Model Dakwah Walisongo

Sekitar abad ke-15 awal masyarakat Jawa, khususnya di wilayah pesisir pantai Utara sudah banyak yang memeluk agama Islam. Tidak lain bermula dari dakwah Walisongo. Sehingga mereka mempunyai peran yang begitu penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.

Keberhasilan Walisongo mengislamkan masyarakat Jawa menjadi sorotan. Lantaran, masyarakat Jawa dulu sudah beradaptasi puluhan tahun dengan agama Hindu, Budha dan Kejawen. Akan tetapi sembilan wali tersebut mampu mengemas dakwah dengan lihai agar orang-orang menerima Islam dengan baik. 

Masing-masing Walisongo mempunyai cara yang berbeda di setiap wilayahnya. Entah mengenalkan Islam kepada masyarakat Jawa secara sosial, kultur, teologis, seni, kelembagaan maupun dengan media budaya Jawa. Variasi yang mereka terapkan, tentunya, melihat situasi dan kondisi di masing-masing tempat. 

Metode penyebaran Islam Walisongo dengan akulturasi menjadi perhatian karena menyisipkan nilai-nilai Islam terhadap budaya Jawa agar masyarakat dapat memahami dan menerima dengan mudah. 

Demikian strategi dakwah Walisongo yang hingga kini dikenal oleh masyarakat Islam di Indonesia.

Sunan Gresik

Kelahiran Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik masih ada perbedaan pendapat. Melansir di Jakarta Islamic Senter, ayah dari sunan Ampel ini, lahir di Samarkand Asia Tengah di tengah abad ke-14.

Beberapa metode dakwah beliau dengan pendekatan keagamaan dan sosial. Beliau tidak memaksakan masyarakat yang mayoritas beragama Hindu dan Budha untuk masuk Islam. Sunan Gresik dalam memperkenalkan Islam, mengutamakan membaca adat istiadat dan komoditas utama di wilayah tersebut, salah satunya dengan berdagang dan mengajarkan ilmu pertanian.

Demikian masyarakat menghormati Maulana Malik Ibrahim sehingga setelah itu orang-orang dengan mudah menerima ajaran Islam yang disampaikan olehnya. Setalah itu beliau mendirikan pesantren dan masjid sebagai media pengajaran agama Islam.

Beliau memberi pengetahuan tentang ajaran Islam dengan tutur yang baik dan laku yang sopan sehingga merikan kesan yang positif kepada masyarakat di sekitarnya. Beliau wafat tahun 1419 Makamnya berada di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Ampel

Sunan kelahiran Vietnam di Kerajaan Champa ini mempunyai nama asli Raden Rahmat. Beliau menyiarkan agama Islam di Jawa Timur dan wafat pada 1406 M. Makamnya berada di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. 

Perjalanan dakwah beliau menjadi kuat ketika berhasil meyakinkan Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning beserta keluarganya untuk masuk Islam. Melansir di Nu Online Raden Rahmat terkenal dengan ajaran Moh limo yang ingin memperbaiki akhlak masyarakat Jawa.

Pendekatan intelektual yang Raden Rahmat gunakan juga berhasil dengan mengadakan diskusi-diskusi kemudian mendirikan pesantren dan mengembangkan pendidikan Islam disana. Selain itu, beliau sukses mengakulturasikan istilah Jawa atau Hindu dan Budha kedalam Islam. 

Misalnya, menamakan mushola dengan langgar yang terdengar seperti sanggar. Sanggar pada saat itu menjadi tempat pemujaan orang Jawa. Istilah sholat dirubah menjadi sembahyang. Lalu menggunakan alat bedug yang disukai masyarakat Budha dan kentongan digemari orang Hindu untuk dijadikan alat penanda masuknya waktu sholat .

Sunan Giri

Nama lengkapnya Muhammad Ainul Yaqin, murid dari sunan Ampel. Beliau mensyiarkan Islam dengan seni seperti pertunjukan wayang yang dimana lakon, cerita dan suluknya diganti dengan nilai keislaman. Tembang macapat yang beliau ciptakan terkenal dengan “Asmaradana dan Pucung”. Cara lainnya dengan memperkenalkan permainan dan syair yang populer hingga kini yaitu Cublak-cublak Suweng, Padang Bulan, Gula Ganthi, Jamuran, Kelingan dan Delikan.

Ada lagi strategi yang beliau gunakan dengan cara politik. Saat Raden Fatah menjadi raja, sunan Bonang menjadi penasehat sekaligus panglima perang di Kerajaan Demak. Beliau juga menjadi penyusun kebijakan kerajaan. Demikian beliau menggunakan kesempatan tersebut untuk mensyiarkan ajaran agama Islam.

Sunan Bonang

Nama asli beliau Maulana Makhdum Ibrahim yang terkenal sebagai ahli Ilmu Tauhid dan Kalam, putra Sunan Ampel.  Beliau meninggal tahun 1525 dan makamnya berada di Tuban. Di sana beliau juga mendirikan pesantren. 

Menukil dari tulisan Arif Gumantia dengan judul “Puasa dan Piwulang Sunan Bonang” menjelaskan jika Sunan Bonang dalam berdakwah mengedepankan kedamaian melalui cara Islam yang rahmatal lilãlamin dengan mengakulturasikan kebudayaan sekitar dengan nilai Islam.

Salah satunya memperkenalkan nilai-nilai puasa dan lebaran yang dikaitkan dengan “kupat” sebagai kekhasan orang Jawa pada masa ikut. Hingga kini “kupat” identik dengan lebaran. Strategi yang beliau gunakan diantaranya dengan metode budaya. Maulana Makhdum memasukan unsur keislaman kepada tradisi Jawa seperti acara selamatan.

Selain terkenal sebagai ulama juga populer sebagai seorang seniman karena mahir dalam pewayangan. Beliau menggunakan gamelan sebagai media dakwah. Sunan Bonang sebagai sunan sebelumnya, mendirikan musholla ditepi Sungai Brantas Desa Singkat yang sekarang menjadi Masjid Astana. Beliau mengganti Tembung macapat dengan kidung Bonang sebagai kekhasannya.

Selain menggunakan seni, Maulana Makhdum memperkenalkan Islam melalui ilmu kebatinan dengan mengembangkan dzikir dari Nabi Muhammad lalu menciptakan gerakan fisik yang mengambil dari bentuk huruf Hijaiyah. Tujuannya mengajak masyarakat sholat dan dzikir. Komunitas tersebut masih ada hingga sekarang dan bernama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia.

Sunan Drajat

Atau Raden Qosim yang memperkenalkan Islam dengan cara melebur dengan masyarakat. Beliau berdakwah pernikahannya dengan putri para petinggi di desanya. Dalam mengambil perhatian orang-orang disekitar. Sunan Drajat mengadakan ronda untuk menjaga keamanan desa dari gangguan makhluk halus kala itu.

Raden Qosim juga sangat memperhatikan semua warga. Beliau berusaha untuk memberantas kemiskinan. Dengan usahanya yang ikhlas dalam kemanusiaan berbuah manis, karena masyarakat mudah percaya dana menerima ajaran yang beliau sampaikan. 

Beliau juga turut memperkenalkan Islam dengan seni yakni gamelan dan pada tembang macapat yang kita kenal dengan Pangkur.

Sunan Kalijaga

Nama asli beliau ialah Raden Syahid atau Masyahid. Beliau lahir sekitar tahun 1430-an. Namun tahun kelahiran beliau masih menuai berdebatan, aja juga yang mengatakan, beliau lahir pada tahun 1450. Terkait asal-usul nama Sunan Kalijaga berawal dari kisahnya yang berguru pada Sunan Bonang yang memerintahkan beliau menjaga tongkat.

