free page hit counter

Pentingnya Resolusi Konflik

relasi, keluarga, dan antar kelompok. Hal tersebut sangat lumrah terjadi di kehidupan masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kita menghadapi dan mengatasi konflik tersebut agar tidak berlarut-larut dan menjadi Boomerang di kemudian hari.
Menurut Max Weber, konflik adalah persaingan antara kelompok sosial atau individu akibat perbedaan nilai, status, dan rasa kebormatan pribadi dan biasanya mengarah pada penguatan kekuasaan. Sementara dalam kajian sosiologi, pengertian konflik adalah proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan tanpa memperhatikan norma dan keabsahan perilaku. Konflik ini tidak bisa dibiarkan. Harus ada penguraian atau resolusi konflik agar tidak berdampak pada sebuah kekerasan.

Resolusi Konflik
Menurut Johan Galtung, terdapat beberapa bentuk resolusi konflik yang digunakan dalam proses penyelesaian konflik. Yakni peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding.
Peacemaking adalah sesegera mungkin menciptakan perdamaian pada tahap awal, atau sebelum konflik semakin besar. Sementara peacekeeping adalah menerapkan perjanjian perdamaian untuk menjaga perdamaian.
Tahap selanjutnya, peacebuilding, yaitu membangun kembali landasan perdamaian dan menyediakan berbagai perangkat untuk membangun sesuatu yang lebih dari sekadar tidak adanya kekerasan. Peacebuilding merupakan proses yang berjalan jangka panjang memperkuat elemen pemersatu semua pihak dalam formasi baru dan bertahan lama.

Resolusi Konflik dalam Islam
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa cara dalam mengatasi sebuah masalah. Yaitu,
Pertama, mediasi (tahkim) yakni proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak dengan mendatangkan seorang mediator atau juru damai. Dalam hal ini al-Quran menyatakan dalam surat an-Nisa ayat 35:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu..”.
Kedua; Musyawarah (syura). Musyawarah merupakan suatu upaya untuk memecahkan sebuah persoalan, guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan duniawi, termasuk juga konflik dan kekerasan agama. Al-Quran menegaskan pentingnya musyawarah, misalnya dalam surat Ali Imran ayat 158:
“..bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertakwalah kepada Allah..”
Ketiga; Saling Memaafkan dan berdamai (ishlah). Memaafkan pihak-pihak yang berkonflik akan cenderung mempertahankan ego sektoral masing-masing. Keduanya akan merasa paling benar dan akan mempertahankan pandangnya masing-masing. Lebih-lebih berkaitan dengan keyakinan agama yang bersifat ideologis-dogmatis. Padahal sangat mungkin hal itu dilakukan semata-mata untuk mempertahankan diri atau kelompok. Untuk itu, agar tidak terjadi aksi balas dendam, kebencian dan permusuhan yang berkepanjangan adalah dengan cara saling memaafkan. Al-Quran menegaskan betapa saling memaafkan menjadi indikator tentang kebaikan dan ketakwaan seseorang. (Q.S. al-Baqarah: 237).
Keempat; Jaminan Kebebasan (al-Hurriyah). Dalam pandangan al-Quran, kebebasan sangat dijunjung tinggi, termasuk dalam menentukan pilihan beragama misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 256 Allah berfirman:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Sebab kebebasan merupakan hak setiap manusia yang diberikan Allah swt., tidak ada percampuran hak atas kebebasan kecuali di bawah dan setelah melalui proses hukum.
Kanjeng nabi Muhammad juga membatasi adanya sebuah konflik. Beliau berkata bahwa umat manusia tidak boleh bermusuhan lebih dari tiga hari. “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam.” (HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560)
Dalam tiga hari itulah kita dianjurkan untuk resolusi konflik. Hari pertama, dianjurkan untuk menghindar dengan orang yang berkonflik dengan kita. Tujuannya adalah untuk meredam rasa amarah agar tidak semakin memuncak dan menimbulkan kekerasan.
Hari kedua, muhasabah. Setelah bertengkar atau beradu pendapat, Nabi mengajarkan untuk Saling muhasabah. Introspeksi atau evaluasi diri. Hal ini agar kita tidak selalu menyalahkan lawan/musuh kita. Amarah juga akan hilang dengan sendirinya. Karena kita tahu bahwa bukan hanya orang lain yang salah, tetapi diri kita sendiri juga salah. Dan di hari ketiga kita harus memaafkan dan berdamai dengan orang tersebut.
Maka dari itu kita harus menerapkan resolusi konflik yang telah dipaparkan di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Karena dengan begitu kita akan terhindar dari konflik yang berkepanjangan sampai menimbulkan adanya kekerasan.

Oleh: Putri Nadillah

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *