santrimillenial.id – Pernikahan di bawah umur mengundang isu global yang menarik perhatian beragam kalangan, di antaranya termasuk para ulama’. Pandangan ulama’ terhadap pernikahan di bawah umur sangat beragam, hal ini disebabkan interpretasi mereka terhadap ajaran agama dan realitas sosial. Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan di bawah umur dapat diterima dengan syarat-syarat tertentu, seperti adanya persetujuan dari pihak keluarga dan jaminan kesejahteraan bagi anak yang menikah.
Pendapat mereka merujuk pada praktik historis dalam Islam dan argumentasi dari teks-teks agama yang mendukung pandangan ini. Di sisi lain, ulama yang lebih progresif menekankan pentingnya perlindungan hak anak dan dampak negatif pernikahan dini terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Mereka sering kali mengacu pada prinsip-prinsip keadilan dan kemaslahatan dalam Islam, serta konvensi internasional tentang hak-hak anak untuk menolak praktik ini. Terdapat beragam versi mengenai perspektif ulama tentang pernikahan di bawah umur. Di antaranya:
1. Pandangan yang Mendukung Pernikahan di bawah Umur.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan di bawah umur diperbolehkan dalam Islam dengan syarat-syarat tertentu. Mereka merujuk pada praktik yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. Salah satu dalil yang sering digunakan adalah pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA. Menurut hadits, Aisyah dinikahkan dengan Nabi ketika ia masih berusia enam tahun dan mulai hidup bersama Nabi pada usia sembilan tahun. Dalam sebuah hadis dijelaskan yang artinya: “Bahwa Nabi SAW menikahi Aisyah ketika Aisyah berumur enam tahun dan Nabi SAW menggauli Aisyah ketika ia berumur sembilan tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ulama’ yang mendukung pandangan ini menekankan bahwa pernikahan di bawah umur dapat dibenarkan jika membawa kemaslahatan dan dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan fisik dan mental anak. Mereka juga menekankan pentingnya persetujuan keluarga dan adanya jaminan kesejahteraan bagi anak yang menikah.
2. Pandangan yang Menentang Pernikahan di bawah Umur
Sebaliknya, ada pula ulama yang menentang keras pernikahan di bawah umur dengan alasan bahwa praktik tersebut dapat merugikan anak secara fisik dan mental. Mereka berargumen bahwa meskipun ada contoh dalam sejarah Islam, kondisi sosial dan pengetahuan tentang hak anak telah berkembang, sehingga interpretasi ajaran agama juga harus disesuaikan dengan kontek zaman.
Dalil yang sering dikemukakan untuk menolak pernikahan di bawah umur adalah prinsip maqashid syariah, yaitu tujuan-tujuan syariat yang mencakup perlindungan terhadap jiwa, akal, keturunan, dan harta. Mereka berpendapat bahwa pernikahan di bawah umur bertentangan dengan tujuan-tujuan ini karena dapat mengancam kesehatan fisik dan mental anak, serta menghambat pendidikan dan perkembangan mereka.
Selain itu, merujuk pada ayat Al-Qur’an yang menyebutkan pentingnya mencapai kedewasaan sebelum menikah sebagaimana yang tertera di dalam surah An-Nisa ayat 6,
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (dewasa), maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka.” (QS. An-Nisa: 6).
Ayat ini menunjukkan bahwa kedewasaan dan kemampuan untuk bertanggung jawab adalah syarat penting sebelum seseorang menikah dan mengelola harta.
3. Perspektif Kontemporer dan Hukum Internasional
Banyak ulama kontemporer juga mempertimbangkan konvensi internasional tentang hak-hak anak, seperti Konvensi Hak Anak yang menetapkan usia minimum untuk menikah adalah 18 tahun. Mereka menekankan pentingnya mengikuti standar internasional ini untuk melindungi hak anak dan memastikan mereka mendapatkan pendidikan serta kesempatan berkembang yang layak.
Mereka juga berpendapat bahwa Islam mendorong perlindungan terhadap yang lemah dan menekankan keadilan sosial, sehingga praktik pernikahan di bawah umur yang merugikan anak harus dihindari. Mereka menekankan prinsip “la darar wa la dirar” (tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain) dalam menilai kebijakan terkait pernikahan di bawah umur.
Pandangan ulama mengenai pernikahan di bawah umur sangat beragam. Hal ini mencerminkan perbedaan interpretasi terhadap teks-teks agama dan adaptasi terhadap konteks sosial yang berubah. Penting bagi kita untuk mengkaji lebih dalam mengenai dalil yang digunakan untuk mendukung pernikahan di bawah umur. Karena perlindungan hak anak dan prinsip-prinsip keadilan dalam Islam juga memberikan dasar yang kuat untuk menentang praktik tersebut. Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin. Maka, sebisa mungkin bagi kita untuk memilih hal mana yang perlu kita ikuti agar tidak merugi nantinya.
Oleh: Muhammad Sholihul Huda, PP Mansajul Ulum, Pati.
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…