Santrimilenial.idTerdapat sebuah pertanyaan yang muncul dalam benak, sebenarnya apa relasi antara qiraat dan al-Qur’an ?. Apakah dua kata itu bermakna sama atau berbeda ?, apakah keduanya memiliki esensinya sendiri-sendiri ?
Dengan kata lain, apakah al-Qur’an dan qiraat adalah satu hal yang sama, maksudnya di antara mereka adalah kesatuan utuh? Atau apakah mereka adalah dua hal yang berbeda, maksudnya antara keduanya berbeda secara menyeluruh.
Sebagian ulama berpendapat bahwa antara keduanya terdapat perbedaan secara menyeluruh, dan keduanya adalah dua hal yang utuh berbeda. Pendapat ini dikepalai oleh Imam az-Zarkasyi, yang mengatakan bahwa al-Qur’an dan qiraat adalah dua realitas yang berbeda. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai penjelas hukum syariat Islam dan mukjizat. Sedangkan qiraat yaitu perbedaan pelafazan wahyu al-Qur’an. Yang dimaksud dalam penulisan dan penerapan huruf (bacaan) seperti takhfif (tipis), tsaqil (tebal) atau contoh lainnya.
Pendapat Imam az-Zarkasyi ini memberi pemahaman bahwa al-Qur’an dan qiraat adalah dua hal yang berbeda secara mutlak. Dan seandainya pun beliau berpendapat seperti itu, maka tentu tidak benar. Sebab qiraat sahih dan mutawatir yang di terima oleh umat Islam tidak lain adalah bagian dari al-Qur’an itu sendiri. Sehingga keduanya memiliki hubungan yang erat, yaitu hubungan juz’i bil kull (sebagian dengan keseluruhan).
Boleh jadi pendapat yang di maksud Imam az-Zarkasyi adalah bahwa keduanya terdapat hubungan erat. Dan terdapat jalinan tumpang tindih yang tidak dapat di elakkan. Beliau menjelaskan bahwa beliau tidak menyangkal adanya tumpang tindih antara al-Qur’an dengan qiraat. Karena di antara keduanya memang terdapat relasi yang erat. Akan tetapi perbedaan itu tetap ada di antara keduanya. Artinya masing-masing berbeda dari yang lain, tumpang tindih ini tidak dapat menjadikan keduanya menjadi satu. Dengan demikian al-Qur’an tidak lain hanyalah sebuah susunan ayat dan kumpulan lafaz. Sedangkan qiraat tidak lain hanyalah perbedaan lafaz dan cara pengucapannya. Perbedaan antara kedua ini cukup jelas.
Dalam muqaddimât fi ‘Ilm al-Qira’át juga di jelaskan bahwa al-Qur’an dan qiraat tidak seluruhnya berbeda. Melainkan mereka berbeda dalam sebagian sisi. Karena al-Qur’an memuat beberapa lafaz yang sama dan beragam, yang berstatus sahih dan mutawatir dari Nabi saw. Sedangkan qıraat adalah perbedaan ragam bacaan, baik berstatus mutawatir maupun syadz (cacat). Dan telah di pahami bahwa qiraat syadz tidak sah di anggap sebagai al-Qur’an.
Sebagaimana juga keduanya tidak sepenuhnya sama, tetapi keduanya memiliki kesamaan dalam sebagian sisi. Karena al Qur’an adalah wahyu yang di turunkan kepada Nabi saw, sedangkan qiraat yang sahih dan mutawatir merupakan bagian dari al-Qur’an ini.
Sebagian ulama lain berpandangan bahwa al-Qur’an dan qiraat adalah dua hal yang bermakna sama. Yang mana qiraat sahih yang di terima oleh umat Islam tidak lain adalah bagian dari al-Qur’an, sehingga antara keduanya ada hubungan yang erat, yaitu hubungan juz’i bil kull (sebagian dengan keseluruhan).
Tampaknya pendapat ini tidak benar dengan beberapa alasan:
1. Bahwa qiraat dengan seluruh ragamnya ini tidak mencakup seluruh lafaz dari al-Qur’an. Karena qiraat itu terdapat dalam sebagian lafaz al-Qur’an saja, jadi bagaimana bisa di katakan bahwa keduanya adalah dua realitas yang satu?
2. Bahwa yang di maksud qiraat yaitu mencakup mutawatir dan syadz. Adapun qiraat mutawatir secara pasti merupakan al-Qur’an, dan qiraat yang syadz tidak di anggap sebagai al-Qur’an. Lantas, bagaimana bisa di katakan bahwa al-Qur’an dan qiraat-berdasarkan definisi ini secara mutlak adalah satu kesatuan?.
Oleh karena itu, orang yang mempelajari periwayatan ahruf sab’ah beserta makna dan indikasi yang di kandungnya, mereka menemukan dalil bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt. yang di turunkan kepada Nabi-Nya saw. Sebagai penjelas dan mukjizat dengan bentuk-bentuk perbedaan yang di kandungnya secara mutawatir, dan itu adalah ahruf sab’ah yang artinya telah di singgung sebelumnya. Ahruf Sabah adalah ragam cara untuk melafalkan lafaz-lafaz al- Qur’an. Dan di antara cara-cara tersebut ada yang di naskh, tidak mutawatir. Serta beberapa di antaranya pula ada yang sahih dan mutawatir dari Nabi saw., yang merupakan kumpulan dari apa yang tersisa dari ahruf sab’ah.
Adapun beberapa pengkaji lafaz-lafaz al-Qur’an mutawatir, menemukan dan membaginya menjadi dua bagian:
1. Bagian pertama: lafaz-lafaz yang hanya turun dalam satu bentuk dan satu cara bacaan. Bagian ini adalah lafaz sebagian besar Kitab Suci al-Qur’an.
2. Bagian kedua: lafaz-lafaz yang turun dengan beberapa bentuk bacaan, bagian ini merupakan kumpulan lafaz dari ahruf sab’ah yang tersisa, yaitu ragam perbedaan bacaan yang di sampaikan oleh para qari secara mutawatir dari generasi ke generasi setelahnya.
Maroji’: Tarikh ilm Al Qiro’aat
Oleh: Alma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu
sumber gambar: https://infaqberkah.id/sejarah-pembukuan-al-quran/
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…