehingga terjadi akulturasi dengas budaya Islam. Dan masih berlanjut sampai saat ini.
Kegiatan seperti ini mengandung beberapa nilai positif, seperti gotong-royong, guyub, pengorbanan, dan ekonomi. Karena biasanya masyarakat melakukan ritual membersihkan makam leluhur, slametan, membuat kue apem, kolak, dan ketan. Kemudian makanan tersebut dijadikan adonan dan dimasukkan ke dalam takir. Takir merupakan sebuah wadah makanan dari daun pisang yang dibentuk kotak dan bagian pinggirnya ditusuki lidi. Makanan-makanan tersebut kemudian diagikan kepada tetangga sekitar dan sanak saudara.
Masih banyak local wisdom yang dapat kita temukan di berbagai daerah daerah di Jawa Tengah khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Dengan demikian, kekayaan Indonesia tidak hanya dari aspek sumber daya alam-nya (SDA), melainkan Indonesia juga mempunyai kekayaan budaya, terutama local wisdom di berbagai daerah. Kita sebagai warga negara Indonesia harus bangga dan menjaga kekayaan tersebut. Terdapat banyak cara yang dapat kita gunakan untuk menjaga kekayaan bangsa. Di antaranya adalah dengan melestarikan ”local wisdom” atau budaya local di perkembangan zaman.
Oleh: Muhammad Ulil Albab, Santri PP. Mansajul Ulum