santrimillenial.id – Penetapan 1 Ramadhan 1445 H telah dilakukan oleh pemerintah, bahwa awal bulan Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Selas, 12 Maret 2024. Sehingga umat muslim di Indonesia diwajibkan untuk melakukan ibadah puasa pada bulan tersebut.
Kewajiban puasa sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 138 yang berbunyi
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Ayat di atas secara shorih (jelas) menjelaskan tentang kewajiban puasa bagi umat Islam. Kewajiban ini bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Karena pada bulan Ramadhan, selain melakukan puasa, terdapat banyak tradisi yang mendukung seorang muslim menjadi lebih bertaqwa dari pada bulan-bulan sebelumnya. Seperti tradisi melakukan sholat sunnah tarawih, tadarus Al-Qur’an, dan kajian-kajian Ramadhan.
Dengas demikian, puasa merupakan momentum untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Berkaitan dengan peningkatan taqwa, Imam Ghazali menjelaskan bahwa puasa mempunyai 3 tingkatan. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin
اِعْلَمْ أَنَّ الصَّوْمَ ثَلاَثُ دَرَجَاتٍ صَوْمُ الْعُمُوْمِ وَصَوْمُ الْخُصُوْصِ وَصَوْمُ خُصُوْصِ الْخُصُوْصِ
Artinya: “Ketahuilah! Bahwa puasa mempunyai 3 tingkatan, yaitu shoumul umum, shoumul khusus, dan shoumul khususul khusus.
Penjelasan Imam Al-Ghazali di atas menekankan bahwa terdapat 3 tingkatan puasa. Pembedaan ini berdasarkan kualitas puasa yang dilakukan seseorang.
Tingkatan puasa pertama, shoumul umum, yaitu puasa yang dilakukan seseoran sebatas menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Adapun hal-hal yang dapat membatalkan puasa, sebagaimana oleh Syaikh Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qorib, di antaranya adalah masuknya sesuatu ke dalam perut, muntah-muntah dengan disengaja, bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan, dan inzal (keluarnya mani).
Kedua, shoumul khusus yaitu puasa yang dilakukan seseorang tidak hanya menahan diri dari seluruh perkara yang membatalkan puasa, melainkan menjaga telinga, penglihatan, lisan, tangan, kaki, serta seluruh bagian tubuh dari melakukan dosa.
Ketiga, shoumul khususul khusus. Tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi, karena pada tingkat ini, puasa tidak hanya dilakukan pada aspek dhohir, melainkan seseorang harus melakukan puasa pada aspek bathin, yaitu selalu menjaga hati dari hal-hal selain Allah SWT. Sehingga tingkatan ini disebut sebagai “puasa hati”.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Imam Al-Ghazali puasa dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu shoumul umum, shoumul khusus, dan shoumul khususul khusus. Wallahu a’lam.
Toleransi, sebuah kata yang sering kita dengar namun tak selalu kita pahami sepenuhnya. Di era…
Kecantikan sering kali diasosiasikan dengan penampilan fisik, seperti kulit bersih, tubuh ideal, atau wajah menarik.…
Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2024 ini, kontribusi santri sudah merebak di berbagai hal.…
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang penuh berkah dan semangat kebersamaan di tengah…
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari program KKN-Moderasi Beragama (KKN-MB) 078 IAIN Kudus yang bertempat…
Pada tanggal 9 Oktober 2024, mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari IAIN Kudus yang tergabung…