Sulit meniadakan perbedaan agama di Indonesia karena sudah menjadi keniscayaan. Pasalnya ada peran penting bagi penganut masing-masing agama yang memberi nilai toleransi agar terbentuknya bangsa Indonesia. Disisi lain, setiap agama selalu mengajarkan untuk berbuat kebaikan bukan merusak apalagi menghilangkan nyawa manusia.
Moderasi beragama menjadi salah satu sikap berperilaku dan berspektif dalam menjalankan kehidupan. Mentri agama Indonesia masa jabatan tahun 2014/2019, Lukman Hakim Saifuddin pernah menyampaikan bahwa istilah moderasi beragam lebih condong dengan bagaimana masyarakat mengimplementasikan ajaran agama secara universal. Misalnya, tindakan manusia yang berhubungan secara horizontal yakni sesama manusia. Bagaimana agama mengajarkan untuk kasih sayang, menebarkan kemaslahatan dan menghindarkan diri untuk melakukan kerusakan. Bukan berarti moderasi beragam memberikan peluang untuk meyakini akan agama lain. Akan tetapi sebagai bentuk menghargai penganut agama lain, dimana Indonesia notabene heterogenitas agama.
Selain itu, moderasi bergama menjadi tonggak integrasi semua masyarakat Indonesia. Ketika satu bangsa terdiri dari berbagai macam agama, dapat rukun karena saling menghormati. Tidak berlebihan dalam keyakinannya. Artinya, mampu menghantarkan pada kerukunan pada masyarakat yang plural tetapi tidak mengorbankan akidah agama masing-masing.
3 Pilar Menjadi Ummah Wasat
Fenomena demikian tercatat dalam Islam. Bahkan terdapat tiga pilar moderasi bergama yang islam anjurkan sejak dahulu, yakni tawasuth, tawazun dan tasamuh.
Pertama, tawasuth (sikap tengah). Konsep dasar yang menempatkan posisinya pada jalan tengah. Tidak fundamentalis atau terlalu liberalis. Dengan cara demikian, masyarakat lebih mudah menerima Islam. Islam sendiri menjadi salah satu agama pilihan diantara agama lain, sehingga menyandang istilah penganutnya sebagai ummah wasat.
Ayat Tentang Tawasuth
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ…..
Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…. (Al-Baqarah [2]:143)
Kedua, Tawazun (Keseimbangan). Dalam menjalankan kehidupan tidak melulu berfokus pada spiritual namun juga menyelesaikan tugas dan tanggung jawab sebagai warga negara, keluarga, individu bahkan pada dunia kerjanya. Menjadikan tawazun sebagai ideologi untuk mengaplikasikan sesuai tempatnya akan menciptakan ruang adil. Bukan berarti sama rata tetapi menempatkan sesuai porsi. Tentu sebagai warga negara yang Bhineka harus mengakui akan keragaman agama tanpa mencela akidah lain. Sebab Islam tidak melulu statis namun juga dinamis menyesuaikan zaman dan tempat.
Ayat Tentang Tawazun
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
”Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qaṣaṣ [28]:77).
Ketiga, Tasamuh (toleransi). Manusia sebagai makhluk sosial akan sulit menghadapi hidup sendirian. Masyarakat akan membutuhkan bantuan orang lain dengan konsekuensi bahkan menjadi sunnatullah menemukan berbagai perbedaan. Baik dari kelompok tertentu, tetangga, dalam karakteristik manusia hingga agama.
Manusia harus menghadapi dan berinteraksi dengan elemen ciptaan tuhan. Maka, demi menjalankan Kerukunan Dan keharmonisan, dalam hal ini toleransi menjadi jembatan sikap menghadapi hetrogenitas secara ringan hati. Dalam mentasammuhkan agama, bukan berarti merancukan iman dengan agama lain. Akan tepi lebih kepada menghargai akan eksistensi akidah lain, khususnya di Indonesia. Tentu, agama memiliki istilah perbuatan, sangat melarangan diskriminasi terhadap kelompok yang beda.
Moderasi Bagian dari Keseharian
Agama Islam yang mengajarkan tiga pilar moderasi bergama jauh berabad lalu. Dan sudah banyak masyarakat yang mempraktikannya. Apalagi Indonesia mempunyai empat pondasi dasar negara yang kuat dan menyimpan nilai moderasi yang begitu tinggi.
Tinggal bagaimana moderasi bergama menjadi bagian dari kehidupan sehingga bukan lagi hal yang dianggap istimewa, karena sudah menjadi bagian keseharian masyarakat Indonesia. Bahkan sebagai ruh masyarakat dalam menjalankan tanggung jawab sebagai kholifah terhadap sesama manusia.
Sumber Gambar: goresanilmu