Terdapat sebuah pepatah Jawa yang mengatakan kalau kehidupan di dunia ini hanya sekedar ‘mampir ngombe’ (berhenti sejenak untuk minum). Hanya sebentar saja kehidupan di dunia ini.
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW sendiri pernah mengabarkan usia kebanyakan umatnya yang hanya berkisar di antara 60-70 tahun.
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ رواه الترمذي
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.’” (HR At-Tirmidzi).
Jika kehidupan di dunia ini sangatlah singkat, maka sebisa mungkin untuk kita memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Kematian bisa datang kapan saja tanpa ada batasan usia yang bisa dijadikan untuk patokannya. Bisa jadi seorang mati dalam keadaan remaja, tua, bahkan waktu baru saja melihat dunia.
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
Artinya:“Setiap jiwa pasti merasakan mati,” (QS Ali ‘Imran ayat 185).
Apapun yang memiliki nyawa di dunia, baik manusia, hewan dan lain sebagainya, pasti akan mengalami kematian sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Tidak ada yang bisa mengelak kalau waktu itu telah tiba, dan juga tidak bisa ditentukan sesuai keinginan yang akan mengalaminya.
Kehidupan di dunia ini hanyalah parantara untuk menyambut kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Apapun yang kita kerjakan di dunia, itulah nantinya yang akan kita dapatkan di akhirat. Maka kita tidak boleh semena-mena hidup di dunia ini kalau tidak mau menyesal nantinya.
Kematian juga mampu digunakan sebagai pengingat untuk menjadikan seseorang lebih bertakwa. Melalui kematian, seseorang bisa belajar kalau hidup di dunia ini tidak ada yang tahu kapan berakhirnya. Sebanyak apapun harta yang dikumpulkan akhirnya pun akan ditinggalkan, bahkan tidak menutup kemungkinan akan menjadi alasan pertengkaran sebab pembagian harta warisan.
Dalam kitab Syarhus Shuduur bi Syarhil Mautaa wal Qubuur dijelaskan, dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا وَكَفَى بِالدَّهْرِ مُفَرِّقًا، الْيَوْمَ فِي الدُّوْرِ وَغَدًا فِي الْقُبُوْرِ
Artinya:“Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat (peringatan), dan masa sebagai pemisah. Hari ini masih di rumah, dan besok bisa jadi di kuburan”.
Dari kematian, kita bisa mengambil pelajaran kalau kehidupan di dunia ini hanyalah sebentar. Mencari harta secukupnya saja, jangan sampai lupa bahwa ada kehidupan di akhirat nantinya.
Kita perlu selalu menanam banyak kebaikan agar dapat kita panen di akhirat kelak. Jangan sampai setelah kematian itu tiba kita menjadi sengsara akibat mendapatkan balasan mengenai semua yang telah kita kerjakan di dunia. Kita harus menyiapkan bekal terbaik agar sebuah penyesalan tidak menghantui kita terus-menerus nantinya.
Oleh: Muhammad Sholihul Huda, PP Mansajul Ulum, Pati.
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…