Sunan Bonang menancapkan tongkat ditepi sungai dan memberi amanat kepada Raden Syahid untuk menjaganya hingga bertahun-tahun. Sehingga beliau mendapatkan julukan Sunan Kalijaga.

Dalam berdakwah beliau terkenal dengan cara seni dan kearifan lokal. Sunan Kalijaga juga menggunakan seni ukir wayang sebagai media mensyiarkan Islam. Kemudian syair populer beliau berjudul lir Ilir sudah banyak tersebar dari banyak kalangan dari muda hingga tua. Tembang lainnya ialah gundul-gundul pacul.

Sunan Muria

Nama asli Sunan Muria yakni Raden Umar. Dalam berdakwah beliau terkenal dengan “topo ngeli” yang berarti menghanyutkan dirinya kepada masyarakat. Beliau lebih mementingkan rakyat dengan hidup bersamanya tanpa menjadi seorang bangsawan. 

Sebelum mensyiarkan agama Islam, Raden Umar memberikan pengajaran kepada masyarakat tentang keterampilan berlaut, menjadi nelayan dan berdagang karena media yang dekat dengan mata pencaharian ialah air.  Beliau memahami orang-orang disekitar yang sulit belajar ilmu pengetahuan. Sehingga mengawali dakwah dengan memberi skill supaya mudah menaklukan mereka.

Beliau juga memanfaatkan gamelan dan wayang di wilayah Jawa dalam berdakwah. Adapun tembang yang Raden Umar ciptaan dalam Jawa terkenal dengan “Sinom dan Kinanti”. Selain itu beliau juga mengakulturasikan budaya Jawa dengan Islam seperti acara mengirim doa kepada orang meninggal, tiga hari dan seribu hari. Tentunya, memasukan nilai-nilai ajaran Islam di dalamnya.

Sunan Kudus 

Ja’far Shodiq merupakan nama aslinya. Masjid Kudus menjadi bukti peninggalan beliau dalam berdakwah. Strategi beliau mengakulturasikan budaya sangat terlihat dalam arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara mengambil budaya Hindu yang terdapat pada candi mereka. Kemudian tempat wudhu atau pancuran termotivasi dari unsur ajaran Budha. Tentunya agar menarik perhatian mereka sehingga mudah menerima Islam.

Sebagaimana sunan lainnya, Ja’far Shodiq juga membuat tembang macapat yang berjudul “Maskumambang dan mijil”. Beliau begitu mahir dalam membaca keadaan. Dalam berkurban beliau mengganti hewan Sapi dengan Kerbau. Pasalnya, agama Hindu mempunyai kepercayaan, Sapi menjadi hewan suci. Beliau menambahkan, berkurban bukan untuk sesaji namun bentuk syukur.

Selain melalui budaya dan seni Sunan Kudus juga mengajarkan masyarakat membuat keris, membuka kerajinan emas serta alat pertukangan sebagai teknologi terapan.

Sunan Gunung Jati

Mempunyai nama asli Maulana Syarif Hidayatullah. Beliau juga memiliki nama lain diantaranya Fatahillah, Said Kamil, Syekh Nuruddin Ibrahim bin Maulana Ismail dan Maulana Syekh Makhdum Rahmatullah. Julukan-julukan tersebut tercantum dalam tulisan karya Rosidi yang berjudul  “Metode Dakwah Masyarakat Multikultur”. 

Dalam memperkenalkan Islam, Sunan Gunung Jati mengajarkan untuk toleran terhadap agama apapun untuk menjaga kerukunan dan kedamaian masyarakat. Baik kepercayaan Jawa, Budha hingga Hindu sehingga Islam mendapatkan penyambutan yang baik.

Maulana Syarif Hidayatullah juga memperkenalkan Islam dengan menggunakan wayang dan gamelan. Karena memang di Jawa yang penduduknya penganut Budha dan Hindu sangat kenal dengan seni gamelan dan wayang. Beliau juga mendirikan masjid dengan menggabungkan arsitektur Islam dan Jawa.

Sumber Gambar: Liputan6.co 

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *