Kajian

Perbuatan Buruk Mengakibatkan Diri Sendiri dan Lingkungan Menjadi Terpuruk

Taqwa adalah menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan Allah SWT. Dalam kehidupan sehari-hari menjalankan perintah-perintah Allah swt itu kita implementasikan dalam bentuk perbuatan-perbuatan taat atau ibadah kepada Allah swt sedangkan menjauhi larangan-larangan Allah swt itu kita implementasikan dengan menjauhi maksiat kepada Allah swt.

Terkadang terbisik dalam hati kecil kita tentang manakah yang lebih berat antara melakukan perintah Allah dengan menjauhi larangannya?.  Mengenai pertanyaan berikut maka imam al-Ghazali menjawab dalam karangan kitabnya (Bidayah al-Hidayah) sebagai berikut:

اعلم ان للدين شَطْرين احدُهما تركُ المناهى والآخرُ فعلُ الطاعاتِ، وتركُ المناهى هو الاشدُّ فان الطاعاتِ يقدِرُ عليها كلُّ احدٍ وتركُ الشهواتِ لايقدِرُ عليه الا الصِدِّقُوْنَ

“Ketahuilah bahwa agama itu mempunyai dua dasar: Pertama, meninggalkan larangan-larangan Allah swt. Kedua, menjalankan ketaatan kepada Allah swt meninggalkan larangan-larangan Allah swt lebih berat daripada menjalankan keta’atan kepada-Nya, karena setiap orang mampu melaksanakan ketaatan kepada Allah swt sedang menjauhi larangan-larangan-Nya hanya orang yang siddiqin saja yang mampu melakukannya”.

Imam Ghazali menyatakan bahwa menjauhi larangan dengan menjalankan perintah Allah SWT itu lebih berat menjauhi larangan Allah SWT, karena larangan Allah SWT cenderung dengan hal-hal yang disenangi oleh hawa nafsu manusia sedangkan perintah Allah SWT cenderung dengan hal-hal yang tidak disenangi oleh nafsu manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa menjauhi larangan Allah SWT lebih berat dari pada menjalankan Allah SWT.  hal ini sebagaimana hadis riwayat imam al-Tirmidzi:  

عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: حُفَّت الجَنَّةُ بالمكاره وحُفَّت النَّارُ بالشهوات (رواه الترميذى)

Dari Anas ibn Malik bahwa Rasulullah saw bersabda: “Surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak disenangi (nafsu) sedangkan neraka selalu diselimuti oleh hal-hal yang disenangi (nafsu)”.(HR. Tirmidzy)

Meninggalkan larangan Allah SWt yang merupakan sesuatu yang lebih berat, maka kita harus menjaga diri kita dengan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT. Diri kita merupakan amanat dari Allah SWT, jika kita membebaskan diri kita bertindak dengan hawa nafsu maka termasuk orang yang mengkhianati kepada Allah SWT. Imam Al-Ghazali menyatakan:  

وَاعْلَمْ اِنَّكَ اِنَّمَا تَعْصِى اللهَ بِجَوَارِحِكَ وَهِيَ نِعْمَةٌ مِنَ اللهِ عَلَيْكَ وَاَمَانَةٌ لَدَيْكَ فَاِسْتِعَانَتُكَ بِنِعْمَةِ اللهِ عَلَى مَعْصِيَتِهِ غَايَةُ الكُفْرَانِ، وَخِيَانَتُكَ فِى اَمَانَةٍ اِسْتَوْدَعَكَهَا اللهُ غَايَةُ الطُغْيَانِ، فَاَعْضَاؤُكَ رِعَايَاكَ فَانْظُرْ كَيْفَ تَرْعَاهَا، فَكُـلُّــــكُمْ رَاعٍ وَكلكم مَسؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Ketahuilah! engkau melakukan maksiat itu dengan memakai anggota badanmu, yang itu merupakan nikmat dan amanat bagimu. Penggunaanmu atas nikmat tersebut untuk maksiat kepada Allah merupakan bentuk pengingkaran yang amat besar, sedang pengkhianatanmu atas amanat yang dititipkan Allah kepadamu untuk maksiat kepada-Nya merupakan bentuk pengkhianatan yang amat besar. Seluruh anggota badanmu adalah hal-hal yang harus kamu pelihara, oleh sebab itu perhatikanlah bagaimana kamu menjaganya. Kalian semua adalah pemimpin, dan masing-masing akan mempertangungjawabkan terhadap apa yang dipimpinnya”.

Perbuatan buruk yang merupakan bentuk pengkhianatan dari amanat Allah SWT ternyata juga berdampak pada lingkungan di sekitarnya. Berikut dampak perbuatan tercela terhadap pelakunya dan kepada lingkungan sekitar :

1.) Mengurangi Riski

Perbuatan buruk juga mengakibatkan sulitnya mencari kebutuhan hidup dan sandang-pangan terhadap pelaku maksiat tersebut. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Iman Ahmad dalam kitab musnadnya sebagai berikut:

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ (رواه احمد في مسنده)

Diriwayatkan dari Tsauban, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba itu terhalang rezekinya sebab dosa yang diperbuatnya”. (HR. Ahmad Dalam Musnadnya)

2.) Tertimpa Musibah

 Musibah ini bisa berbentuk sakit, kecelakaan, keresahan, kesusahan, kerugian dalam usaha dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Muslim sebagai berikut:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ وَأَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ :« مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ.) مسلم(

Dari Abi Sa’id al-Khudri dan Abi Hurairah, bahwasanya keduanya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang Mukmin tertimpa musibah berupa sakit, payah, penyakit, sedih hingga susah (memikirkan sesuatu yang akan dihadapinya) kecuali dengan musibah itu dilebur dosa-dosanya.”

Dalam surat al-Ankabut: 40 Allah berfirman:

فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّن أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِباً وَمِنْهُمْ مَّنْ أَخَذَتْهُ ٱلصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ ٱلأرْضَ وَمِنْهُمْ مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَـٰكِن كَانُواْ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (العنكبوت: 40)

“Maka masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. (al-Ankabut: 40)

Umat-umat terdahulu mendapat azab dari Allah SWT karena sering melakukan maksiat yang amat besar. Padahal nikmat Allah SWT yang sangat banyak yang diberikan kepada umat-umat terdahulu. Hal itu karena sudah tertutupi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak untuk maksiat.

Terkadang jika kita melihat di sekitar kita banyak orang yang melakukan maksiat juga banyak. Mulai dari pacaran, judi, tidak pernah sholat, sering meminum minuman keras dan lain sebagainya. Akan tetapi mereka selalu mendapatkan sesuatu yang mereka cita-citakan.

Maka perlu diketahui bahwa hamba tersebut merupakan hamba yang tidak mendapatkan ridha Allah SWT. Allah SWT sengaja membuat hamba tersebut terlelap dalam limbah kemaksiatan yang mengakibatkan diri mereka semakin jauh kepada Allah SWT. Jika tiba waktunya Allah SWT akan mengambil mereka dalam keadaan maksiat lalu Allah SWT akan menyiksa tanpa melepaskannya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:

عن أبي موسى الأشعري – رضي الله عنه -: قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ اللهَ لَيُمْلي لِلظَّالمِ، حتَّى إذا أَخذه لم يُفْلِتْهُ»، ثم قرأَ {وكَذلكَ أَخْذُ ربِّكَ إذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِي ظالمِةٌ، إِنَّ أَخْذَهُ أَليمٌ شَديدٌ} [هود: 102]. (أخرجه البخاري، ومسلم، والترمذي)

“Sesungguhnya Allah swt memberikan tempo kepada seorang dzalim (dibiarkan dalam kedzalimannya, tidak diperingatkan dengan bala atau musibah) tetapi jika (sudah tiba waktunya) maka Allah mengadzabnya, dan tidak akan melepaskannya”. Kemudian Nabi membaca surat Hud: 102; “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”. (HR. al-Bukhary, Muslim dan al-Tirmidzi)

Begitupun sebaliknya, kita juga sering menemukan orang yang selalu taat kepada Allah SWT tetapi selalu mendapatkan musibah. Maka ketahuilah bahwa hamba tersebut sedang diuji ketaqwaanya dan akan dinaikkan derajatnya dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.  Pernyataan inilah yang dimaksud hadits riwayat al-Bukhary dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:

من يرد الله به خيرا يصب منه (رواه البخاري) ومعنى الحديث أن من أراد الله به خيرا ابتلاه بالمصائب ليثيبَه عليها

“Barang siapa dikehendaki Allah baik,  maka Allah akan memberikan ujian kepadanya” (HR, al-Bukhari), maksud hadits adalah barang siapa dikehendaki Allah baik maka Allah akan mengujinya dengan beberapa musibah, demikian ini agar ia mendapatkan pahala dari musibah tersebut”

Dampak buruk perbuatan maksiat yang membawa kerugian terhadap pelakunya ternyata juga membawakan dampak terhadap lingkungannya. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Ahmad dan al-Thabrani:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا ظَهَرَتْ الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي عَمَّهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا فِيهِمْ يَوْمَئِذٍ أُنَاسٌ صَالِحُونَ قَالَ بَلَى قَالَتْ فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ قَالَ يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسَ ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ (رواه أحمد والطبراني)

Dari Umi Salamah, istri Rasulullah saw, bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila maksiat telah melanda umatku secara merata, maka Allah meratakan adzab kepada mereka, “Saya bertanya: “Ya Rasulullah tidakkah di antara mereka saat itu masih ada orang-orang yang baik?” Rasul menjawab :”Ya”, saya bertanya: ”Apa yang mereka lakukan?“ Rasulullah menjawab: “Adzab itu menimpa kepada mereka sebagaimana yang menimpa manusia (pada umumnya), tetapi (di akhirat nanti orang yang baik yang tidak ikut maksiat) akan mendapat maghfirah dan ridha dari Allah” (HR. Ahmad dan al-Thabrany).

Hadits di atas dengan jelas menunjukan bahwa akibat buruk perbuatan maksiat yakni berupa adzab dunia tidak hanya menimpa pelaku maksiat itu saja, tetapi juga menimpa orang-orang yang tidak berdosa.

Hadist ini sesuai  dengan Nabi Musa AS yang mempertanyakan kepada Allah SWT tentang dampak perbuatan buruk membawa kerugian terhadap orang yang tidak melakukannya. Allah SWT menjawab pertanyaan Nabi Musa AS dengan mendatangkan satu semut yang menggigit Nabi Musa AS yang kemudian Nabi Musa AS menyingkirkan semua semut yang di sekitarnya, tidak menyingkirkan satu semut saja yang menggigitnya.

Semoga kita semua termasuk golongan orang yang menggunakan amanat dari Allah SWT dengan sebaik-baiknya dan semoga kita senantiasa dijaga oleh Allah SWT dari fitnah dunia yang mengakibatkan kita tidak mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amiin Ya Robbal Alamin

Ahmad Faza Wafal Arfat

Recent Posts

Supporter Sepak bola : Wujud Nasionalisme Modern

Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…

21 jam ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (2)

Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…

2 hari ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (1)

Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…

2 hari ago

Jaga Ucapanmu

Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…

3 hari ago

Mencegah Radikalisme di Kampus: Peran Mahasiswa dalam Membangun Lingkungan Akademik yang Inklusif

Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…

3 hari ago

Es Teh Setiap Hari: Sehat atau Bahaya?

Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…

3 hari ago