santrimillenial.id – Bulan Ramadan selalu membawa suasana yang berbeda. Di Indonesia, salah satu tradisi yang paling dinanti adalah berburu takjil, momen ketika orang-orang membeli berbagai macam makanan untuk berbuka puasa. Tahun ini, berburu atau istilah kerennya “war takjil” tidak hanya menjadi simbol kebersamaan umat Muslim, tetapi juga wujud nyata toleransi antarumat beragama.
Di berbagai sudut kota, kita bisa melihat keramaian pasar takjil yang meriah. Yang unik, tidak hanya umat Muslim yang terlihat berpartisipasi, tetapi juga saudara-saudara kita yang non-Muslim. Mereka tidak hanya datang sebagai pembeli, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas yang merayakan semangat Ramadan.
Keterlibatan non-Muslim dalam war takjil menunjukkan bahwa toleransi dan keharmonisan bukan hanya kata-kata, tetapi tindakan nyata yang bisa kita saksikan dan rasakan. Di media sosial, kita bisa melihat bagaimana non-Muslim ikut serta dalam trend war takjil, berbagi canda dan keakraban yang menambah suasana damai dan harmonis.
Salah satu contoh yang menarik adalah video yang diunggah oleh orang-orang non-Muslim di TikTok, Instagram, dan berbagai platform media lainnya. Dengan guyonan-guyonan mereka seperti sudah menunggu sejak jam 3 sore, memborong semua dagangan penjual, sampai ikut mengadakan bukber dengan sesama komunitas non-Muslim lainnya, menunjukkan bahwa di atas segala perbedaan, kita semua adalah satu.
Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian di media sosial, tetapi juga menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Keikutsertaan non-Muslim dalam war takjil dianggap sebagai salah satu contoh nyata bagaimana keberagaman dapat menjadi sumber kekuatan dan keindahan, bukan perpecahan.
Aspek yang paling indah dari war takjil adalah semangat berbagi yang muncul di antara mereka yang hadir. Sering kali, pembeli tak hanya membeli untuk diri sendiri, tapi juga untuk dibagikan kepada orang lain, termasuk kepada mereka yang mungkin tidak memiliki kesempatan untuk berbuka dengan layak.
War takjil dan simbol kerukunan umat Indonesia, dengan keberagamannya, sering kali dijadikan contoh nyata dari harmoni antarumat beragama. Di bulan suci Ramadan, kala adzan Maghrib berkumandang menandakan waktu berbuka, jalan-jalan di berbagai penjuru negeri ini berubah menjadi lautan manusia yang beragam, berbaur dalam kegembiraan dan kehangatan.
Warung takjil, yang menjamur di setiap sudut kota, bukan sekadar tempat transaksi jual beli, melainkan simbol dari semangat kebersamaan dan toleransi. Senyum, sapaan hangat, dan tanya kabar menjadi pembuka interaksi yang menyenangkan. Ini bukan hanya soal menjual dan membeli, melainkan juga tentang membangun konektivitas antarmanusia.
Di akhir, war takjil Ramadan tahun ini bukan hanya tentang makanan yang lezat, tetapi juga tentang keindahan toleransi dan persaudaraan yang kita rayakan bersama. Ini adalah momen di mana kita semua, tanpa memandang latar belakang agama, bisa berbagi kegembiraan dan mempererat tali persaudaraan.
Oleh: Badrut Tamam (PP. Assholihiyyah Semarang)
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…