Prinsip demokrasi dalam perspektif Islam selaras dengan konsep-konsep dasar yang mencerminkan nilai-nilai Islam.
Prinsip demokrasi dalam perspektif Islam – Memasuki tahun pemilu, banyak dinamika dan reaksi yang terjadi di lapisan masyarakat. Interaksi dan mobilisasi masyarakat baik di dunia nyata dan maya tidak jarang menimbulkan gesekan dan narasi yang mengancam persatuan. Pengawalan agar pesta demokrasi sesuai prinsip demokrasi, etika demokrasi dan pendidikan politik bagi masyarakat menjadi hal yang penting. Kerentanan pesta demokrasi ini dapat menimbulkan konflik sosial yang akan menjadi amunisi bagi kelompok ekstrimisme. Kelompok radikal akan mengambil celah di ladang subur penuh kebencian, konflik dan pertentangan di tengah masyarakat dengan dalih mengharamkan dan menolak sistem demokrasi.
Padahal dalam perspektif substansi, para ilmuwan muslim menilai demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dengan Islam, bahkan banyak prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan Islam. Demokrasi juga dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang paling logis, meski barangkali bukan satu-satunya yang terbaik. Demokrasi membuat pembangunan sebagai aspek potensi manusiawi melalui persamaan akses pada pendidikan dan peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial.
Prinsip-prinsip demokrasi dalam perspektif Islam melibatkan konsep-konsep dasar yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Meskipun demokrasi tidak terdefinisikan secara eksplisit dalam Al-Qur’an, terdapat nilai-nilai dan pedoman dalam Islam yang berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Demokrasi sangat dekat dan substansinya sejalan dengan Islam. Kebebasan, persaudaraan, dan persamaan yang merupakan semboyan demokrasi juga termasuk di antara prinsip-prinsip utama Islam. Kaidah-kaidah dalam oleh paham demokrasi sekarang sebenarnya juga merupakan kaidah-kaidah Islam. Titik temu Islam dan demokrasi inilah yang menjadi sikap akomodatif seperti dalam prinsip – prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip Kekuasaan Sebagai Amanah
Dalam konteks kekuasaan negara, perkataan amanah itu sebagai suatu pendelegasian atau pelimpahan kewenangan dan karena itu kekuasaan berarti “mandat” yang bersumber atau berasal dari Allah SWT. Jadi, kekuasaan dalam demokrasi Islam adalah suatu anugrah atau nikmat Allah yang merupakan suatu amanah kepada manusia untuk menjalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang ada dalam Al-Qur’an dan dicontohkan oleh sunnah Rasulullah SAW. Kekuasaan itu kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Prinsip amanah tercantum dalam Q.S. an-Nisa’: 58 yang berbunyi :
“Sungguh Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah SWT memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
Ayat tersebut mengisyaratkan ada dua garis hukum yaitu:
- Kewajiban menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
- Manusia wajib menetapkan hukum dengan adil.
Kekuasaan harus selalu berdasarkan pada keadilan, karena prinsip keadilan dalam islam menempati posisi yang sangat berdekatan dengan takwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kekuasaan yang adil dipandang dari sudut Islam akan merupakan rahmat dan kesejahteraan bagi setiap orang termasuk penguasa itu sendiri. Sebaliknya, apabila kekuasaan secara zalim (tiran, otoriter,diktator atau absolut) maka kekuasaan itu akan menjadi bumerang dalam bentuk bencana dari Allah yang akibatnya kepada penguasa itu sendiri. Yusuf Qaradhawi misalnya berpendapat bahwa substansi demokrasi sejalan dengan Islam, karena Islam dan demokrasi sama-sama menolak diktatorisme. Dalam Islam sendiri terdapat konsep penyelenggaraan kekuasaan dengan prinsip amanah, musawah, adhalah, syura, dan ijma’.
2. Prinsip Musyawarah
Musyawarah adalah suatu prinsip kontitusional dalam demokrasi yang wajib berjalan dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnya keputusan yang merugikan kepentingan umum dan rakyat. Prinsip musyawarah demokrasi dalam Islam ada dalam Q.S. Ali Imran: 159, sebagai berikut:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Dari ayat ini dapat kita ambil garis hukum yaitu umat Islam wajib bermusyawarah dalam memecahkan setiap urusan kenegaraan. Ibnu Athiyyah menyatakan sebagaimana dinukil al-Qurthubi bahwa salah satu kaidah syariat dan ketentuan hukum yang harus ada adalah musyawarah. Demikian pula oleh Imam Syathibi, bahwa unsur utama dari teori hukum (selain Al-Qur’an dan As-Sunnah) adalah seperti ijma‘ dan kemaslahatan orang banyak. Musyawarah sebagai demokrasi dalam Islam, meliputi kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, kebebasan dari ketakutan, kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi, kebebasan memilih tempat tinggal, persamaan, kesetaraan laki-laki dan perempuan, hak atas suaka politik, hak dan kewajiban membela negara, dan hak atas perlindungan kebebasan pribadi.
