Imam Syafi`I merupakan seseorang yang berpengaruh besar dalam agama islam yang juga menjadi pendiri madzhab, yakni madzhab Syafi`i. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Imam Syafi`I juga merupakan kerabat Rosulullah SAW yang bertemu pada jalur Abdul Mutholib. beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Imam Syafi`I sebelum menjadi ulama` fikih yang besar beliau berguru kepada Imam Malik ( pendiri madzhab maliki) yang juga merupakan seorang ahli fikih dan hadist. Pada umur 13 tahun beliau memulai belajar dengan Imam Malik dalam mempelajari kitab Al Muwattho`. Ada kisah menarik Imam Syafi`I ketika berguru dengan Imam Malik.
Ketika Imam Malik sedang menyampaikan materi sebanyak 18 hadist (Al Muwattho`) dengan rinci dan dengan penjelasan yang panjang lebar kepada murid-muridnya. Tanpa sengaja Imam Malik melihat Imam Syafi`I kecil yang sedang asik memainkan jemari dan telapak tangannya diantara kerumunan orang-orang yang mendengarkan pengajian Imam Malik. Perbuatan Imam Syafi`I yang masih kecil ini menarik perhatian Imam Malik untuk mengenalnya.
Ketika pengajian telah usai, Imam Malik memanggil Imam Syafi`I untuk ditanya tentang biografinya. Imam Syafi`I pun memperkenalkan dirinya kepada Imam Malik dengan rasa hormatnya murid dengan gurunya. Mereka pun berdialog yang diselipi senyuman tipis-tipis sebagai tanda awal perkenalan.
Di tengah perbincangan mereka akhirnya Imam Malik mengungkapkan rasa penasarannya dengan memberikan pertanyaan kepada Imam Syafi`I. Imam Malik pun berkata “ tadi aku melihatmu sedang asik memainkan jemari dan telapak tanganmu di tengah-tengah pengajian saat aku menyampaikan materi. Benarkah begitu?”.
Mendengar pertanyaan Imam Malik maka Imam Syafi`I dengan yakin menjawab “ Tidak wahai guruku?”. Mendengar jawabannya Imam Malik dengan rasa penasaran yang bertambah dan memberikan pertanyaan lagi “lantas mengapa kamu asik sendiri memainkan jemari dan telapak tanganmu itu?”. Imam Syafi`I pun menjawab “ sesungguhnya ketika engkau menjelaskan kepadaku tentang semua hadist aku menulisnya dengan jari di telapak tanganku. Apabila engkau menghendaki, aku akan menyampaikan kembali tentang apa yang engkau sampaikan kepada kami”. Dengan jawaban penuh keyakinan Imam Syafi`I mencoba menyakinkan kepada Imam Malik.
Imam Malik pun mempersilahkan kepada Imam Syafi`I untuk mempresentasikan kembali tentang hadist yang disampaikan Imam Malik dalam pengajiannya tadi. Akhirnya Imam Syafi`I menyampaikan hadist sebanyak 18 hadist dengan lengkap beserta penjelasannya.
Mendengar presentasi Imam Syafi`I membuat Imam Malik kagum terhadap kecerdasan yang dimiliki murid barunya yang masih kecil, yakni Imam Syafi`I. Dengan rasa bangga Imam Malik berkata kepada murid kecilnya “ Wahai Muhammad (bin Idris asy-Syafi’), bertakwalah kepada Allah Subhanau wata’ala. Sungguh di waktu yang akan datang, kau akan menjadi orang besar.”
Semoga dengan cerita singkat ini memberikan motivasi untuk lebih giat belajar lagi, karena kecerdasan dicipta dengan dilatih bukan dilahirkan. Imam Syafi`I yang sudah memiliki bakat saja ketika masih kecil sudah menempuh dan merasakan pahitnya belajar dan dari rasa pahitnya beliau belajar akhirnya menjadi orang besar yang sangat berpengaruh dalam agama islam. Semoga kita semua senantiasa diberikan Allah SWT rasa sabar dan rasa menikmati dalam pahitnya belajar. Wallahu A`lam
Sumber dari kitab Al-Manhaj As-Sawi, karya Habib zein bin Ibrahim bin Smith, halaman 146.
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…