santrimillenial.id – Agama Islam seringkali dipandang menjadi agama yang mempunyai banyak aturan syari’at dan memberatkan pelakunya. Pandangan ini muncul terkadang dari orang non Islam, dan lebih banyak dari orang Islam sendiri. Alhasil Orang non Islam tidak tertarik masuk agama Islam dan minimnya keimanan orang Islam. Sehingga ia menjalankan syari’at hanya sebatas formalitas.
Padahal, syari’at sholat harus memperhatikan waktu-waktunya, syarat-syarat sahnya, fardlu-fardlunya, perkara-perkara yang membatalkannya, dan masih banyak lagi hal yang berhubungan dengan sholat. Begitupula dengan syari’at-syari’at yang lain, terdapat ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan. Hal ini terkadang yang disepelekan oleh orang awam karena dinilai terlalu memberatkan. Sehingga terbesit dalam benaknya “Shalat ya, tinggal sholat saja.”
Syari’at adalah Kalamullah yang kemudian disempurnakan oleh Rasulullah. Di dalamnya ada dua pembahasan. Kalamullah yang membahasa tentang keyakinan (hukum i’toqod) dan Kalamullah yang berhubungan dengan perbuatan kawulo (hukum far’i). Hukum yang paling menonjol dan banyak diperdebatkan adalah hukum far’i.
Syari’at Disesuaikan dengan Usaha dan Kemampuan Manusia
“Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhan mu dan berbuatlah kebajikan supaya kalian menjadi orang-orang yang meraih kemenangan. Dan bersungguh-sungguhlah dalam (menuju) Allah SWT dengan sebenar-benarnya kesungguhan. Dia SWT telah memilihmu dan Dia SWT tidak menjadikan kepada kalian dalam urusan agama ini suatu kesempitan (kesulitan, keberatan).” (QS. Al-Hallaj 77-78)
Syari’at Islam tidak hanya akan memantik kerumitan, kerepotan, apalagi kemudharatan bagi hidup manusia. Syari’at Allah bertujuan untuk menata kehidupan manusia dalam kemaslahatan-kemaslahatan yang disesuaikan dengan daya usaha dan kemampuan manusia itu sendiri. Seperti diwajibkannya haji bagi orang yang mampu. Rukun Islam yang ke empat ini mewajibkan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji.
Di dalam Ushul fiqih, kewajiban ini termasuk kewajiban yang diluaskan. Artinya, tidak diperintahkan untuk segera melakukannya. Hanya diwajibkan kepada orang yang mampu. Mampu kondisi tubuh, artinya sehat untuk bepergian jauh. Mampu uang saku, artinya mampu membayar perjalanan haji dan mempunyai uang yang cukup untuk saku dan untuk keluarga yang ditinggalkan di rumah. Jika belum mampu, maka belum diwajibkan menunaikan ibadah haji sampai mampu.
Prof. Quraish Shihab, mengatakan bahwa beragama agama fitrah, yakni mengandung makna bahwa tidak ada satupun petunjuk (kewajiban) agama (syari’at Islam) yang bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia untuk mendapatkan kemaslahatan-kemaslahatan kehidupan. Tentu, aspek kemudahan, kesederhanaan, dan kesenangan dalam melaksanakannya menjadi bagian dan fitrah manusia itu.
Tetap Menjalankan Perintahnya dengan Penuh Totalitas
Setiap hukum syari’at memiliki reward dan punishment. Hasil dari seberapa taat mereka kepada Allah SWT. Efek dari melakukan kewajiban adalah adanya pahala dan efek meninggalkan kewajiban adalah adanya dosa yang diterima. Melakukan kesunnahan mendapatkan pahala dan ketika meninggalkannya tidak ada ancaman apapun. Melakukan keharaman mendapat sebuah dosa dan ketika meninggalkannya mendapat pahala. Kalau makruh sebaliknya. Jika ditinggalkan mendapat pahala dan ketika dilakukan tidak berefek apapun.
Reward dan punishment dari setiap hukum itu, tergantung dari perbuatan manusia dalam menjalankan perintah dan larangan Allah SWT. Beriman dan beribadah kepada Allah SWT haruslah dengan penuh totalitas. Terlepas dari banyaknya kemudahan yang terselip dari setiap perintahnya.
Tidak cukup hanya dengan melakukan kewajiban-kewajibannya saja. Tetapi juga harus menyempurnakan dengan melakukan kesunahan-kesunahan. Karena terkadang, pahala didapatkan tidak hanya dengan melakukan kewajiban sesuai yang ditetapkan syari’at. Ada unsur batiniah yang mempengaruhinya. Keimanan dan keikhlasan. Ini yang nantinya akan menentukan diterima dan tidaknya kewajiban yang manusia lakukan.
Tidak ada yang mengetahui apakah amal baik seorang hamba akan diterima atau tidak. Hanya Allah lah yang tahu. Maka, bagi seorang hamba harus menjalankan syari’at Allah dengan totalitas, jangan seenaknya saja. Amalan-amalan Sunnah bahkan mubah harus tetap kita jalankan. Apalagi perintah kewajiban.
“Siapa yang bersungguh-sungguh berusaha untukencari (keridhaan) kami, maka sungguh akan kami berikan petunjuk jalan-jalan kami kepada mereka…
Oleh: Putri Nadillah