Sejarah Paganisme di ka’bah

santrimillenial.id – Sebagai kiblat umat Islam di seluruh dunia, Ka’bah tampak sangat megah dan gagah dengan berbalut kiswah yang indah nan memukau. Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa Ka’bah pernah menjadi tempat terjadinya paganisme atau penyembahan berhala.

Perselisihan dua putra Nazzar

Hal ini bermula saat terjadi perselisihan Antara dua putra Nazzar. Yang menjadi penyebab suku khuza’ah menguasai ka’ bah.Sejak awal, suku Khuza’ah tinggal di daerah Tuhamah. Namun, ketika terjadi perang antara lyad dan Mudhar (keduanya adalah putra Nazzar), suku Khuza’ah mengambil kesempatan untuk pindah dan menguasai Ka’bah. Ketika lyad dan Mudhar berperang, Iyad merasa pasukannya terus melemah dan dipastikan kalah. Akhirnya, lyad mencuri Hajar Aswad dan menguburkannya di suatu tempat. Tetapi, seorang wanita dari Khuza’ah melihat peristiwa tersebut dan melaporkan pada kaumnya (suku Khuza’ah).Itulah, kesempatan yang kemudian digunakan suku Khuza’ah untuk menegoisasi kekuasaan atas Ka’bah. Mereka mengatakan kepada Mudhar bahwa mereka tahu letak Hajar Aswad disembunyikan. Tetapi, mereka akan memberitahukan pada Mudhar jika pengurusan Ka’bah diserahkan pada suku Khuza’ah. Mudhar pun akhirnya mengalah dan menerima syarat tersebut. Sejak saat itu, pengurusan Ka’bah berada di tangan suku Khuza’ah hingga 5 abad kemudian.

Yang menarik, para sejarawan menulis bahwa pemimpin suku Khuza’ahlah (Amru bin Luhai al-Khuza’i) yang pertama kali membawa tradisi menyembah berhala ke Ka’bah. Kisah itu bermula ketika Amru bin Luhai al-Khuza’i sebagai pemimpin suku Khuza’ah di Mekah, sering melakukan perjalanan untuk berobat ke kota Balqa’ di Syam. Di sana, ia melihat penduduk kota itu menyembah berhala. Kemudian, ia bertanya pada penduduk kota Balqa’,

“Mengapa kalian menyembah patung-patung ini ?” “Pada patung-patung ini kami sering meminta pertolongan dan hujan. Dan, semua pertolongan datang, hujan pun turun,” jawab penduduk kota Balqa’. “Maukah kalian memberi aku satu patung untuk kuletakkan di Baitullah yang selalu di kunjungi orang-orang Arab?”

Patung besar bernama Hubal

Penduduk kota Baiqa’ pun memberi sebuah patung besar bernama Hubal. Kemudian, Amru bin Luhai al-Khuza’i membawa patung itu ke Mekah untuk diletakkan di Ka’bah.’

Ketika itu, di masa kepemimpinan Amru bin Luhai al Khuza’i memang suku-suku Arab di Mekah dan sekitarnya mulai melupakan akidah mereka yang benar. Mereka melupakan agama tauhid yang diseru Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. Melihat kondisi itu, Amru bin Luhai aI-Khuza’i berpikir ada kesempatan untuk mengokohkan kekuasaannya yakni dengan membuat akidah baru dan menggeser agama lama yang mulai lemah.

Pertama-tama, Amru bin Luhai al-Khuza’i sendiri menanggalkan agama Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. dari dirinya. Kemudian, ia letakkan berhala-berhala di sekitar Ka’bah. Berhala yang paling besar adalah Hubal—yang dibawanya dan Syam—yang diletakkan di tengah Ka’bah. Setelah Ka’bah penuh dengan berhala, lantas Amru bin Luhai al-Khuza’i memaksa bangsa Arab untuk menyembah berhala-berhala tersebut dan mengancam orang yang tetap menganut agama tauhid.

Protes dari berbagai suku

Protes pun bermunculan dan sebagian suku Arab, terutama dari suku Jurhum. Mereka menganggap apa yang dilakukan pemimpinnya itu adalah bid’ah. Hingga beberapa orang dari suku Jurhum yang masih berpegang pada agama tauhid melantunkan syair berikut:

”Wahai Amru, janganlah berbuat zalim di Mekah Karena ia adalah Tanah Haram Renungkan nasib kaum ‘Ad! Di mana mereka sekarang? Demikian juga semua manusia, mereka akan binasa Kaum ‘Amaliq susah payah membangun Ka’bah Mereka mengemban tanggung jawab atasnya

Syahnah bin Khalaf Al-Jurhumi juga melantunkan syair:

Wahai Amru engkau menciptakan begitu banyak tuhan di Mekah Berupa patung-patungyang bertengger di Ka’bah Padahal, selamanya Baitullah hanya memiliki satu Tuhan Sementara engkau mencitakan Tuhan-tuhan Engkau tahu pasti Bahwa di kemudian hari Allah akan memilih orang yang pantas mengurus rumah-Nya

Namun demikian, Amru bin Luhai aI-Khuza’i berhasil meredam seluruh protes itu dengan kekuatan politik, militer dan ekonominya yang besar. Hingga seiring berjalannya waktu, akidah yang ditanamkan Amru bin Luhai al-Khuza’i menguat. Banyak dari kaumnya beranjak meninggalkan agama tauhid. Pada saat yang sama, Amru bin Luhai al-Khuza’i sering melakukan kunjungan ke negeri-negeri sekitar Mekah, seperti Syam dan Irak. Di sana, ia sering bersinggungan dengan banyak kaum yang berakidah watsaniyah (paganisme).

Motif peletakan berhala di ka’bah

Sebagian sejarawan juga menulis bahwa motif peletakan berhala di Ka’bah dan penggantian akidah tauhid dengan paganisme itu sebenarnya adalah ekonomi. Dengan cara itu, Amru bin Luhai aI-Khuza’i melihat ada peluang untuk mendapat kekayaan materi sebagai penyokong kekuatan politiknya.

Amru bin Luhai sendiri adalah anak hasil pernikahan antara pangeran suku Khuza’ah dan putri kepala suku Jurhum. Di kemudian hari, ia pun menjadi pemimpin Mekah dan memiliki kekuasaan yang besar. Bahkan, menurut ahli sejarah, tidak ada satu pun penguasa Mekah di zaman Jahiliah yang memiliki kekuasaan sebesar Amru bin Luhai kecuali Qushay bin Kilab bin Abdul Muthalib. Ketika itu, hampir semua suku di tanah Arab tunduk pada kekuasaan Amru bin Luhai al-Khuza’i.

Referensi :
Al-Mas’udi, Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin Al-Jauhar
Abbas Mahmu M-’Aqqad, Ibrahim Abu AI-Anbiya’
Al-Ya’qubi, Tarikh Al-Ya’qubi

Oleh: Al ma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu
Sumber Gambar: Islam Kaffah

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *