Narasi

Ghibah yang dilegalkan dalam Syariat Islam

Dari segi bahasa, ghibah artinya membicarakan mengenai hal negatif atau positif tentang orang lain yang tidak ada kehadirannya di antara yang berbicara. Dari segi istilah, ghibah berarti pembicaraan antar sesama muslim tentang muslim lainnya dalam hal yang bersifat kejelekkan, keburukan, atau yang tidak disukai. Bedanya dengan dusta, sesuatu yang diperbincangkan dalam ghibah memang benar adanya.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah SAW menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.” (H. R. Muslim)

Dalil Mengenai Larangan Mengghibah

Beberapa dalil mengenai larangan berbuat ghibah dalam Al-Qur’an dan hadist:

Dalil Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Surat Al hujurat ayat:12.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. 49 : 12).

Dalil hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;

Diriwayatkan oleh Said bin Zaid RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Sesungguhnya riba yang paling bahaya adalah berpanjang kalam (ucapan) dalam membicarakan (keburukan) seorang muslim dengan (cara) yang tidak benar.” (H. R. Abu Daud).

Hadits riwayat Ahmad dari Jabir bin Abdullah; “Kami pernah bersama Nabi tiba-tiba tercium bau busuk yang tidak mengenakan. Kemudian Rasulullah berkata; ‘Tahukah kamu, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang mengghibah (menggosip) kaum mukminin.”
Hadits tersebut mengisyaratkan betapa ghibah merupakan hal yang sangat dibenci oleh Nabi Muhammad SAW.

Ghibah yang diperbolehkan

Dalil mengenai larangan berbuat ghibah memang ada banyak, namun, dalam ajaran Islam ada ketentuan dengan kondisi tertentu yang ghibah menjadi boleh untuk dilakukan.
Mengenai kondisi yang diperbolehkan untuk berbuat ghibah tersebut adalah sebagai berikut:

1.Tadzollum

Yakni kondisi orang yang teraniaya lalu melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak berwajib, ulama, atau penguasa yang kiranya dapat menangani permasalahannya. Allah SWT berfirman dalam surat an-nisa ayat 148:
لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْۤءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلَّا مَنْ ظُلِمَۗ وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًا عَلِيْمًا


“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

2. Menceritakan tentang keburukan seseorang oleh karena orang tersebut berbuat maksiat

Dalam hal ini, tujuan menceritakan keburukan orang tersebut adalah agar ustadz, kiai, psikolog, atau orang yang mampu untuk memperbaiki dan mengubah si yang dibicarakan agar berhenti berbuat maksiat.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya.” (H. R. Muslim).

3. Saat meminta fatwa

Dalam sebuah riwayat, Hindun binti Utbah (istri Abu Sofyan) pernah mengadu kepada Rasulullah SAW dan mengatakan;

“Wahai Rasulullah SAW, suamiku adalah seorang yang bakhil. Dia tidak memberikan padaku uang yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga kami, kecuali yang aku ambil dari simpanannya dan dia tidak mengetahuinya. Apakah perbuatanku itu dosa? Rasulullah SAW menjawab, ambillah darinya sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan cara yang baik (ma’ruf).” (H. R. Bukhari)

4. Untuk memberitahukan atau memperingatkan akan adanya suatu bahaya

Dalam riwayat, Fatimah binti Qais RA hendak dipinang oleh Muawiyah dan Abu Jahm. Kemudian, Fatimah memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW; datang kepada Rasulullah SAW dan beliau bersabda;

“Adapun Muawiyah, ia adalah seseorang yang sangat miskin, sedangkan Abu Jahm, adalah seseorang yang ringan tangan (suka memukul wanita).” (H. R. Muslim).

5. Boleh mengghibah orang yang berbuat maksiat

Misalnya mabuk, berjudi, dan mencuri, dan sebagainya. Juga terhadap orang yang menunjukkan permusuhan terhadap Islam.

6. Ghibah sebagai bentuk pengenalan

Contoh: ada seseorang yang memiliki ciri khas tertentu yang cenderung lebih dikenali orang dibandingkan nama, misal; seseorang itu adalah buta, sedangkan masyarakat lebih mengenal kecacatannya itu dibandingkan nama. Jadi, saat mengenalkan akan si Buta tersebut, berarti kita mengghibah Asal tujuannya tidak untuk menjelek-jelekkan, maka boleh saja.

Oleh: Al ma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu

Al Maruf

Recent Posts

Teknologi Digital: Penyelamat atau Penjerat?

Teknologi digital sudah merambah pada setiap aspek kehidupan kita. Mulai dari cara kita berkomunikasi, bekerja,…

2 jam ago

Generasi Toleran: Revolusi Hati untuk masa depan yang Damai

Toleransi, sebuah kata yang sering kita dengar namun tak selalu kita pahami sepenuhnya. Di era…

2 hari ago

Menjaga Kecantikan dari Dalam: Akhlak sebagai Kunci Utama

Kecantikan sering kali diasosiasikan dengan penampilan fisik, seperti kulit bersih, tubuh ideal, atau wajah menarik.…

2 hari ago

Filosofi dan Singkatan Dari Huruf Santri

Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2024 ini, kontribusi santri sudah merebak di berbagai hal.…

2 hari ago

Mahasiswa KKN 78 Iain Kudus Berpartisipasi dalam Kegiatan Peringatan Maulid Nabi di Masjid/Mushola Desa Wandankemiri pada saat Bulan Mulud

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang penuh berkah dan semangat kebersamaan di tengah…

3 hari ago

Mahasiswa KKN-MB 078 IAIN Kudus Gelar Kegiatan Jumat Berkah (Berbagi di Hari Jumat)

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari program KKN-Moderasi Beragama (KKN-MB) 078 IAIN Kudus yang bertempat…

3 hari ago