santrimillenial.id – Dalam dunia yang semakin terhubung dan dipenuhi dengan informasi, pengetahuan seringkali dianggap sebagai aset paling berharga yang dapat dimiliki seseorang. Namun, ada saat-saat di mana kurangnya pengetahuan justru menjadi sebuah keberkahan. Ketidaktahuan dapat melindungi kita dari kekhawatiran yang tidak perlu dipikirkan, membantu kita menjalani hidup dengan lebih sederhana, dan memungkinkan kita untuk menikmati momen-momen kecil tanpa terganggu oleh kecemasan berlebih. Dalam beberapa konteks, ketidaktahuan dapat memberikan kedamaian, membebaskan kita dari beban informasi yang tidak selalu relevan atau bermanfaat, dan memberikan ruang bagi kreativitas serta kebahagiaan yang murni. Mari kita eksplorasi bagaimana kurangnya pengetahuan bisa menjadi berkah dalam hidup kita.
Salah satu aspek utama di mana ketidaktahuan bisa menjadi berkah adalah kemampuannya untuk mengurangi beban pikiran. Terlalu banyak pengetahuan yang berlebihan tentang berbagai masalah, terutama yang di luar kendali kita bisa menjadi beban pikiran tersendiri. Sebuah contoh yang relevan adalah bagaimana berita dan informasi tentang konflik global atau bencana alam bisa menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Dalam hal ini, ketidaktahuan atau mengurangi paparan terhadap informasi tersebut bisa menjadi cara untuk menjaga kesehatan mental.
Sheikh Ibn Qayyim Al-Jawziyya dalam bukunya “Al-Fawaid” menulis bahwa hati yang penuh dengan kekhawatiran dan pengetahuan tentang hal-hal negatif akan sulit mencapai ketenangan. Dengan demikian, menjaga diri dari pengetahuan yang tidak membawa manfaat langsung atau yang hanya menambah kecemasan adalah tindakan yang bijak.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada informasi dan situasi yang kompleks. Pengetahuan yang mendalam tentang segala hal bisa menjadi sumber stres dan kecemasan. Dalam Islam, ada sebuah hadis yang mengatakan, βBarangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agamaβ (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa pemahaman yang dalam tentang sesuatu adalah karunia, tetapi bukan berarti ketidaktahuan sepenuhnya buruk.
Para ulama juga mengajarkan tentang pentingnya keseimbangan. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin”, menekankan bahwa kesederhanaan dan sikap qanaβah (merasa cukup dengan apa yang dimiliki) adalah kunci kebahagiaan. Ketika seseorang tidak terlalu banyak mengetahui atau memikirkan hal-hal yang kompleks dan memberatkan, mereka cenderung lebih bahagia dan damai. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam ketidaktahuan terhadap hal-hal yang tidak perlu atau berlebihan.
Ketika seseorang tidak dibebani oleh pengetahuan yang berlebihan tentang hal-hal yang tidak penting bagi kesehariannya, mereka bisa lebih fokus pada aspek kehidupan yang lebih sederhana namun signifikan. Misalnya, seseorang yang tidak terlalu mengetahui atau mengikuti tren teknologi terbaru mungkin akan lebih banyak meluangkan waktu untuk keluarga atau kegiatan sosial yang membawa kebahagiaan. Ulama besar seperti Imam Malik pernah berpesan untuk tidak terlalu banyak terlibat dalam perdebatan atau mencari tahu hal-hal yang tidak membawa manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Beliau menekankan pentingnya ilmu yang membawa amal dan kebahagiaan dalam kehidupan nyata.
Kurangnya pengetahuan terkadang dapat mendorong kreativitas dan inovasi. Ketika seseorang tidak terikat oleh batasan pengetahuan yang ada, mereka lebih mungkin berpikir di luar kotak dan menemukan solusi baru. Banyak inovasi besar lahir dari orang-orang yang berani mencoba hal-hal baru tanpa dibatasi oleh pengetahuan konvensional. Dalam konteks ini, ketidaktahuan dapat menjadi katalis untuk pemikiran kreatif dan terobosan baru.
Para ulama juga memiliki pandangan yang menarik tentang ketidaktahuan. Dalam Islam, ada konsep tawakkal, atau berserah diri kepada Allah. Imam Al-Ghazali salah seorang ulama besar, menjelaskan bahwa tawakkal berarti mengandalkan Allah dan mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang lebih besar. Dalam konteks ini, kurangnya pengetahuan tentang masa depan dapat menjadi berkah karena memungkinkan seseorang untuk menjalani hidup dengan penuh keyakinan dan ketenangan, tanpa terbebani oleh kecemasan tentang hal-hal yang tidak dapat mereka kendalikan.
Selain itu, ulama seperti Ibn Taymiyyah juga mengajarkan bahwa manusia tidak akan pernah memiliki pengetahuan yang sempurna tentang segala sesuatu. Oleh karena itu, penting untuk menerima bahwa ada batasan dalam pemahaman kita dan tidak membiarkan ketidaktahuan ini menjadi sumber keputusasaan, melainkan sebagai pengingat untuk selalu mencari pengetahuan yang bermanfaat dan merendahkan hati di hadapan Allah.
Meskipun pengetahuan adalah sesuatu yang sangat berharga, ketidaktahuan memiliki tempatnya sendiri dalam kehidupan kita. Ketidaktahuan bisa menghindarkan beban pikiran yang memungkinkan kebahagiaan dalam kesederhanaan, fokus pada kehidupan sehari-hari dan mendorong kreativitas. Perspektif ulama juga mengajarkan kita untuk menerima keterbatasan pengetahuan kita dan melihat ketidaktahuan sebagai kesempatan untuk berserah diri kepada Allah. Oleh karena itu, memahami kapan harus mengetahui dan kapan lebih baik untuk tidak mengetahui adalah kearifan tersendiri dalam menjalani kehidupan yang penuh berkah.
Oleh: Muhammad Sholihul Huda, PP Mansajul Ulum, Pati.