Narasi

Zuhud Era Modern

Implementasi Zuhud sebagai salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT memang memiliki cara yang berbeda namun tetap memiliki arti tidak mengejar dunia dengan meninggalkan akhirat. Sikap Zuhud tertuang dalam hadis Arbain Nawawi no. 31 yang berlafadz:

عَنْ اَبِي العَبَّاسِ سَهْلِ بِنْ سَعْدٍ الساعدي قَالَ : رَجُلٌ اِلیَ النَّبِیِّ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ الله ; دُلَّنِي عَلَی عَمَلٍ اِذَا عَمِلْتُهُ اَحَبَّنِی اللّٰهُ وَاَحَبَّنِی النَّاسُ ; فَقَالَ : ازْهَدْ فِيْ الدُّنْيَا، يُحِبَّكَ اللّٰهُ. وَازْهَدُ فِيْمَا فِي اَيْدِی النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ. {حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ بِاَسْنَيْدَجَيِّدَةٍ حَسَنَةٍ}

Dari Abi Abbas Sahl Bin Sa’ad As-Sai’idi bahwa telah datang seorang kepada Nabi Muhammad SAW dan ia berkata “Wahai Rosul, tunjukanlah suatu amal kepadakku, yang ketika aku kerjakan Allah dan manusia akan mencintaiku.”

Nabi Muhammad menjawab, “Zuhudlah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan mencintaimu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan selainnya dengan sanad hasan).

Melansir dari Izzudin.sch.id menuliskan, hadis yang tertulis di atas menjadi salah satu anjuran yang Nabi Muhammad SAW sampaikan, betapa pentingnya bersikap Zuhud, supaya bisa menahan diri dalam hal keinginan duniawi seperti memperbanyak harta dunia. Karena dunia hanya sebatas tempat singgah. Ada perumpamaan, manusia di dunia hanya sebagai orang asing saja.

Zudud dan Ketenangan Sikap Zuhud akan mempengaruhi seseorang dalam kesenangan duniawi, ia tidak akan memaksa diri sendiri mencari harta dengan meninggalkan akhirat. Sikap Zuhud juga akan membawa ketenangan dalam hati seseorang.

Karena, ketika manusia mencintai dunia dengan meninggalkan Allah, hatinya tidak nyaman dan akan selalu merasa resah dan kekurangan. Rasa cinta duniawi tidak akan pernah habis dan tidak pernah selesai.

Kemauannya akan terus meningkat, hidupnya tidak tenang, kemiskinan akan menghantuinya, takut akan kesengsaraan (harta) yang membayangi di setiap kedipnya akan membuat hidupnya berantakan.

Lain halnya ketika menempatkan akhirat sebagai tujuan hidup, tidak akan khawatir hidup miskin karena ada Allah yang membantunya. Hatinya akan kaya dan percaya akan kekuatan dan bantuan Allah.

Zuhud Era Sekarang

Islam yang rahmatan lil ‘alamin, pada pedomannya harus sesuai zaman, sholih li kulli zaman wa makan. Begitu pula dengan istilah Zuhud. Bagaimana mampu mengimplementasikan Zuhud dalam menjawab tantangan zaman.

Konsep Zuhud bukan bermakna meninggalkan duniawi secara murni dengan tidak bekerja dan meninggalkan segala aktifitas dunia. Meskipun sebagai maqom tinggi, berarti menjauhi kesenangan dunia untuk mencapai ma’rifat Allah. Namun bagaimana berupa menjalani kehidupan tapi tidak memprioritaskan dunia.

Zaman teknologi yang kian berkembang, kini masyarakatnya mayoritas sekuler. Banyak problematika kehidupan yang terus bersinggungan dengan manusia, baik terkait rasionalitas, materialisme, dunia Maya dan sebagainya. Ada juga AI, yang kian menambah beban kegelisahan dalam hidup.

Menukil dari jurnal HISBAH berjudul “Zuhud Dalam Ajaran Tasawuf karya Muhammad Hafiun, menjelaskan, ada empat sebab kegelisahan yang telah diklasifikasikan oleh Abu al-Wafa al-Taftazani. Pertama, ketakutan seseorang ketika akan kehilangan barang miliknya. Ia khawatir, harta ataupun kekuasaan akan musnah dari hidupnya.

Kedua, Khawatir apabila masa depan yang akan terjadi pada dirinya tidak sesuai ekspektasi. Ketiga, merasa gelisah karena kecewa jika hasil pekerjaannya tidak sesuai harapan dan tidak memenuhi kepuasan. Terakhir, gelisah karena melakukan dosa atau larangan.

Menurut Abu al-Wafa al-Taftazani, hal tersebut terjadi ketika seseorang kehilangan keimanan dalam hatinya. Mereka terlalu mendewakan harta benda sehingga bergantung padanya dan melupakan Allah SWT. Hal ini perlu mengembalikan jiwanya kepada nilai-nilai tasawuf yang menyandarkan dirinya sebagai makhluk Allah.

Fenomena tersebut juga bisa bermakna sebagai krisis spiritual. Ketika sudah terlalu fanatik dengan dunia, maka perlu menanamkan sikap Zuhud dalam hatinya. Penting bagi seseorang selain menyimpan nilai agama juga akan menenangkan pikiran, hati dan jiwa seseorang terhadap ketergantungan yang sifatnya sementara.

Sehingga perlu menepis dan mengontrol diri dalam mencapai kesempurnaan “dari sudut pandang manusia yang tidak ada puncaknya” dalam diri seseorang. Lalu meminimalisir ketertarikan dunia, hingga menenggelamkan jiwa yang harus hidup sempurna menurut persepektif orang-orang.

Hingga mencapai puncak kedamaian tanpa harus sama dengan orang lain. Pada akhirnya, Zuhud di era modern mampu mengantarkan seseorang pada syariat Islam yang selalu mendekatkan diri pada pencipta-Nya.

Sumber Gambar: Liputan6.com

Ayu Sugiarti

Recent Posts

Supporter Sepak bola : Wujud Nasionalisme Modern

Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…

21 jam ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (2)

Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…

2 hari ago

Sakit Itu Mahal, Sehat Lebih Mahal Lagi (1)

Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…

2 hari ago

Jaga Ucapanmu

Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…

3 hari ago

Mencegah Radikalisme di Kampus: Peran Mahasiswa dalam Membangun Lingkungan Akademik yang Inklusif

Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…

3 hari ago

Es Teh Setiap Hari: Sehat atau Bahaya?

Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…

3 hari ago