free page hit counter

Bagaimana Sikap Allah terhadap Nonis?

santrimillenial.id – Allah mensifati diri-Nya Ar-Rahman yang artinya Yang Maha Pengasih (di dunia saja).Maksudnya apa kok hanya di dunia saja?, maknanya yaitu Allah Ta’ala itu mengasihi semua makhluk-Nya yang Ada di dunia ini, namun belum tentu di akhirat nanti juga akan dikasihi dan dirahmati oleh Allah.

Rahmat Allah

Allah memiliki 100 rahmat. 1 rahmat-Nya digunakan Allah untuk merahmati seluruh makhluk-Nya yang ada di dunia, dan hanya dengan 1 rahmat tersebut Allah mampu membuat hewan buas sekalipun memiliki rasa kasih sayang terhadap anaknya. Dan 99 rahmat sisanya akan digunakan Allah di akhirat kelak. Disebutkan dalam hadits riwayat Muslim:


عن إبى هريرة رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قالَ: إنَّ لِلَّهِ مِئَةَ رَحْمَةٍ أَنْزَلَ منها رَحْمَةً وَاحِدَةً بيْنَ الجِنِّ وَالإِنْسِ وَالْبَهَائِمِ وَالْهَوَامِّ، فَبِهَا يَتَعَاطَفُونَ، وَبِهَا يَتَرَاحَمُونَ، وَبِهَا تَعْطِفُ الوَحْشُ علَى وَلَدِهَا، وَأَخَّرَ اللَّهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً، يَرْحَمُ بِهَا عِبَادَهُ يَومَ القِيَامَةِ. رواه مسلم

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Satu rahmat di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.”

Rahmat dan kasih sayang Allah begitu luas dan agung, tak pernah pilah-pilah kepada siapa Allah akan memberikan rahmat-Nya. Bahkan kepada hamba yang tidak beriman kepada-Nya sekalipun Allah tetap menyayangi dan mengasihi. Allah tetap memberinya rizqi, mencukupi kebutuhan, dan bahkan mengabulkan keinginannya. Begitu baiknya Allah kepada makhluk ciptaan-Nya.

Nabi Ibrahim dan Orang Majusi

Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin ada sebuah kisah menarik, yakni tentang Nabi Ibrahim dan orang majusi. Nabi Ibrahim terkenal dengan sifat dermawannya, tersohor ke seluruh penjuru dunia. Beliau selalu menjamu tamu-tamu yang datang ke rumahnya dengan berbagai macam suguhan dan hidangan yang lezat.

Berita itu pun sampai kepada seorang majusi yang sudah berumur 70 tahun, ia mendengar bahwa ada seorang bernama Ibrahim yang sangat dermawan, yang selalu menghormati tamu-tamu, dan menyuguhinya dengan hidangan-hidangan lezat. Kakek majusi itupun pergi ke rumah Nabi Ibrahim bermaksud ingin bertamu dan menikmati hidangan-hidangan lezat.

Ketika ia sampai di rumah Nabi Ibrahim dan bertemu dengan beliau, ia ditanya oleh Nabi Ibrahim, “Wahai kakek, apakah engkau beriman kepada Allah?”. “Aku adalah seorang majusi”, jawab sang kakek. “Wahai kakek, berimanlah kepada Allah. Masuklah Islam maka aku akan menjamumu dengan jamuan terbaik”, pinta Nabi Ibrahim. Sang kakek pun tersinggung, ia hanya ingin makan namun disyaratkan harus masuk Islam terlebih dahulu. Ia pergi dengan muka masam.

Kasih Sayang Allah Terhadap Orang Non Islam

Seketika itu, Allah Ta’ala pun menegur Nabi Ibrahim, “Wahai Ibrahim mengapa engkau berlaku demikian? Ada orang ingin makan saja engkau memberinya syarat harus masuk Islam dulu. Sesungguhnya Aku sudah memberi ia makan setiap hari selama 70 tahun sedangkan Aku lebih mengetahui kekafirannya”. Nabi Ibrahim amat merasa bersalah kepada kakek majusi itu, beliau pun lari mengejar kakek majusi tersebut dan memintanya agar mau dijamu dengan jamuan terbaik tanpa masuk Islam terlebih dahulu. Sang kakek pun terheran dengan sikap Nabi Ibrahim yang asal mulanya menolaknya namun sekarang malah mengejar-ngejar dan memohon agar mau dijamu dengan hidangan terbaik.

Ia bertanya kepada Nabi Ibrahim mengapa berlaku demikian. Nabi Ibrahim pun menceritakan perihal beliau yang ditegur oleh Allah karena telah menolak menjamu orang majusi. Sang kakek takjub dan terharu dengan Sifat Rahman Allah Ta’ala, sehingga ia pun masuk Islam.

Kisah di atas menjadi salah satu bukti bahwa Allah begitu menyayangi ciptaan-Nya, sekalipun ia tidak beriman kepada-Nya. Kita sebagai hamba Allah sudah sepatutnya meneladani sifat Rahman Allah yakni dengan memiliki sifat pengasih terhadap semesta dan terhadap sesama manusia baik yang seiman dengan kita maupun yang berbeda keyakinan. Bertoleransi, saling menghormati dan saling menyayangi. Wallahu A’lam bisshawab.

Oleh: Wardatun Ni’mah, Ponpes Enterpreneur Al-Mawaddah Kudus

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *