Kajian

Macam-macam Qiro’aat berdasarkan penerimaan dan penolakannya

Santrimilenial.idPara ulama menetapkan tiga syarat terperinci agar sebuah qiraat dapat di katakan sebagai qiraat yang di terima, yang mana ketiga syarat ini menjadikan kita lebih yakin terhadap kesahihan ragam bacaan al-Qur’an. Sehingga, kita bisa merasa tenang atas kebenaran ayat-ayat Allah yang di bacakan kepada kita. Tiga syarat yang jelas ini merupakan standar yang menentukan di terima atau tidaknya suatu qiraat.

Syarat Qiroah Diterima

Ketiga syarat itu adalah sebagai berikut:

1) Syarat pertama: Qiraat tersebut harus memiliki wajh (bentuk yang di benarkan) dalam Bahasa Arab yang

merupakan bahasa al-Qur’an saat di wahyukan. 2) Syarat kedua: Qiraat tersebut harus sesuai dengan rasm mushaf.

3) Syarat ketiga: Qiraat tersebut harus di riwayatkan oleh orang-orang yang tsiqah (terpercaya) dan bersambung kepada Nabi saw.

Versi Al Jazary


Ibnu al-Jazari telah merangkum ketiga syarat ini dalam Thayyibah an-Nasyr, beliau berkata,

فكل ما وافق وجه نحو وكان للرسم احتمالا يحوي
وصح إسنادا هو القرآن فهذه الثلاثة الأركان
وحيثما يختل ركن أثبت شذوذه لو أنه في السبعة


“Setiap (qiraat) yang sesuai dengan bentuk dalam nahwu, dan yang (sesuai dengan) rasm (mushaf) walaupun berupa kemungkinan, serta yang sahih sanadnya, maka itulah al-Qur’an. Ketiga hal ini adalah rukun. Setiap kali satu rukun tidak terpenuhi. jadikanlah ia qiraat syadz sekalipun terdapat pada (qiraat) yang tujuh.

Apabila sebuah qiraat telah memenuhi ketiga syarat ini, maka ia termasuk dalam kategori qiraat yang di terima, dan kita tidak boleh menolak atau mengingkarinya. Ibnu al-Jazari kembali memaparkan bahwa setiap qiraat yang (1) sesuai dengan Bahasa Arab walaupun hanya satu bentuk, (2) sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani walaupun hanya berupa kemungkinan, dan (3) sahih sanadnya, maka itu adalah qiraat yang sahih yang tidak boleh di tolak ataupun diingkari.

Bahkan, qiraat tersebut termasuk salah satu dari ahruf sab’ah yang mana al-Qur’an di turunkan dengannya. Semua orang wajib menerimanya, baik itu berasal dari Tujuh Imam Qiraat, atau yang Sepuluh, atau dari para imam selain mereka yang bacaannya di terima. Dan setiap kali salah satu dari ketiga rukun ini tidak terpenuhi, maka qiraat tersebut di tetapkan sebagai dhaif, syadz, atau bathil; meskipun berasal dari Tujuh Imam atau selainnya yang lebih banyak dari tujuh. Inilah pendapat yang benar menurut para Imam Pentahkik generasi awal dan akhir.

Lantas beliau menambahkan penjelasan bahwa qiraat yang dipakai dan tidak boleh ditolak adalah yang terkumpul di dalamnya tiga syarat. Jika ketiga syarat ini terpenuhi, maka qiraat itu wajib diterima, dan tidak diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk menolaknya. Baik itu berasal dari salah satu Tujuh Imam Qiraat, yang mana sebagian besar qiraat terbatas pada mereka, atau selain dari para imam tersebut.

Dari sini muncul pertanyaan, “Apakah maksud dari syarat- syarat tersebut?” Jawabannya sebagai berikut:

Penjelasan Syarat Qiro’aat



Syarat pertama: Qiraat tersebut harus memiliki wajh (bentuk yang bisa di benarkan) dalam Bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Qur’an saat di wahyukan.

