santrimillenial.id – Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali cenderung melihat dunia dalam dua warna: hitam dan putih. Ini adalah cara yang sederhana dan langsung untuk memahami realitas yang kompleks. Namun, manusia tidaklah sesederhana itu. Kita adalah makhluk yang terdiri dari berbagai nuansa, kombinasi dari baik dan buruk, kuat dan lemah, benar dan salah. Manusia itu abu-abu, bukan hitam ataupun putih.
Kebaikan dan Keburukan dalam Diri Setiap Orang
Salah satu contoh paling jelas dari konsep ini adalah kenyataan bahwa setiap orang memiliki sisi baik dan sisi buruk. Tidak ada manusia yang sepenuhnya baik atau sepenuhnya jahat. Bahkan, orang yang kita anggap paling baik sekalipun memiliki kelemahan dan mungkin pernah melakukan kesalahan. Sebaliknya, orang yang tampaknya buruk mungkin memiliki alasan di balik perilakunya atau bahkan memiliki momen kebaikan yang tersembunyi di dalamnya.
Misalnya, seseorang yang dikenal sebagai pemimpin yang keras dan otoriter mungkin memiliki niat tulus untuk melindungi orang-orang di sekitarnya atau memastikan keadilan. Di sisi lain, orang yang dikenal sebagai dermawan bisa saja memiliki sisi egois yang hanya sedikit diketahui orang lain. Dalam konteks ini, manusia adalah makhluk yang kompleks dan penuh kontradiksi.
Pengaruh Lingkungan dan Pengalaman
Manusia juga dibentuk oleh lingkungan dan pengalaman mereka, yang menambah lapisan abu-abu dalam kepribadian kita. Seorang individu mungkin terlihat sebagai pribadi yang teguh dan tidak mudah goyah dalam situasi tertentu, tetapi dalam kondisi yang berbeda, mereka bisa menjadi rapuh dan rentan. Reaksi kita terhadap situasi sering kali dipengaruhi oleh latar belakang, pengalaman hidup, dan kondisi mental kita saat itu.
Misalnya, seseorang yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih dan dukungan mungkin lebih cenderung memperlihatkan sisi baiknya, sementara seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan yang keras mungkin menunjukkan sikap yang lebih dingin atau tertutup. Namun, ini tidak berarti bahwa orang pertama tidak pernah berbuat salah atau orang kedua tidak memiliki kebaikan. Keduanya adalah produk dari pengalaman hidup yang berbeda, dan masing-masing memiliki spektrum warna yang berbeda dalam diri mereka.
Menghindari Penghakiman Berlebihan
Memahami bahwa manusia itu abu-abu juga membantu kita untuk tidak terlalu cepat menghakimi orang lain. Dalam hubungan antarmanusia, kita sering kali tergoda untuk menilai seseorang berdasarkan tindakan atau kata-kata tertentu saja, tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Dengan mengakui bahwa setiap orang memiliki sisi baik dan buruk, kita bisa lebih empatik dan lebih bijaksana dalam berinteraksi dengan orang lain. Kita belajar untuk melihat orang lain sebagai makhluk yang kompleks, bukan sekadar sebagai “baik” atau “buruk.”
Dengan memahami dan menerima kenyataan ini, kita dapat menjadi lebih peka terhadap diri kita sendiri dan orang lain. Ini juga memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan dengan lebih terbuka, tanpa terjebak dalam penilaian yang sempit dan memecah-belah. Pada akhirnya, pengakuan akan kompleksitas manusia ini membantu kita untuk tumbuh dan berempati dengan lebih baik, menjadikan dunia ini tempat yang lebih toleran dan penuh pengertian.
Oleh: Badrut Tamam (PP. Assholihiyyah Genuk Semarang)