Asumsi tentang kedudukan wanita atau kesetaraan gender dalam masyarakat yang di anggap lemah dan beban sampai saat ini masih berlaku di beberapa daerah. Sifat emosional dan fisik yang lebih lemah dari laki-laki, jika dilihat secara sekilas menjadi faktor hambatan dalam aspek pekerjaan dan kehidupan bersosial dalam masyarakat lainnya. Hal ini di latar belakangi kurangnya kesadaran kepada perempuan akan haknya. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa` ayat 3:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ
Artinya: ”Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”.
Salah satu keistimewaan wanita adalah Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu surat dalam Al Qur`an, yakni surat An-Nisa`. Surat An-Nisa` memiliki arti wanita dan di dalam surat ini mengandung banyak pembahasan tentang wanita. Selain dalam Al-Qur`an, banyak hadist yang membahas tentang kaum wanita. Bahkan Rosulullah SAW pun memberikan pesan-pesan khusus yang hanya ditujukan kepada wanita, diantaranya:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
Artinya: “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (HR. Muslim, no. 1467)
Ada cerita yang hebat tentang wanita, ternyata kehebatan wanita tidak hanya menang terhadap suaminya dan para laki-laki di bumi. Bahkan, Allah SWT dan Rosulullah SAW didebat oleh wanita. Hal ini terdapat cerita dalam asbabun nuzul terhadap QS. Al-Mujadalah ayat 1-4. Beliau lah sahabat yang bernama Khaulah bin Tsa`labah yang mengadukan permasalahan rumah tangganya.
Khaulah bin Tsa`labah dengan suaminya yang bernama Aus bin Shamit al-Anshari mengalami perdebatan dalam rumah tangganya. Dalam perdebatan itu, Khaulah berhasil mengalahkan suaminya, sehingga suaminya pun terpojok. Hal itu mengakibatkan sang suaminya men-ziharnya (sumpah menyamakan istri layaknya seperti ibunya). Pada zaman itu, hukum zihar mengharamkan suami-istri yang bersangkutan untuk rujuk atau menikah lagi.
Setelah berjalannya waktu, Aus bin Shamit al-Anshari menyesali perbuatannya, sehingga beliau meminta rujuk kembali tetapi ditolak oleh istrinya. Namun sebetulnya Khaulah menginginkan untuk rujuk kembali karena dia sadar hidupnya yang terasa berat tanpa suaminya dan terlebih lagi oleh anak-anaknya.
Singkat cerita, Khaulah mengadukan masalah rumah tangganya kepada Nabi Muhammad SAW, akan tetapi jawaban dari Nabi Muhammad SAW tidak sesuai dengan keinginan sahabat Khaula, yakni Rosulullah SAW mengaharamkan kedua pasangan tersebut untuk rujuk nikah. Hingga akhirnya sahabat Khaula mengadukan masalahnya langsung kepada Allah SWT, beliau berdo`a:
“Ya Allah, kuadukan duka dan keadaanku yang berat ini kepada-MU. Aku masih mempunyai anak-anak yang masih kecil, wahai Rasulullah! Jika kutinggalkan semua padanya, mereka akan terlantar. Jika aku yang merangkul semua, mereka akan kelaparan. Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu, maka turunkanlah wahyu kepada Nabi-Mu,” do`a Khaulah sambil mengangkat wajahnya ke langit, tidak berhenti.
Tidak lama kemudian, Allah SWT menanggapi aduan permasalahan rumah tanggah sahabat Khaulah dengan menurunkan QS. Al-Mujadalah ayat 1-4 yang menjadi solusi permasalahan sahabat Khaulah dan Aus. Allah SWT memerintahkan untuk rujuk nikah kembali karena dzihar harus memerdekakan seorang budak. Jika tidak mendapatkan budak, maka mereka wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut, sebelum keduanya bercampur. Atau jika tidak kuat, maka mereka bisa memberi makan 60 orang miskin.
Mendengar wahyu dari Allah SWT, Khaulah merasa senang karena diperbolehkan rujuk nikah kembali dan merasa terbebani karena kafarat/tebusannya sangat berat untuk dilakukan. Akan tetapi, mereka tidak putus asa dan suaminya bernama sahabat `Aus mendatangi Rosulullah SAW atas persoalan baru tentang kafarat yang akan dialaminya. Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya “Apakah kau mampu memerdekakan budak?”. Sahabat `Aus menjawab: “Tidak ya Rosulallah SAW”. Rosulullah SAW bertanya lagi “Apakah kau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?. Sahabat `Aus menjawab: ” Tidak ya Rosulallah SAW”. Rosulullah SAW bertanya lagi: “Apakah kau mampu memberi makan 60 orang miskin”. Sahabat `Aus menjawab: Tidak ya Rasulallah SAW”.
Mendengar jawaban tersebut Nabi Muhammad SAW menjadi kasihan terhadapnya karena mereka tidak mampu melakukan kafarat tersebut. Kemudian Rosulullah SAW memerintahkan sahabat farwah bin Umar untuk mengambilkan 15 atau 16 Sha` gandum untuk diberikan kepada sahabat `Aus. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada sahabat `Aus untuk membagikannya kepada 60 orang miskin di lingkungannya.
Sahabat `Aus bin Shamit mengadukan kembali bahwa di lingkungannya tidak ada orang miskin, kecuali keluarganya sendiri. sahabat `Aus berpikiran, bahwa pemberian dari Nabi Muhammad SAW yang pantas menerimanya adalah sahabat `Aus sendiri. Mendengar hal tersebut membuat Nabi Muhammad SAW tertawa dan Nabi-pun memerintahkan untuk membagikan kepada keluarganya sendiri.
Dari kejadian ini menjelaskan bahwa wanita sangat hebat karena Allah SWT dan Rosulullah SAW pun sampai didebatnya. Hal ini juga menunjukan bahwa wanita memiliki keistimewaan dan derajat yang perlu dijaga. Selain itu, dari kejadian ini membuat hukum dzihar yang aslinya haram menjadi halal dengan syarat kafarat yang telah ditentukan.