Narasi

Perjuangan KH. Baidlowi bin Abdul Aziz dalam Berdakwah di Lasem Rembang Jawa Tengah

  1. Biografi KH. Baidlowi Lasem

KH. Baidlowi Lasem lahir pada tanggal 12 syawal 1297 hijriyah atau kalender masehi adalah 17 september 1880, kiai baidlowi mempunyai nama aslinya adalah Ahmad Baidlowi. Beliau dilahirkan di Dukuh Sumur Kepel Desa Sumbergirang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Ayahnya bernama kiai Abdul Aziz dan ibunya Nyai Mukminah yang masih keturunan darah biru, seorang ulama yang disegani banyak kalangan. Untuk nasab Kiai Baidlowi dari jalur ayahnya, Kiai Abdul Aziz yang bersambung dengan Sayyid Abdurahman (mbah sambu). Nasab lengkapnya yaitu Kiai Baidlowi al-Lasemi bin Kiai Abdul Aziz bin Kiai Baidlowi Awwal bin (Ki jayatirta) bin Kiai Abdul Latif bin Kiai Abdul Bar bin Kiai Abdul Alim bin Sayyid Abdurahman (Mbah syambu) bin Sultan benowo bin Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya). Untuk jalur ibunya, Kiai Baidlowi al-lasemi masih bersambung dengan darah Sunan Ampel, yaitu Kiai Baidlowi al- lasemi bin Nyai Mukminah binti Kiai Imam Mahali Sulang bin Kiai Ishaq Arum. Dari Kiai Ishaq Arum ini, dalam catatan adalah orang yang menurunkan Kiai Abdul Latif. Yaitu Kiai Abdul Latif bin Kiai Abdul Bar bin Kiai Ishaq bin Kiai Mas Arum. Dari sini, nasab sang ibu bersambung dengan Sunan Ampel, salah satu walisongo. Dari nasab tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kiai Baidlowi Lasem masih mempunyai darah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Pada waktu kecil Kiai Baidlowi Lasem berada di lingkungan yang mengedepankan nilai nilai keagamaan sebagai pondasi utama dalam menapakan sebuah kehidupan. Sejak kecil beliau di didik ayahnya, Kiai Abdul Aziz untuk mengikuti pengajian pengajian kecil yang di pimpim oleh sang ayah selama kurang lebih 7 tahun tentang dasar dasar ajaran islam seperti membaca Al Quran, Ilmu Nahwu-Sharaf, Tafsir, Hadits, dan lain lain, sebagai bekal untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Selain kajian dasar ilmu agamanya, beliau mendapatkan Baiat dan sanad Tarekat Syatariyah. Kemudian melanjutkan Pendidikan agama di bawah asuhan KH. Umar bin Harun Sarang. Jiwa kepemimpinan Kiai Baidlowi dibentuk dalam Pendidikan pesantren ini sehingga sempat diangkat menjadi lurah pondok. Beliau menyantri kepada KH. Umar bin Harun Sarang selama 10 tahun. Masa masa ini menjadi sangat penting terhadap pemikiran keagamaanya Kiai Baidlowi muda. KH. Umar merupakan orang penting ke dua setelah ayahnya yang memiliki saham besar dalam pendidikan keagaman Kiai Baidlowi. Kiai Baidlowi muda melanjutkan pendidikan keagamannya di pesantren jamsaren Solo, yang di asuh oleh Kiai Idris selama 5 tahun. Selain menjadi santri beliau juga diberi kesempatan untuk mengajar kitab kitab tertentu. Selesai dari Solo, beliau ini melanjutkan pendidikan keagamaannya di pesantren pandangan bojonegoro yang diasuh oleh Kiai Hasyim pandangan yang dikenal sebagai ulama pakar Shorof. Kiai Hasyim ini mempunyai mempunyai karya dalam bidang shorof yang dikenal shorof pandangan. Kitab ini sampai sekarang masih digunakan dalam mata kuliah di sebagian pesantren dalam memahami kajian ilmu Sharaf. Selanjutkan setelah menuntut ilmu di bojonegoro Kiai Baidlowi al-lasemi melanjutkan belajarnya di Makkah, beliau juga belajar kepada KH. Mahfudz At-Turmusi seorang kiai yang berasal dari Indonesia. Kepada KH. Mahfudz At-Turmusi Kiai Baidlowi muda mendalami kajian ilmu Hadist. Di masa sulit itu, sulit rasanya belajar di negeri orang jika memiliki akses ekonomi yang cukup kuat. Hal ini terjadi karena kondisi Indonesia saat itu yang masih dalam masa penjajahan, sehingga cukup sulit jika ada beberapa masyarakat yang hendak melanjutkan pendidikan di luar Indonesia. Masa remaja beliau dihabiskan di negara dimana terdapat kiblat umat muslim ini.

Setelah menghadapi rintangan rintangan yang berat Kiai Baidlowi al-Lasemi di daerah asalnya. Kehadiran beliau di tanah kelahirannya sangat nantikan oleh ibunya yaitu Nyai Mukminah beliau diharapkan dapat meneruskan perjuangan sang ayah yaitu mengasuh pesantren Wahdatut Tullab (Al Wahdah) warisan Ki Jayatirta yang merupakan kakek buyut beliau. Pesantren ini sudah lama ditinggal oleh pengasuhnya yaitu Kiai Abdul Aziz yang merupakan ayah beliau, maka tidak heran jika keluarganya menaruh harapan besar kepada beliau untuk meneruskan misi dakwah yang telah dilakukan oleh ayahnya. Supaya misi dakwahnya sempurna dan nantinya akan membantu beliau dalam berdakwah, maka akhirnya Kiai Baidlowi Lasem menikah dengan seorang gadis bernama Nyai Halimah yang merupakan putri dari Kiai Shiddiq dari Tasikagung, Rembang. Pernikahan beliau tersebut di karuniai tiga keturunan yaitu Kiai Abdul Bar, Nyai Raudloh dan yang satunya meninggal waktu kecil.

  • Kontribusi dalam Pengembangan Agama Islam

Setelah menikahi Nyai Halimah, beliau meneruskan ayahnya sebagai pengasuh pondok pesantren yang bernama PonPes. Wahdatuttulab (Al- Wahdah) peninggalan kakek buyutnya. Pengajian yang diampu ayahnya dan juga kakek buyutnya akan dihidupkan kembali oleh beliau. Beliau dikenal sangat istiqomah dalam mengajar walaupun yang hadir hanya satu atau dua orang. Meskipun pesantren yang diasuh beliau merupakan salah satu pesantren tua di lasem, jumlah santri beliau tidakah banyak seperti yang dikatakan Kiai Maimoen Zubair yang berbunyi “Tidak ada dalam sejarahnya pondok pesantren yang diasuh Mbah Kiai Baidlowi Lasem saat itu santrinya banyak paling mentok 50 santri”. Kiai Baidlowi Lasem mengajarkan kepada santrinya melalui kitab kitab dengan cara diulang ulang, diantara kajian kitabnya adalah Syarah Ibnu Aqil, Ihya ulum al-Din dan Tafsir al-Baidlawi. Meskipun santri yang mengaji kepada beliau tidaklah banyak, namun kebanyakan mereka menjadi ulama berpengaruh pada masanya, ketika kembali ke kampung halamannya, diantaranya Kiai Abdul Faqih (pengasuh Pondok Pesantren Langitan), Abuya Dimyathi (Banten), Gus Miek (pengasuh Pesantren Al Falah Ploso), Kiai Muntaha Al-Hafidz (pengasuh Pesantren Al-Asy’ariyah kalibeber), Kiai Mustain Romli (Peterongan, Jombang), Kiai Nurul Huda Jazuli (pengasuh Pesantren Al-Falah Ploso), Kiai Abdullah Abbas (Buntet), Kiai Maimoen Zubair (pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang), Kiai Abdul Hafidz (Rembang), Kiai Khudlori (Tegalrejo) Kiai Abdul Hamid (Pacitan,Termas), Kiai Asrori (Magelang), Kiai Hasyim (Purworejo), Kiai Abdul Halim (Sidogiri), Kiai Ahmad Abdul Haq (Watucongol,Magelang), dan lain lain. Cara mengajar serta mendidik santrinya yang sangat telaten beliau juga tidak pernah memarahi santri santrinya. Cara tersebut ditandai ketika salah satu santrinya ada yang kehabisan atau kekurangan karena kiriman ongkos dari orang tuanya yang telat, maka santri tersebut tidak segan segan untuk meminta pinjaman pada beliau dan beliau pun dengan senang hati memberikan pinjaman tersebut. Kiai Baidlowi Lasem juga memiliki sifat mulia seperti yang diungkapkan oleh Kiai Abdullah Faqih bahwa beliau adalah seorang kiai yang tidak pernah menyusahkan atau membebani para santrinya bahkan tidak pernah memarahinya. Beliau sangat akrab dengan para santrinya. Keakraban tersebut ditandai ketika beliau sering mandi dan buang hajat di kamar mandi yang digunakan oleh para santri. Selain mengajar di pesantren beliau juga mengajar di Masjid jami’ Lasem dan mendirikan madrasah Al-Jailaniyah yang gedungnya berada di area masjid jami’ Lasem. Kajian ilmu yang diajarkan oleh beliau di madrasah tidak hanya kitab kitab salaf atau kitab kitab yang bertuliskan arab saja namun juga memasukkan pelajaran umum seperti bahasa inggris. Sayangnya madrasah ini sudah tidak beroprasi lagi sekarang.

Selain menjadi pengasuh di pondok pesantren beliau juga ikut serta dalam berdirinya Nahdlatul Ulama. Menurut Kiai Maimoen Zubair, Kiai Baidlowi Lasem juga ikut hadir dalam perkumpulan para Kiai se-Jawa dan Madura yang diadakan di kediaman Kiai Ridwan Abdullah pada tanggal 16 Rajab 1344H/ 31 Januari 1926 M, untuk menyepakati mendirikan Jamiyyah atau organisasi Nahdlatul Ulama, hanya saja Kiai Baidlowi Lasem tidak berkenan namanya untuk dicatat sebagai muassis Nahdlatul Ulama. Apa yang disampaikan oleh Kiai Maimoen Zubair diatas diperkuat dengan cerita dari Kiai Abdul Hamid Baidlowi bahwa pasca berdirinya Nahdlatul Ulama berjarak satu tahun, yaitu ketika Nahdlatul Ulama menyelenggarakan muktamar yang ke 2 pada 1927, Kiai Baidlowi Lasem bersama saudaranya Kiai Zuhdi Pekalongan ikut menjadi anggota Dewan Pertimbangan Nahdlatul Ulama tingkat pusat, Mustasyar PBNU. Dengan menjadi Dewan Mustayar PBNU diawal dekade maka sangat dimungkinkan bahwa beliau terlibat dalam pendirian Nahdlatul Ulama, hal tersebut dikarenakan mayoritas ulama yang mendirikan Nahdlatul Ulama adalah para kiai yang belajar kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Kiai Soleh Darat as-Syamarani, Kiai Umar ibn Harun, Syaikh Mahfudz al-Termasi dan Kiai Hasyim Asy’ari. Untuk Kiai Baidlowi sendiri adalah murid Kiai Umar ibn Harun dan Syaikh Mahfudz al-Termasi. Selain itu beliau juga mempunyai hubungan akrab dengan para pendiri Nahdlatul Ulama sehingga beliau dilibatkan dalam perkara penting yaitu mendirikan Nahdlatul Ulama.

Setelah ikut serta dalam mendirikan Nahdlatul Ulama Kiai Baidlowi Lasem menjadi salah satu sesepuh NU untuk wilayah jawa tengah bersama Kiai Asnawi Kudus, Kiai Ma’shum Ahmad, dan Kiai Kholil Masyhuri, serta Kiai Zubair Dahlan yang merupakan anggota termuda. Peran Muassis NU dalam mendirikan cabang cabang diberbagai tempat sangat dominan, salah satunya adalah Nahdlatul Ulama cabang Lasem yang merupakan salah satu cabang NU tertua di Indonesia yang berdiri pada tahun 1926 M. PCNU Lasem tidak dapat dipisahan dari muassisnya khusunya Kiai Baidlowi Lasem. Sejarah berdirinya PCNU cabang lasem bermula dari Kiai Baidlowi Lasem bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW yang sedang duduk dengan beliau dan berbincang bincang. Kemudian datanglah para tokoh Nahdlatul Ulama yang hendak bertamu ke kediaman Kiai Baidlowi Lasem. Rasulullah SAW memberikan izin kepada para mereka untuk ikut bergabung bersamanya. Dari mimpi ini, beliau menafsirkan bahwa Rasulullah SAW memberikan restu jika NU masuk ke wilayah Lasem, kemudian Kiai Baidlowi Lasem mengajak sesepuh Lasem yaitu Kiai Ma’shum Ahmad dan Kiai Khalil Masyhuri untuk mendirikan NU cabang Lasem. Setelah Nahdlatul Ulama cabang lasem di sepakati berdiri, maka para masyayikh menunjuk Kiai Baidlowi Lasem sebagai Rais Syuriah PCNU lasem untuk yang pertama kalinya. Amanah ini diemban hingga akhir hayatnya.

  • Keterlibatan dalam Kegiatan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Selain mengajar di pesantren Alwahdah dan menjadi Rais Syuriah PCNU cabang Lasem beliau juga mengajar di Masjid Jami’ Lasem. Di masjid jami’ Lasem beliau dipercaya menjadi nadzir (ketua pembimbing). Hal ini menjadi bukti bahwa beliau merupakan ulama yang dituakan, baik dari keilmuanya, nasab atau usia. Beliau memakmurkan masjid Jami’ lasem dengan syiar syiar islam seperti shalat berjamaah, mengajar, dan agenda masjid lainnya yang berkaitan dengan seorang  nadzir. Jabatan ini diamanahkan kepada beliau sampai akhir hayatnya. Selain akrab dengan kaum bangsawan dan ulama, beliau juga akrab dengan kaum fakir miskin. secara tidak langsung beliau mengajarkan untuk tidak membeda bedakan status manusia termasuk non-muslim.

Ketika terjadi agresi militer belanda banyak pondok pesantren yang di bumi hanguskan karena sebagian pondok pesantren tersebut di tinggal perang oleh Kiai dan santrinya, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi terhenti. Sebagian kiai diminta untuk tidak ikut serta dalam jihad melainkan ditugaskan untuk menjalankan spiritual atau bermunajat kepada Allah Swt. Dengan tujuan agar diberikan perlindungan dan kemenangan bagi para mujahidin yang sedang berjuang. Karena hatinya sudah terpaut dengan Allah Swt, Kiai Baidlowi Lasem tidak merasa takut dengan bahaya yang sedang mengancam dirinya, meskipun pada saat itu para Kiai adalah target utama yang di incar oleh belanda. Meskipun Kiai Baidlowi Lasem tidak ikut serta dalam pertempuran, namun santri santrinya banyak yang ikut serta dalam pertempuran tersebut. Beliau adalah seorang tokoh yang di tuakan pada saat itu, sehingga dimintai doa dan nasehatnya. Tidak hanya itu pesantrennya juga dijadikan sebagai markas para pejuang dan para pejuang pada saat itu merasa nyaman jika bersembunyi di pesantren milik beliau.

  • Pengaruh Pemikiran dan Ajaran

Kiai Baidlowi Lasem dikenal memiliki pribadi yang luwes dan tidak kaku ketika menanggapi suatu permasalahan umat. Kiai Najih Maimoen pernah mengisahkan mengenai situasi bangsa Indonesia sedang dalam masa sulit, banyak tanaman padi yang gagal panen dan sebagian penduduk ada yang panen jagung. Saat tiba pada masanya menunaikan zakat fitrah menjelang idul fitri, beliau memberikan fatwa boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan menggunakan jagung yang merupakan makanan orang jawa setelah padi pada saat itu. Pendapat Kiai Baidlowi Lasem tentang fatwa tersebut ditentang oleh Syaikh Masduqi karena menurutnya belum ditemukan pendapat para ulama yang memperbolehkan zakat fitrah dengan jagung tersebut. Mendengar sanggahan tersebut, Kiai Baidlowi Lasem mengatakan ada. Hanya saja tulisannya kecil. Setelah Syaikh Masduqi mengecek langsung yang dimaksud oleh Kiai Baidlowi tersebut. Akhirnya Syaikh Masduqi menemukan apa yang di ucapkan oleh Kiai Baidlowi Lasem itu benar dan Syaikh Masduqi pun langsung setuju dengan fatwa itu.

Kiai Baidlowi Lasem juga mewariskan khazanah keilmuan kepada santrinya untuk meneruskan keilmuan beliau hingga kepada kita semua. Beliau pernah menulis sebuah risalah yang berhubungan dengan masalah bulan Rajab karya tersebut berjudul Risalah Rajabiyah yang merupakan satu satunya karya beliau yang di temukan. Risalah Rajabiyah kaya Kiai Baidlowi Lasem ini mengupas tentang masalah bulan Rajab, mulai dari keutamaanya yang termasuk bagian dari bulan ke empat dari dua belas bulan dalam islam yang dimuliakan islam.

  • Jasa Perjuangan KH. Baidlowi bin Abdul Aziz
  • Kiai Baidlowi Lasem meninggalkan warisan yang sampai sekarang masih berdiri dan berkembang di masyarakat salah satunya yaitu Pondok Pesantren Al Wahdah.
  • Terdapat makam beliau yang banyak di ziarahi para santri maupun masyarakat sekitar dan ketika haul beliau yang dilaksanakan di pondok pesantren Al Wahdah dihadiri para ulama besar dan para habib serta masyarakat umum sebagai bentuk penghormatan kepada beliau.
  • Dampak kontribusi beliau ketika menasehati pejuang dalam memertahankan kemerdekaan Indonesia dari kolonial belanda dan menjadi salah satu penggagas cikal bakal PCNU Lasem.
Ahmad Faza Wafal Arfat

Recent Posts

Supporter Sepak bola : Wujud Nasionalisme Modern

Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…

18 jam ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (2)

Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…

2 hari ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (1)

Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…

2 hari ago

Jaga Ucapanmu

Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…

3 hari ago

Mencegah Radikalisme di Kampus: Peran Mahasiswa dalam Membangun Lingkungan Akademik yang Inklusif

Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…

3 hari ago

Es Teh Setiap Hari: Sehat atau Bahaya?

Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…

3 hari ago