santrimillenial.id – Allah ﷻ berfirman dalam Al-quran Surat Al-Ma’arij ayat 19-21:
إِنَّ ٱلإِنسَـٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعا (20) وَإِذَا مَسَّهُ ٱلخَیرُ مَنُوعًا (21)
Artinya: “Sungguh manusia diciptakan bersifat suka mengeluh (19) Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, (20) Dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir (21).”
Manusia memiliki sifat suka mengeluh, apabila ditimpa musibah ia tidak bersabar bahkan cenderung menyalahkan takdir dan berputus asa. Dan apabila mendapat rezeki yang berlimpah ia menjadi kikir. Kegelisahan dan kekikiran itu timbul pada diri manusia lantaran mereka tidak beriman dengan sungguh-sungguh kepada Allah ﷻ. la merasa seakan-akan dirinya terpencil, tidak ada sesuatu pun yang dapat menolongnya dalam kesulitan itu. Namun apabila mendapat rezeki, ia merasa bahwa rezeki itu diperolehnya semata-mata karena usahanya sendiri, tanpa pertolongan dari orang lain. Mereka beranggapan bahwa rezeki dan karunia yang diperolehnya itu bukan karunia dari Allah ﷻ. Oleh karena itu, timbullah sifat kikir.
Lain halnya dengan orang yang beriman, ia percaya bahwa segala yang datang kepadanya merupakan ujian dan cobaan dari Allah ﷻ, baik yang datang itu berupa penderitaan maupun kesenangan. Cobaan itu diberikan kepadanya untuk menguji dan menambah kuat imannya. Oleh karena itu, ia tetap tabah dan sabar dalam menerima semua cobaan, serta bertobat kepada Allah ﷻ dengan tobat yang sesungguhnya jika ada kesalahan yang telah dilakukannya.
Sebaliknya jika ia menerima rahmat dan karunia dari Allah, ia bersyukur kepada-Nya dan merasa dirinya terikat dengan rahmat itu. Kemudian ia mengeluarkan hak orang lain atau hak Allah yang ada dalam hartanya itu. Orang yang beriman tidak akan bersedih hati dan putus asa terhadap urusan dunia yang luput darinya, dan tidak akan berpengaruh pada jiwanya, karena ia yakin kepada Qada dan Qadar Allah ﷻ. Belum tentu yang dikira buruk itu, buruk pula di sisi Allah, dan yang dikira baik itu, baik pula di sisi-Nya. Mungkin sebaliknya, yang dikira buruk itu, baik di sisi Allah dan yang kelihatannya baik itu adalah buruk di sisi Allah.
Adapun orang kafir tidak mempunyai kepercayaan yang demikian. Mereka tidak percaya bahwa suka dan duka yang didatangkan Allah kepada seseorang merupakan cobaan Allah ﷻ kepadanya. Mereka beranggapan bahwa hal itu merupakan malapetaka baginya. Ketika dalam keadaan senang dan gembira, mereka hanya melihat seakan-akan diri mereka sajalah yang ada, sedangkan yang lain tidak ada.
Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari sifat suka mengeluh dan kikir? Allah ﷻ menjawab diayat selanjutnya. Inilah resep anti-mengeluh dan kikir ala Al-Qur’an:
1. إلَّا ٱلۡمُصَلِّینَ (22) ٱلَّذِینَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِهِمۡ دَاۤىِٕمُونَ
Artinya: “Kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat (22), Mereka yang tetap setia melaksanakan shalat”
Shalat yang dimaksud disini yaitu shalat fardhu 5 waktu yang dikerjakan secara istiqamah tepat waktu tanpa meninggalkan satu shalat pun. Ketika seseorang shalat maka ia memiliki keterikatan dengan Allah ﷻ, sehingga ia selalu teringat kepada Allahﷻ . Orang selalu ingat kepada Allah ﷻ maka hatinya akan tenteram, tidak gelisah dan pasrah kepada takdir Allah ﷻ yang indah, beriman dengan sepenuh jiwa dan raga. Dan jika ia tidak shalat maka ia akan lupa pada Allah ﷻ sehingga terputuslah hubungan tersebut. Akibatnya ia akan selalu merasa gelisah, merasa tak mampu menghadapi permasalahannya.
2. وَٱلَّذِینَ فِیۤ أَمۡوَ ٰلِهِمۡ حَقࣱّ مَّعۡلُومࣱ (24) لِّلسَّاۤىِٕلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ
Artinya: “Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, (24) Bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta (25)”
Di samping mengerjakan shalat untuk mengingat dan menghambakan diri kepada Allah ﷻ, manusia diperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah dianugerahkan Allah ﷻ kepadanya; apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak orang miskin yang meminta- minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu apa pun. Jika ada hak mereka, ia segera mengeluarkannya karena dia percaya bahwa selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum suci.
Dengan shalat, seorang dapat menyucikan dirinya dari segala perbuatan syirik dan terlarang, serta menyerahkan dan menghambakan diri hanya kepada Allah. Sedangkan dengan zakat, seseorang dapat menyucikan hartanya dari milik orang lain serta menanamkan keyakinan dalam dirinya bahwa harta yang dikaruniakan Allah ﷻ itu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk jalan yang diridai-Nya. Harta itu hanya sebagai alat untuk mencari keridhaan-Nya, bukan sebagai tujuan hidup.
Dengan perkataan lain bahwa zakat adalah hasil dan perwujudan dari berhasilnya salat yang dikerjakan seseorang.
Zakat, infaq, dan bersedekah juga merupakan manifestasi rasa syukur seseorang bahwa ia telah mendapatkan limpahan rahmat dari-Nya dan sadar bahwa di dunia ini ada orang yang keadaannya lebih sulit dari kita sehingga kita pun segan untuk berkeluh kesah.
3. { وَٱلَّذِینَ یُصَدِّقُونَ بِیَوۡمِ ٱلدِّینِ }
Artinya: “Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan”
Orang yang percaya akan adanya hari pembalasan sangat yakin bahwa mereka pada hari itu akan mendapat pahala iman dan amal yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Mereka percaya bahwa hidup di akhiratlah hidup yang sebenarnya; sedangkan hidup di dunia hanyalah hidup sementara, untuk mempersiapkan diri bagi hidup di akhirat itu. Oleh karena itu, segala macam cobaan yang datang kepada mereka selama di dunia, dihadapi dengan tabah dan sabar. Mereka tidak pernah berkeluh-kesah, bagaimana pun cobaan yang diderita.
4. وَٱلَّذِینَ هُم مِّنۡ عَذَابِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ (27) إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمۡ غَیۡرُ مَأۡمُونࣲ (28)
Artinya: “Dan orang-orang yang takut terhadap adzab Tuhannya, (27) Sesungguhnya terhadap adzab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya)”
Orang memiliki rasa takut akan adzab Tuhan akan senantiasa berbuat baik, bersyukur, tidak berkeluh kesah dan kikir. Karena ia sadar betul bahwa semua perbuatannya akan dihisab dan mendapatkan balasan yang sesuai, dan tidak ada satu pun yang dapat lari dari adzab-Nya.
5. وَٱلَّذِینَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَـٰفِظُونَ (29) إِلَّا عَلَىٰۤ أَزۡوَ ٰجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُهُمۡ فَإِنَّهُمۡ غَیۡرُ مَلُومِینَ (30) فَمَنِ ٱبۡتَغَىٰ وَرَاۤءَ ذَ ٰلِكَ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡعَادُونَ (31)
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (29), Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela.(30) Maka barang siapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.(31)”
Orang-orang yang menjaga kehormatan dirinya dengan menjauhi perbuatan zina, homoseks, dan lesbian maka sejatinya ia telah menaklukkan sifat kebuasannya yang membedakannya dengan binatang. Orang-orang yang berbuat zina dan maksiat lainnya hatinya akan resah dan gelisah, karena ia telah melawan stigma agama dan sosial.
6. وَٱلَّذِینَ هُمۡ لِأَمَـٰنَـٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَ ٰعُونَ (32)
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya”
Dalam ayat ini, Allah ﷻ menerangkan syarat- syarat lain yang dapat menghilangkan sifat suka berkeluh-kesah dan kikir, yaitu memelihara amanat yang dipercayakan kepadanya, baik berupa amanat Allah ﷻ, seperti wajib beriman, mengerjakan salat, menunaikan zakat, mengerjakan haji, berjihad, dan sebagainya, maupun amanat manusia terhadap dirinya, seperti memelihara kemaluan, memenuhi janji, dan sebagainya. Amanat ialah suatu perjanjian untuk memelihara sesuatu yang dilakukan oleh hamba kepada Tuhannya, dirinya sendiri, dan orang lain. Sanggup memelihara amanat juga termasuk salah satu dari sifat orang muslim, dan sifat ini pulalah yang membedakan orang mukmin dari orang munafik.
7. وَٱلَّذِینَ هُم بِشَهَـٰدَ ٰتِهِمۡ قَاۤىِٕمُونَ (33)
Artinya: “Dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya”
Cara lain yang dapat menghilangkan sifat suka mengeluh dan kikir yaitu dengan berpegang teguh pada kesaksiannya. Maksud kalimat “orang yang berpegang teguh dengan kesaksiannya” yang terdapat dalam ayat ini ialah orang yang mau melaksanakan kesaksian bila diperlukan dan bila menjadi saksi, ia melakukannya dengan benar, tidak berbohong, tidak mengubah atau menyembunyikan sesuatu dalam kesaksiannya itu.
8. وَٱلَّذِینَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِهِمۡ یُحَافِظُونَ
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya”
Selain yang telah disebutkan di atas, masih ada satu hal lagi yang dapat menghilangkan sifat suka berkeluh kesah dan sifat kikir, yaitu selalu memelihara salat. Pengertian memelihara salat dalam ayat ini ialah:
a. Berusaha melengkapi syarat-syarat salat dengan baik dan sempurna, seperti meneliti pakaian yang dipakai sehingga tidak terdapat najis, berwudu dengan baik, dan mengesampingkan segala sesuatu yang dapat menghilangkan atau mengurangi kekhusyukan.
b. Berusaha melaksanakan semua rukun salat dengan baik dan sempurna.
c. Berusaha khusyuk.
d. Berusaha melaksanakan salat wajib yang lima waktu.
e. Berusaha melaksanakan salat pada awal waktunya.
Wallahu A’lam bisshawab.
Oleh Wardatun Ni’mah santri Ponpes Enterpreneur Al-Mawaddah Kudus
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…