3. Prinsip Keadilan dan Peradilan Bebas
Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip keadilan dan persamaan. Dalam demokrasi dan Islam seorang hakim memiliki kewenangan yang bebas dalam setiap keputusan yang bebas dari pengaruh siapapun. Prinsip keadilan dalam demokrasi Islam juga tercantum dalam Q.S. an-Nisaa’: 135 sebagai berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.
Dapat ditarik tiga garis hukum dari ayat di atas yaitu :
- Menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang beriman.
- Setiap mukmin apabila menjadi saksi ia wajib menjadi saksi karena Allah dengan jujur dan adil.
- Manusia dilarang mengikuti hawa nafsu dan menyeleweng dari kebenaran.
Ayat lain yang memerintahkan untuk menjadi saksi yang adil dan menegakkan keadilan adalah surah an-nahl ayat 90 dan al-Maidah ayat 8. Jadi, dalam demokrasi Islam apabila menjadi seorang hakim maupun penegak hukum harus menerapkan prinsip keadilan ini jangan sampai orang yang kejahatannya berat menerima sanksi yang ringan
4. Prinsip Persamaan di hadapan hukum
Dalam demokrasi dan islam prinsip persamaan merupakan salah satu tiang utama dalam bangunan negara hukum menurut al-qur’an dan sunnah. Tanpa prinsip ini, bangunan tersebut menjadi goyah dan tidak mungkin bertahan. Prinsip persamaan dalam demokrasi Islam mengandung segala aspek kehidupan. Persamaan dalam demokrasi Islam dapat dipahami melalui Q.S. Al-Hujurat: 13, sebagai berikut :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dalam demokrasi dan islam hukum menjadi panglima yang harus tegak secara adil dan tidak pandang bulu. Bahkan Rasulullah SAW pernah menegaskan pentingnya persamaan di hadapan hukum. Dalam sebuah hadist, pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw, seorang wanita dari satu suku yang kuat terdakwa kasus pencurian. Beberapa anggota keluarga wanita itu pergi menjumpai Rasulullah SAW meminta pembebasan si wanita tadi dari hukuman tersebut. Rasulullah dengan tegas menolak perantaraan itu. Rasulullah berdiri menyampaikan pidato lalu beliau bersabda: “wahai manusia! Sesungguhnya telah sesat orang-orang sebelum kalian yang mana apabila orang terhormat di antara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya, namun bila rakyat jelata di antara mereka mencuri, maka mereka memberlakukan hukuman kepadanya. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya Muhammad memotong tangannya”.
Berdasarkan kisah dalam Hadits tersebut, menunjukkan prinsip demokrasi dalam perspektif Islam yang menjunjung asas persamaan di depan hukum (equality before the law) oleh Rasulullah sendiri pada masanya, bahkan beliau dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa semua orang yang melakukan suatu larangan Allah maka akan menerima hukuman tanpa memandang siapa yang melakukannya.
5. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
Hak-hak asasi manusia dalam demokrasi dan Islam, bukan hanya diatur tetapi juga dilindungi sepenuhnya. Karena itu ada dua prinsip yang sangat penting yaitu prinsip pengakuan HAM dan prinsip perlindungan HAM. Prinsip tersebut ada dalam Q.S. Al-Isra’: 70, sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa :
- Manusia itu terlindungi baik pribadinya maupun hartanya
- Status persamaan manusia terjamin sepenuhnya
- Demokrasi Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak-hak itu sepenuhnya bagi setiap warga negara.
6. Prinsip Ketaatan Rakyat
Prinsip ketaatan rakyat mengikat seluruh rakyat untuk wajib mentaati pemerintah. Kewajiban rakyat untuk mentaati pemerintah adalah sepanjang pemerintahan itu menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam. Hubungan antara pemerintah dan rakyat telah tersirat dalam Q.S. an-Nisa: 59, yang berbunyi sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan pemimpin (ulil amri) di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Dalam demokrasi Islam mekanisme atau sistem yang mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip umum negara hukum menurut al-qur’an dan sunnah bukanlah merupakan suatu yang mutlak tanpa alternatif lain. Dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Islam dengan mengutamakan mashlahah, maka manusia akan menemukan alternatif yang terbaik sesuai dengan masalah-masalah kenegaraan dan kemasyarakatan yang ada.
Prof. KH. Said Aqil Siradj berpendapat bahwa demokrasi tidak berarti kebebasan yang berlebihan tanpa memperhatikan rambu-rambu dan batasan tertentu. Sebab, prinsip demokrasi dalam perspektif Islam bukan menekankan pada aspek prosedural semata. Demokrasi jangan sampai tidak berorientasi pada nilai-nilai luhur dan tidak mengedepankan kepentingan masyarakat banyak. Ia menjabarkan, demokrasi yang mencakup semua elemen bangsa adalah yang mengacu pada prinsip menjaga keutuhan bangsa, menciptakan keadilan dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat luas. Demokrasi di Indonesia harus menekankan pada kebersamaan dengan memperhatikan prinsip permusyawaratan, perwakilan, dan kemufakatan.
Referensi:
Usri, U. Pendidikan Islam dan Demokrasi. Al-Mutsla, 1(2), 82-104.
Makasih infonya! Berita di sini selalu up to date dan relevan. Buat yang suka pendekin link, V.af recommended banget! Cek di V.af ya. Terima kasih lagi buat kontennya! 👍😊