free page hit counter

Ikhlas, Kunci untuk Menjadikan Amal Lebih Berkesan

Salah satu kunci untuk menjadikan sebuah amal menjadi lebih berkesan hebat adalah ikhlas. Meskipun amal yang dilakukan sama, tapi hal tersebut akan tampak berbeda di sisi Allah SWT tergantung seberapa sebesar ikhlasnya. Sebuah amal jika tanpa didasari dengan rasa ikhlas di dalam hati pasti akan sulit diterima.

Sebagai contoh, kita bisa melihat karangan ulama-ulama terdahulu yang masih eksis dipelajari sampai sekarang. Semisal kitab Aj-Jurumiyah karangan Imam Ibnu Ajjurum yang menjadi acuan pembelajaran ilmu nahwu bagi pemula yang dikaji hampir di setiap pesantren di Indonesia. Kitab tersebut bisa menjadi sehebat itu dikarenakan tingkat keikhlasan pengarangnya yang luar biasa.

Bahkan di dalam kitab Hasyiyah Asmawi dijelaskan sewaktu Ibnu Ajjurum mengarang kitab tersebut pernah hilang terbawa oleh angin.  Lalu pengarang kitab tersebut berdoa jika memang beliau mengarang benar-benar ikhlas pasti akan kembali lagi. Tanpa menunggu waktu lama pun akhirnya kitab tersebut dapat kembali lagi. Meskipun kitab tersebut telah dikarang beradad-abad yang lalu, tapi kemanfaatannya masih bisa dirasakan sampai sekarang sebab keikhlasan yang sangat luar biasa.

Semua hal baik yang ingin kita kerjakan harus didasari dengan niat yang ikhlas. Bahkan di dalam hadis shohih dijelaskan,

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits).

Adapun ciri-ciri orang yang melakukan amal dengan ikhlas itu terdapat tiga hal. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Dzun Nun al-Misri, seorang tokoh ulama’ sufi besar pada masanya, bahwa ciri-ciri orang yang melakukan amal dengan ikhlas di antaranya:

  1. Menanggapi segala celaan dan pujian dari orang lain dengan sikap yang sama.
  2. Tidak pernah mengingat-ingat atau menyebut-nyebut perbuatan baik (jasa) yang pernah dilakukan terhadap orang lain.
  3. Mengharapkan balasan hanya dari Allah SWT semata bukan dari manusia.

Syekh Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad, atau yang lebih masyhur dijuluki dengan Syekh Abul Qasim al-Qusyairi. Beliau mengatakan bahwa ikhlas adalah mengkhususkan ketaatan hanya kepada Allah saja. Artinya, dalam melakukan segala kegiatan seseorang hanya berniat untuk mendekatkan (taqarrub) kepada Allah SWT tidak untuk yang lain, baik untuk sekadar bergaya di hadapan manusia, ingin mendapatkan pujian, dan lain sebagainya. Menurutnya, ikhlas itu berusaha membersihkan segala pekerjaan dari memperhatikan makhluk.

Lawan dari ikhlas itu sendiri adalah riya’. Riya’ adalah melakukan pekerjaan dengan menunjukkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri. Imam Sirri atau yang bernama lengkap Abi Hasan Sarri ibn al-Mughilis as-Saqathi seorang tokoh ulama yang menguasai berbagai macam ilmu, seperti: ilmu hadis, fikih, ilmu sejarah, tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Beliau menyatakan bahwa,

“Jangan sekali-kali berbuat sesuatu karena makhluk, dan jangan pula meninggalkan sesuatu karena makhluk lainnya. Jangan menutupi sesuatu karena orang lain, dan jangan pula menampakkan sesuatu untuk orang lain.”

Apabila kita berbuat sesuatu dengan niat memang ingin mendapatkan pujian dari orang lain, maka nantinya yang akan kita peroleh hanyalah pujian itu saja. Kebahagiaan dari hasil pujian itu pun tidak akan bertahan lama nantinya. Kerja keras kita akan hilang begitu saja dan kita sendiri yang menanggung kerugiannya.

Oleh sebab itu, apapun pekerjaan yang kita lakukan harus didasari dengan rasa ikhlas dengan mengharap ridho Allah SWT. Semakin besar keikhlasan yang kita ciptakan, maka akan semakin besar pula imbalan yang akan kita dapatkan. Sebaliknya, apabila pekerjaan itu hanya semata-mata ingin diperhatikan oleh orang lain, maka sebatas itu saja kenikmatan yang akan kita dapatkan.

Oleh: Muhammad Sholihul Huda, PP Mansajul Ulum, Pati.

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *