santrimillenial.id – Sebagai seorang muslim yang mukallaf, tentu harus memahami dan memperhatikan perintah dan larangan Alloh SWT. Agar kita terhindar dari bahaya besar yang disebut dosa.
Dilansir dari detik.com, dosa muncul akibat melanggar perintah atau larangan Allah SWT. Dosa menjadi tanggungan masing-masing orang, tetapi ada pemahaman yang beredar menyebut dosa anak ditanggung oleh orang tuanya. Lantas, sampai kapan orang tua menanggung dosa anaknya?
Sebenarnya, terdapat kekeliruan mengenai pemahaman tersebut. Dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir yang diterjemahkan M. Abdul Ghoffar E.M dkk, tidak ada istilah dosa seseorang ditanggung oleh orang lain melainkan setiap orang memikul dosanya sendiri-sendiri. Ibnu Katsir menyatakan hal ini saat menafsirkan firman Allah SWT dalam surah An Najm ayat 38, yang berbunyi:
اَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۙ
Artinya: “(Dalam lembaran-lembaran itu terdapat ketetapan) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,”
Dosa Anak yang Belum Baligh Ditanggung Siapa?
Dalam Islam, anak yang belum baligh belum mendapat beban syariat, seperti salat. Seperti diketahui, meninggalkan salat termasuk perbuatan dosa. Lantas, bagaimana dengan anak belum baligh? Apakah ia berdosa karena meninggalkan salat dan siapa yang menanggung dosanya?
Tim Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an dalam buku Quran & Answer: 101 Soal Keagamaan Sehari-hari menjelaskan, anak kecil yang belum mencapai usia baligh disebut belum mukalaf. Mukalaf artinya “dibebani”, yaitu dibebani tugas dan kewajiban keagamaan, seperti salat, puasa, dan sebagainya.
Karena belum mukalaf, maka ia tidak berdosa jika tidak mengerjakan salah satu dari kewajiban-kewajiban itu. Perbuatan-perbuatan lain seperti mengambil hak milik orang lain juga belum dihitung berdosa. Namun demikian, ulama sepakat anak kecil akan tetap mendapat pahala jika ia melakukan kebaikan.
Hal ini juga dijelaskan dalam hadits riwayat Al-Hasan bin Ali RA. Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Qalam (pencatat dosa) diangkat (maksudnya: tidak dihitung melakukan dosa) dari tiga orang: (a) anak kecil sampai ia baligh, (b) orang tidur sampai ia bangun, dan (c) orang yang terkena musibah sampai musibah itu diangkat’.”
Dalam kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani juga terdapat hadits serupa dari riwayat Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Pena diangkat dari tiga orang (malaikat tidak mencatat apa-apa dari tiga orang), yaitu: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gila hingga ia berakal normal atau sembuh.” (Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Tirmidzi. Hadits ini shahih menurut Hakim. Ibnu Hibban juga mengeluarkan hadits ini)
Meski demikian, ini bukan berarti dosa mereka dialihkan ke orang lain, termasuk orang tuanya.
Di lain sisi, orang tua bertanggung jawab atas nafkah makan, minum, tempat tinggal, dan pendidikan anaknya. Berdasarkan pemahaman tersebut, orang tua akan berdosa jika tidak mengajarkan salat kepada anaknya sehingga anaknya menjadi tidak tahu cara salat.
Kapankah Dosa Anak Ditanggung Orang Tua?
Menukil buku Berguru Kepada Jibril karya Brilly El-Rasheed, seorang suami atau orang tua akan menanggung dosa istrinya atau anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan apabila suami atau orang tua menjadi pelopor, teladan, atau pemimpin perbuatan dosa, atau juga menjadi penyuruh atau penganjur perbuatan dosa. Mereka juga akan menanggung dosa jika membiarkan perbuatan dosa tersebut tanpa beramar ma’ruf nahi munkar.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar RA. Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga orang yang tidak akan Allah lihat pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang meniru gaya lelaki, dan dayyuts.” (HR Ahmad dan An-Nasai)
Dayyuts adalah lelaki yang menjadi pemimpin keluarga tetapi membiarkan keluarganya bermaksiat tanpa mau mengingatkan. Dengan demikian, orang tua benar – benar harus hati-hati dalam menjaga dan mengontrol anak-anak nya. Wallahu a’lam.
Oleh: Alma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu