Kajian

Jenis-jenis Toleransi yang Diperbolehkan Dalam Agama Islam

Toleransi secara bahasa berasal dari bahasa latin “tolerare” yang berarti sabar dan menahan diri sebagai upaya hukum diskriminasi dalam islam. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.

Toleransi sudah dipaparkan dalam Alqur’an secara komprehensif dimana merupakan dasar hukum islam, diantaranya sebagaimana Allah menjelaskan dalam surat Al-Kafirun dari ayat 1 sampai ayat 6. Asbabun-nuzulnya adalah tentang awal permintaan kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa untuk saling menghormati antar-agama, maka pemuka Quraisy meminta supaya nabi menginstruksikan kepada penganut muslim untuk bergiliran penyembahan terhadap dua Tuhan: hari ini menyembah Tuhan Nabi Muhammad dan esok hari menyembah Tuhan kaum Quraisy. (Al-Maraghi, Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Beirut.).

Dengan adanya keadilan dan keutamaan adil terhadap diri sendiri dalam pelaksanaan ibadah dari kedua agama tersebut, maka menurut pemuka Quraisy akan terjadi toleransi antar-agama. Keputusan ini tentunya ditentang oleh Allah, dengan menurunkan surat Al-Kafirun ayat 1-6. Ternyata dalam agama tidak boleh melewati batas keyakinan, lapangan toleransi hanya ada di wilayah muamalah (hubungan antar manusia). Hal ini bisa dilihat dari rujukan kitab-kitab tafsir, di antaranya Tafisr Al-Maraghi, juz 30 tentang penafsiran surat Al-Kafirun.

Tentunya dari kisah tersebut dapat disimpulkan sesuai sumber syariat islam bahwa ada hal hal yang boleh dan tidak boleh ditoleransikan, berikut selengkapnya kita ulas mengenai 17 Jenis Jenis Toleransi yang Diperbolehkan dalam Islam.

1. Prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama

لَا يَنۡهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيۡنَ لَمۡ يُقَاتِلُوۡكُمۡ فِى الدِّيۡنِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوۡكُمۡ مِّنۡ دِيَارِكُمۡ اَنۡ تَبَرُّوۡهُمۡ وَ تُقۡسِطُوۡۤا اِلَيۡهِمۡ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الۡمُقۡسِطِيۡنَ‏ ٨

 اِنَّمَا يَنۡهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيۡنَ قَاتَلُوۡكُمۡ فِى الدِّيۡنِ وَاَخۡرَجُوۡكُمۡ مِّنۡ دِيَارِكُمۡ وَظَاهَرُوۡا عَلٰٓى اِخۡرَاجِكُمۡ اَنۡ تَوَلَّوۡهُمۡ​ۚ وَمَنۡ يَّتَوَلَّهُمۡ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوۡنَ‏ ٩

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9).

2. Berbuat baik dan adil kepada setiap agama

Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hukum meremehkan akhlak orang lain, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247).

3. Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244).

Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli sesama.

4. Tetap menjalin hubungan kerabat  pada orang tua atau saudara non muslim

Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

Meskipun dipaksa syirik, namun tetap kita disuruh berbuat baik pada orang tua.

5. Tetap berbuat baik kepada orang tua dan saudara

Lihat contohnya pada Asma’binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah mendatangiku dimasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,

 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu ….” (QS.Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978).

6. Boleh memberi hadiah pada non muslim

Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.”

Kemudian Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?”

Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya  di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR.Bukhari no. 2619). Lihatlah sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada saudaranya yang non muslim.

7. Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin (Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku)

Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan ibadah dan perayaan non muslim, bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat. Karena Islam mengajarkan prinsip “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).

8. Sesuai keadaan masing masing

Prinsip sesuai dengan keadaan, yakni tetap bertahan pada akidah, “Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al Isra’: 84).

“Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41).

“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55).

9. Jangan mengorbankan agama

Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14:425).

10. Tidak berhubungan dengan perayaan non muslim

Ibnul Qayyim rahimahullahberkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin AlKhottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.” Umar berkata, “Jauhilah musuh-musuh Allah diperayaan mereka.” Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.

11. Tidak berhubungan dengan acara maksiat

Juga sifat ‘ibadurrahman, yaitu hamba Allah yang beriman juga tidak menghadiri acara yang di dalamnya mengandung maksiat. Perayaan natal bukanlah maksiat biasa, karena perayaan tersebut berarti merayakan kelahiran Isa yang dianggap sebagai anak Tuhan. Sedangkan kita diperintahkan Allah Ta’ala berfirman menjauhi acara maksiat lebih-lebih acara kekufuran,

“Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja)dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72).

Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat. Jadi, jika sampai ada kyai atau keturunan kyai yang menghadiri misal natal, itu suatu musibah dan bencana.

12. Tidak memaksakan kehendak

a.) Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita;

b.) Tidak mencela/ menghina agama lain dengan alasan apapun; serta

c.) Tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/kepercayaannya.

13. Menghargai orang lain

Antara lain : menghargai pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras,agama, dan antar golongan.

14. Toleransi sebatas wilayah mu’amalah (Hubungan Antar Manusia)

Toleransi atau juga dikenal dengan istilah tasamuh adalah hal yang menjadi prinsip dalam agama islam. Dengan kata lain, islam itu menyadari dan menerima perbedaan. Namun demikian, dalam praktik toleransi islam juga memiliki aturan  atau batasan toleran itu. Toleran dalam islam dibatasi pada wilayah mu’amalah dan bukan pada wilayah ubudiah.

15. Toleransi tidak berkenaan dengan aqidah dan ibadah

Islam adalah agama yang menyadari pentingnya interaksi, maka dalam islam hubungan dengan mereka yang non-muslim bukan hanya diperbolehkan namun juga didorong. Seperti pepatah, “tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”. Ilmu adalah bagian dari mu’amalah. Maka aspek-aspek muamalah misalnya perdagangan, kehidupan sosial, industri,kesehatan, pendidikan dan lain lain, diperbolehkan dalam islam. Dan yang dilarang adalah berkenaan dengan aqidah serta ibadah.

16. Berbuat Baik Dan Adil Kepada Siapapun

Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hukum meremehkan kaum non muslim, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247).

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9).

Selama umat lain tidak memerangi, memecah belah, atau menjauhkan umat islam dari aturan agama, kita wajib untuk berbuat baik dan berlaku adil.

17. Saling Menolong Terutama Orang Yang Membutuhkan (Orang Miskin, Sakit, Orang Tua, Anak-Anak)

Masih ingat kisah Rasulullah yang dilempari kotoran setiap hari setiap akan pergi ke masjid oleh seorang nenek dari kalangan Yahudi? Sampai suatu ketika nenek tersebut tidak lagi melemparkan kotoran dan Rasulullah bertanya keadaan nenek tersebut. Tetangganya pun bertanya kembali pada Rasulullah, “untuk apa engkau menanyakan kabar orang yang setiap hari menghinamu wahai Rasulullah.” Agungnya akhlak beliau dengan hanya membalas pertanyaan itu lewat senyuman pertanda kesabaran dan ketulusan.

“Si nenek tua itu hidup sebatang kara di rumahnya, dan sekarang ia sedang sakit”, ujar tetangganya tersebut.

Tidak tunggu lama, Rasulullah pun terus bergegas menuju rumah nenek tersebut. Membantu menyiapkan makanan, menimbakan air, dan membersihkan rumah. Justru dengan keikhlasan beliau membantu si nenek, nenek tersebut akhirnya minta maaf dan berjanji akan menerima islam sebagai ajaran yang akan dianutnya kelak.

Semoga dengan adanya tulisan ini memberikan manfaat dan pengetahuan tentang batas-batas toleransi yang diperbolehkan dalam Islam, karena hakikatnya toleransi adalah saling menghargai dan menghormati tanpa adanya pencampuran akidah dan ibadah. Wallahu A`lam

Ahmad Faza Wafal Arfat

Recent Posts

Supporter Sepak bola : Wujud Nasionalisme Modern

Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…

21 jam ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (2)

Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…

2 hari ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (1)

Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…

2 hari ago

Jaga Ucapanmu

Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…

3 hari ago

Mencegah Radikalisme di Kampus: Peran Mahasiswa dalam Membangun Lingkungan Akademik yang Inklusif

Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…

3 hari ago

Es Teh Setiap Hari: Sehat atau Bahaya?

Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…

3 hari ago