Ukhuwah Basyariyah Menjadi Jalan Toleransi

santrimillenial.id – Jika kita lihat sekilas di sosial media zaman sekarang mungkin banyak video yang memperlihatkan kemerataan toleransi dalam beragama di Indonesia, akan tetapi kenyataan toleransi dalam kehidupan sehari-hari tidak demikian. Toleransi yang sering ditampilkan di sosial media kebanyakan merupakan sosok yang melek agama sehingga mereka paham betul bahwa dalam agama Islam dianjurkan untuk bertoleransi kepada sesama. Berbeda dengan orang yang bukan ahli agama, maka tingkat toleransi semakin rendah.

Di dalam agama Islam terdapat istilah ukhuwah. Lantas apa itu ukhuwah? Kata ukhuwah berasal dari bahasa arab “akh” yang berarti saudara, sehingga kata ukhuwah berarti persaudaraan. Bukan hanya itu, di dalam agama Islam juga terdapat macam-macam ukhuwah/persaudaraan dengan pengertian dan sudut pandang yang berbeda-beda yang akan dijelaskan dipembahasan selanjutnya.

Agama hanyalah ruang, bentuk, dan wujud yang di dalamnya terdapat ajaran yang bersumber dari hati yang penuh kebaikan, ketulusan, keikhlasan, dan kesalingan. Jika terdapat suatu hal yang bertentangan dengan hal tersebut berarti kita yang belum meneladani sikap toleransi yang dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu. Nabi pun melarang kita untuk menghina agama lain berdasarkan haditsnya:

“Janganlah kamu menghinakan suatu agama, karena normalnya bila kamu menghinakan suatu agama, maka dengan terlebih dahulu kamu menghinakan saudaramu yang memeluk agama tersebut.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan untuk tidak menghina agama lain, karena dengan menghina agama tersebut berarti kita juga menghina saudara kita yang memeluk agama tersebut. Meskipun berbeda agama mereka tetap manusia, maka kita berkewajiban untuk menghormatinya. Di dalam Al-Qur’an pun termaktub tepatnya pada surat al-An`am ayat 108 yang menjelaskan larangan merendahkan kepercayaan umat nonmuslim, hal itu dikarenakan dapat membuat mereka memaki Allah SWT dengan cara melampaui batas (tanpa berpikir) dan tanpa dasar pengetahuan.

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (108) 

Artinya: “Janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-An`am ayat 108).

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa dahulu orang-orang muslim sering mencaci maki berhala-berhala orang-orang kafir, maka orang-orang kafir balas mencaci maki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Oleh sebab itu, turunlah ayat ini.

Jika ditarik kesimpulan, asbabun nuzul ayat ini sejalan dengan kaidah fiqh yaitu dar’ul mafa>sid muqaddam ‘ala> jalb al-mas}a>lih (Mencegah bahaya lebih didahulukan daripada menarik datangnya kebaikan). Tidak melakukan ejekan terhadap sesembahan orang nonmuslim merupakan upaya untuk menghindari kemafsadatan yang akan ditimbulkan terhadap orang Islam itu sendiri. Jika boleh dianalogikan secara sederhana orang yang beragama Islam ketika diejek pasti tersinggung, begitu juga dengan orang nonmuslim yang akan tersinggung jika diejek. Ini merupakan sebuah keharusan kita dalam melihat kepada sesama muslim atau nonmuslim dari segi kemanusiaan bukan lagi keagamaan.

Percikan-percikan api yang timbul di kalangan antar manusia bisa menjadi pemantik yang bisa membakar bangunan keberagaman, apalagi adanya tiupan-tiupan angin yang sedikit kencang berupa cacian dan hujatan dari segala arah yang menjadikan api semakin membesar dengan asap yang semakin menebal layaknya kebencian yang dirasakan.

Menjadi agama yang menjadi mayoritas di sebuah negara tidak menjadikan kita buta akan kaum minoritas, mereka juga mempunyai hak di setiap jengkal tanah Indonesia. Konsep memanusiakan manusia yang sering diungkapkan gus Dur yaitu “Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”.

Toleransi dapat dilakukan oleh semua orang dalam segala urusan selagi tidak masuk ke ranah akidah dan ritual keagamaan. Di dalam agama Islam terdapat 3 macam ukhuwah: 

  1. Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam)
  2. Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan sesama satu bangsa)
  3. Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama manusia)

Ukhuwah Islamiyah merupakan rasa persaudaraan antar sesama umat Islam. Ukhuwah Wathoniyah merupakan rasa persaudaraan antar satu sama lain yang mempunyai tujuan sama untuk kemajuan negara. Ukhuwah Basyariyah merupakan rasa persaudaraan antar sesama manusia tanpa memandang ras, suku, budaya, dan agama. Dari ketiga Ukhuwah tersebut yang paling urgent adalah Ukhuwah basyariyah, karena adanya Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Islamiyah pasti sudah menerapkan Ukhuwah Basyariyah. Negara Indonesia perlu penerapan ketiga Ukhuwah tersebut agar tercapainya tujuan-tujuan negara Indonesia sehingga harapan tingkat diskriminasi di Indonesia menjadi terkurangi bahkan sampai ke taraf nihil sehingga terealisasikan dengan sempurna.

Oleh: Muhammad Sholihul Huda, PP Mansajul Ulum, Pati.

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *