Islamophobia sebagai Disintegrasi Bangsa Indonesia

Isu terkait islamophobia sudah lama terjadi. Jika menelisik lebih jauh, fenomena tersebut sudah terjadi sejak masa Nabi Muhammad SAW. Ketika kaum kafir Quraisy bertubi-tubi mengancam serta membenci Islam dan penganutnya. Namun istilah kata islamophobia hadir setelah Amerika mengalami kekacauan.

Terutama tragedi menara kembar World Trade Center (WTC) pada tanggal 11 September 2001 di Amerika. Kemudian menelan korban jiwa hingga mencapai ribuan orang. Terdapat 19 militan dari Al-Qaeda, pemimpin kala itu Osama bin Laden telah membajak sebanyak empat pesawat. Sejak saat itu Islam mendapat label negatif dan menyandang gelar teroris (meskipun ada beberapa unsur tertentu dari Amerika yang ingin menjatuhkan Islam dari berbagai aspek).

Pembakaran Al-Qur’an di Swedia


Hadirnya islamophobia menjadi salah satu cara untuk meruntuhkan reputasi Islam. Di Indonesia juga hadir istilah islamophobia. Namun jika melihat dari kacamata realita, fenomena islamophobia berbeda dengan yang terjadi di negara lain.


Misalnya di wilayah Swedia, masyarakat yang mayoritas beragama Kristen. Beberapa warga mengalami islamophobia secara tidak langsung. Bahkan hal ini terjadi pada 2023 awal, saat Rasmus Paludan beraksi membakar mushaf Al-Qur’an di Stockholm. Insiden tersebut mengidentifikasi akan kebencian kepada Islam.

Islamophobia di Indonesia


Masyarakat Indonesia yang mengalami islamophobia selain mendapat informasi labelisasi Islam sebagai terorisme dari Barat, juga karena kasus pengeboman di Bali secara besar-besaran oleh kelompok Islam. Kasus tersebut melayangkan nyawa manusia hingga kerugian yang sangat besar. Pelaku bom terbesar di Indonesia tersebut terindikasi dari Jama’ah Islamiyyah.

Tapi kelompok tersebut menjadi bagian golongan kecil Islam yang radikal. Namun bukan berarti Islam di Indonesia semua membahayakan. Karena banyak organisasi Islam lainnya yang masih membumikan ajaran Islam dengan kedamaian dan kasih sayang. Kelompok tertentu yang mengatasnamakan Islam dengan cara meneror, ada upaya untuk memenuhi kepentingan golongannya sendiri.

Fenomena Islam di Nusantara

Secara esensi, Islam di Indonesia begitu moderat. Mengajarkan nilai-nilai toleransi terhadap siapapun dan apapun pada norma kemanusiaan. Tentu tanpa mengorbankan keyakinan individu terhadap tuhannya.


Masyarakat Indonesia bisa merasakan bagaimana proses masuknya Islam di negara yang heterogen ini melalui Walisongo. Menyiarkan ajaran Islam dengan mengakulturasikan budaya Jawa. Tidak dengan kekerasan dalam menyebarkan perintah Allah.


Kerukunan ummat beragama hingga saat ini terdapat andil dari pondasi bangsa. Yakni Pancasila. Citra Islam di Indonesia harus tetap terjaga. Tindakan yang akan membahayakan orang lain dengan dalih agama perlu dihilangkan.


Jati diri Indonesia sebagai negara pluralitas baik ras, suku, kepercayaan, bahasa akan mengalami disintegrasi ketika sekelompok masyarakat mengobrak-abrik tatanan kedamaian dengan cara frontal. Apalagi dengan label agama yang bersifat sensitif.


Menjaga nama baik Islam menjadi kewajiban setiap muslim agar orang lain tidak memandang sebelah mata terhadap ajarannya. Apalagi Indonesia memiliki penduduk Islam terbesar di dunia. Nyata berbuat kesalahan yang asusila, dunia akan menyoroti Islam dan mencap sebagai agama yang tidak berkemanusiaan sehingga akan kontradiksi dengan ajaran Islam yang rahmatal lil ālamīn.

Sumber Gambar: romeltea.com

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *