Muhasabah atau introspeksi diri merupakan sesuatu yang sangat penting untuk setiap pribadi manusia. Muhasabah dapat dilakukan dengan mengevaluasi diri terhadap kelemahan apa saja yang harus diperbaiki dengan memperhatikan keadaan diri, merenunginya, dan merubahnya menjadi pribadi yang lebih baik.
Macam-macam muhasabah dapat terbagi menjadi dua macam menurut kutipan dari buku karya Muhammad Bin Shalih Al Munajjid, Ibnul Qayyim sebagai berikut:
a.) Muhasabah Sebelum Bertaubat
Berpikir sebelum bertindak merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan kemaslahatan saat melakukan sesuatu. Muhasabah yang dilakukan pada langkah pertama ini dapat menghindarkan diri dari syirik yang dapat menjerumuskan ke lembah kerugian yang besar. Oleh karena itu, seseorang perlu melakukan empat tahapan perenungan dalam mengintrospeksi dirinya sebelum berbuat, diantaranya :
1,) Apakah perbuatan yang akan dilakukan dapat dikuasai atau tidak.
2.) Apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya.
3.) Apakah melakukannya karena Allah SWT atau bukan.
4.) Apakah ada sarana yang dapat membantu merealisasikan.
b.) Muhasabah Setelah Berbuat
Pada langkah ini muhasabah dapat dilakukan dengan sebagai berikut :
1.) Introspeksi diri dengan ketaatan berkaitan dengan hak Allah yang belum sepenuhnya dilaksanakan dan menjadikan pedoman terhadap dirinya dengan “apakah ia sudah melakukan ketaatan pada Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya atau belum ?”.
2.) Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang mana meninggalkannya adalah lebih baik dari melakukannya.
3.) Introspeksi diri tentang perkara yang mubah atau sudah menjadi kebiasaan dengan menjadikan pedoman terhadap dirinya “mengapa mesti ia lakukan? Apakah ia mengharapkan ridha Allah dan surga akhirat?”. Sehingga (dengan demikian) ia akan beruntung, atau ia ingin nikmat dunia yang yang hanya sementara, sehingga apa yang dilakukan tidak membawa kerugian terhadap diri dalam dunia dan akhirat. Sabda Nabi Muhammad SAW :
وَفي رِوَايَة قيْل ، قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ. (رواه البيهقي)
“Dalam sebuah riwayat dikatakan, Rasûlullâh ﷺ bersabda: “Siapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dialah orang beruntung. Siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dialah orang tertipu. Dan siapa yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka dialah orang yang terlaknat.” (HR. Baihaqi).
𝐏𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 didalam H𝐚𝐝𝐢𝐭𝐬 𝐝𝐢 𝐚𝐭𝐚𝐬 :
1. Perubahan itu mesti dan niscaya. Sesuatu yang stagnan lebih cenderung hilang ditelan jaman. Sementara yang lain melakukan inovasi pada bisnisnya, ia malah diam di tempat tidak melakukan lompatan apapun, maka bisnisnya bisa dipastikan akan berhenti.
2. Seperti halnya air. Air yang tidak mengalir merupakan sarang nyaman bagi bakteri dan kuman-kuman jahat. Warnanya pun akan berubah menjadi hijau. Pertanda bakteri dan kuman sudah mendiami rumah barunya itu. Begitu pun dengan diri kita jika tidak mengalir melakukan perubahan, maka yang ada adalah diri kita dihinggapi “kuman” dan “bakteri” kesuksesan. Alhasil, sukses yang diharapkan hanya sebuah harapan yang disangsikan perwujudannya.
3. Lalu, apa yang harus dirubah? Banyak, diantaranya kita bahas tiga saja;
a. Wawasan dan Ilmu
Sudah menjadi tradisi bahwa salah satu penyokong kesuksesan adalah berwawasan dan berilmu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Berbisnis dengan ilmu itu lebih menguntungkan ketimbang berbisnis apa adanya kita. Membangun rumah dengan ilmu hasilnya lebih indah dan lebih efektif pula budget-nya. Apapun, dengan ilmu akan mudah diraih. Ini pasti!
b. Sikap
Merubah malas menjadi semangat, sangat penting. Merubah bodoh menjadi pintar dan cerdas, sangat penting. Merubah pelit menjadi dermawan, sangat mesti. Intinya, lakukan perubahan dalam sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku yang baik selalu menghadirkan sesuatu yang baik.
c. Ibadah
Ibadah perlu perubahan. Seperti tersurat dalam sebuah riwayat di atas, ada tiga tipe orang dalam amaliah hariannya, yaitu:
1) robih (رَابِحٌ), yakni orang yang beruntung karena kualitas dan kuantitas amalnya lebih baik dari sebelumnya,
2) maghbun (مَغْبُوْنٌ), yakni orang yang tertipu karena kualitas dan kuantitas amalnya tidak lebih baik dari sebelumnya, stagnan; dan
3) mal’un (مَلْعُوْنٌ), yakni orang terlaknat karena amal-amalnya hari ini lebih buruk dari sebelumnya.
4. Jadi, kesimpulannya adalah orang yang mau merubah nasib seharusnya ia merubah keadaan diri saat ini yang mencakup tiga aspek tadi, yaitu ilmu, sikap dan ibadah. Sejatinya, perubahan yang sudah dilakukan akan mengantarkan pelakunya ke lembah kesuksesan dan kebahagiaan.
𝐓𝐞𝐦𝐚 H𝐚𝐝𝐢𝐭𝐬 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐚𝐢𝐭𝐚𝐧 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐚𝐲𝐚𝐭 𝐀𝐥-𝐐𝐮𝐫’𝐚𝐧 :
1. Karena kita tidak tahu kapan ajal datang, maka idealnya kita melakukan evaluasi itu setiap saat, atau kalau tidak setiap hari, setiap minggu, setiap bulan atau sekurang-kurangnya setahun sekali, seperti sekarang ini;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللّٰهَ إِنَّ اللّٰهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ۞
“Wahai orang-orang yang beriman ! Bertaqwalah kepada Allah (dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya); dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memperhatikan apa yang ia telah sediakan (dari amal-amalnya) untuk hari esok (hari akhirat). Dan (sekali lagi diingatkan): Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat Meliputi Pengetahuan-Nya akan segala yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18).
2. Jangan sampai terlambat kita memperbaiki diri, karena hidup di dunia ini hanya sekali tak pernah terulang lagi. Dikatakan dalam al-Qur’an pernah ada orang yang menjerit meminta diperpanjang umurnya untuk menebus dosa dan menambah amal shaleh, Allah tidak akan mengabulkannya;
… رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ ۞ وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللّٰهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ۞
“Wahai Tuhanku ! Alangkah baiknya kalau Engkau lambatkan kedatangan ajal matiku – ke suatu masa yang sedikit saja lagi, supaya aku dapat bersedekah dan dapat pula aku menjadi dari orang-orang yang shalih. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali akan melambatkan kematian seseorang (atau sesuatu yang bernyawa) apabila sampai ajalnya; dan Allah Amat Mendalam Pengetahuan-Nya mengenai segala yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 10-11).
Semoga bermanfaat. Wallahu A`lam Bishawab