Maksud dari syarat ‘sesuai dengan Bahasa Arab’ adalah qiraat tersebut harus memiliki bentuk yang sudah lumrah dalam Bahasa Arab. Baik berupa bentuk yang paling fasih, atau yang cukup fasih dan di sepakati semua orang, atau bentuk yang di perselisihkan namun tidak bersifat fatal seandainya qiraat itu tersebar luas dan di terima oleh para imam dengan sanad yang sahih, karena sanad yang sahih ini merupakan dasar terpenting dan pilar yang paling kuat.

Pendapat ini di pilih oleh para pentahkik mengenai syarat ‘kesesuaian dengan Bahasa Arab’. Betapa banyak qiraat yang di ingkari oleh sebagian pakar nahwu, atau di ingkari oleh kebanyakan dari mereka. Akan tetapi pengingkaran tersebut tidak di anggap. Bahkan para imam qiraat generasi awal yang di ikuti pendapatnya sepakat untuk menerima qiraat tersebut. Seperti lafadz } بارنكم dan } يأمركم { yang di baca sukun.

Syarat kedua: Harus sesuai dengan penulisan rasm mushaf.

Telah di ketahui oleh kaum muslimin bahwasanya mushaf- mushaf Utsmani di tulis berdasarkan ijmak dari para sahabat r.a. Dan mereka memutuskan untuk membakar setiap mushaf selain mushaf-mushaf Utsmani yang telah di salin oleh mereka. Sehingga, qiraat yang menyelisihi kaidah penulisan dalam seluruh mushaf ini di anggap sebagai penyelewengan terhadap ijmak para sahabat.

Syarat ketiga: Qiraat tersebut harus di riwayatkan oleh orang-orang tsiqah (terpercaya) yang bersambung kepada Nabi saw.

Riwayat yang Tsiqah


Bahwa yang di maksud dengan periwayatan tsiqah adalah qiraat itu di riwayatkan oleh orang yang adil dan dhabit. Dari orang lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir periwayatan. Kemudian qiraat itu menjadi masyhur di kalangan para imam yang memiliki sifat dhabit. Yaitu pada diri mereka yang tidak di dapati kekeliruan atau hal yang membuat sebagian dari mereka di sifati dengan cacat. Sebagian ulama generasi akhir memberi syarat mutawatir (periwayatan dari jalur yang banyak dan tepercaya) dalam rukun ini, tidak cukup hanya dengan sanad yang sahih. Mereka menganggap bahwa al-Qur’an tidak bisa di tetapkan kecuali dengan adanya unsur mutawatir ini, dan jika ada yang datang hanya dengan satu sumber (ahad), maka ia tidak bisa di tetapkan sebagai al-Qur’an.

Maroji’: Annasyr fi qiroatil Asyr
Oleh: Alma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu

Sumber gambar: https://www.merdeka.com/trending/9-cara-membaca-al-quran-dengan-benar-untuk-pemula-kln.html


Al Maruf

Recent Posts

Teknologi Digital: Penyelamat atau Penjerat?

Teknologi digital sudah merambah pada setiap aspek kehidupan kita. Mulai dari cara kita berkomunikasi, bekerja,…

4 jam ago

Generasi Toleran: Revolusi Hati untuk masa depan yang Damai

Toleransi, sebuah kata yang sering kita dengar namun tak selalu kita pahami sepenuhnya. Di era…

2 hari ago

Menjaga Kecantikan dari Dalam: Akhlak sebagai Kunci Utama

Kecantikan sering kali diasosiasikan dengan penampilan fisik, seperti kulit bersih, tubuh ideal, atau wajah menarik.…

2 hari ago

Filosofi dan Singkatan Dari Huruf Santri

Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2024 ini, kontribusi santri sudah merebak di berbagai hal.…

2 hari ago

Mahasiswa KKN 78 Iain Kudus Berpartisipasi dalam Kegiatan Peringatan Maulid Nabi di Masjid/Mushola Desa Wandankemiri pada saat Bulan Mulud

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang penuh berkah dan semangat kebersamaan di tengah…

3 hari ago

Mahasiswa KKN-MB 078 IAIN Kudus Gelar Kegiatan Jumat Berkah (Berbagi di Hari Jumat)

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari program KKN-Moderasi Beragama (KKN-MB) 078 IAIN Kudus yang bertempat…

3 hari ago