Ruang Santri

Sakinah Dalam Bingkai Perjodohan

santrimillenial.id – Dalam dunia pesantren kerap kita dengar istilah santri dijodohkan dengan sesama santri oleh kyainya. Hal ini menjadi budaya yang dinormalisasi oleh para santri bahkan mereka mengharapkan hal tersebut. Perjodohan ini dapat kita analisis melalui teori hegemoni yang dipopulerkan oleh Antonio Gramsci. Hegemoni menurut Antonio Gramsci adalah dominasi ideology dan kultural oleh seseorang atau suatu kelompok atas kelompok yang lain. Yang mana ideologi ini diterima secara sukarela melalui konsensus bukan melalui paksaan.

Hal ini selaras dengan praktik perjodohan yang ada di Pesantren. Yang mana para santri menerima praktik perjodohan dengan melalui kesepakatan dan persetujuan berbagai pihak, bukan atas paksaan kelompok dominan yang mana pada praktik ini adalah Kyainya. Dalam hasil analisis penerapan teori ini terhadap praktik perjodohan di pesantren terdapat beberapa hal yang menjadi faktor dari kesukarelaan tersebut. Diantaranya adalah Pesantren sebagai sebuah institusi yang membangun pandangan hidup dan nilai – nilai yang menjadi pegangan hidup para santri bahkan keluarga santri tersebut. Dari hal tersebut mereka mengambil kesimpulan bahwa praktik perjodohan ini adalah sesuatu yang baik dan sesuai dengan nilai nilai agama Islam. Maka dasar dari legitimasi perjodohan ini dalam pandangan para santri adalah ajaran agama dan tradisi.

Keluarga santri turut serta memegang nilai nilai yang ditanamkan oleh sang kyai, maka keluarga pun turut menormalisasi praktik ini. Sehingga praktik perjodohan dalam pandangan mereka merupakan sesuatu yang normal dan bahkan diharapkan. Sehingga perjodohan ini terlahir sebagai persetujuan aktif oleh santri, Kyai dan juga keluarga santri. Sehingga dengan praktik perjodohan yang terus dilestarikan seinging bergantinya generasi maka perjodohan ini memegang posisi sebagai control sosial terhadap pilihan pasangan dan pembentuan keluarga dalam lingkungan pesantren. Yang mana tujuannya adalah untuk memastikan nilai – nilai dan tradisi pesantren tetap terjaga.

Dari analisis ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa praktik perjodohan di pesantren jika dipandang dengan kacamata Hegemoni maka akan menghasilkan pemahaman yang baik. Bahwa perjodohan tidak perlu lagi dilihat dengan kacamata oposisi yang memandang bahwa perjodohan adalah sesuatu yang negatif. Karena pada dasarnya tujuan dan praktik yang dilakukan pun baik dan tidak ada unsur paksaan. Dan yang paling penting tujuannya tidak lain adalah dalam rangka membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah dengan jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Meliana Octaviani

Recent Posts

Generasi Toleran: Revolusi Hati untuk masa depan yang Damai

Toleransi, sebuah kata yang sering kita dengar namun tak selalu kita pahami sepenuhnya. Di era…

2 hari ago

Menjaga Kecantikan dari Dalam: Akhlak sebagai Kunci Utama

Kecantikan sering kali diasosiasikan dengan penampilan fisik, seperti kulit bersih, tubuh ideal, atau wajah menarik.…

2 hari ago

Filosofi dan Singkatan Dari Huruf Santri

Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2024 ini, kontribusi santri sudah merebak di berbagai hal.…

2 hari ago

Mahasiswa KKN 78 Iain Kudus Berpartisipasi dalam Kegiatan Peringatan Maulid Nabi di Masjid/Mushola Desa Wandankemiri pada saat Bulan Mulud

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang penuh berkah dan semangat kebersamaan di tengah…

2 hari ago

Mahasiswa KKN-MB 078 IAIN Kudus Gelar Kegiatan Jumat Berkah (Berbagi di Hari Jumat)

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari program KKN-Moderasi Beragama (KKN-MB) 078 IAIN Kudus yang bertempat…

3 hari ago

Mahasiswa KKN 78 Iain Kudus Ikut Berpartisipasi dalam Kegiatan Posyandu Lansia di Desa Wandankemiri

Pada tanggal 9 Oktober 2024, mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari IAIN Kudus yang tergabung…

3 hari ago