Pertama kali Nabi Muhammad Saw lahir, banyak tanda kemuliaannya hingga semesta ikut bertasbih menyambut Rasulullah. Sejak kecil, Allah SWT selalu menguji ketabahannya. Namun, selama perjalanan hidup beliau yang berkaitan dengan orang lain, selalu membawa keberkahan. Salah satunya kepada perempuan dari Bani Sa’d bin Bakr, Halimatus Sa’diyah.
Sosok wanita miskin yang bekerja menawarkan air susu ibu (ASI). Sebagaimana tradisi Bangsa Arab, anak yang lahir selalu diserahkan kepada orang lain untuk mendapatkan ASI. Meskipun sang Ibu mampu menyusuinya.
Suatu ketika, Siti Aminah, Ibunda Nabi Muhammad memberi kepercayaan kepada Halimah untuk menyusui Rasulullah setelah Tsuwaibah. Meskipun pada saat itu, Ia dalam keadaan miskin.
Pada awalnya, Halimatus Sa’diyyah bersama suaminya Harits bin Abdul Uzza merantau ke Makkah mencari pelanggan bersama masyarakat lainnya. Namun warga Makkah tidak ada yang mau menitipkan anaknya pada Halimah.
Mengasuh Anak Yatim
Kemiskinan keluarga Halimah menggambarkan kualitas ASI yang rendah. Begitu pula sebaliknya. Nabi Muhammad waktu itu dalam keadaan yatim. Sedangkan ibunya juga miskin. Sehingga tidak ada yang mau mengambil Muhammad kecil karena mengira tidak akan mendapatkan imbalan apapun.
Ketika rombongan Halimah sudah mendapatkan semua anak susuan, Halimah bersumpah pada suaminya untuk tidak pulang sebelum membawa bayi. Hingga akhirnya, mengambil Muhammad kecil dengan harapan mendapatkan keberkahan.
Begitulah cara Allah mempertemukan Halimah dengan Nabi Muhammad. Siti Aminah juga memberi kepercayaan padanya untuk mengasuh Nabi Muhammad Saw. Mereka tidak menduga, dalam perjalanan menuju rumah Halimah, Allah memberi keberkahan dengan menyuburkan payudaranya agar menghasilkan ASI yang melimpah.
Perubahan Ekonomi Halimatus Sa’diyah berubah. Bahkan, saat mengasuh Muhammad kecil, kehidupannya mengalami perbaikan secara drastis. Hewan ternaknya bugar-bugar, keledai yang ia tumpaki saat berkendara ke Makkah kian berisi dan perekonomiannya makmur. Allah juga mencukupi segala kebutuhan keluarga Halimatus Sa’diyah.
Perempuan mulia itu sangat merasakan keberkahan dari Allah selama menjadi Ibu susu Nabi Muhammad Saw. Halimah juga sangat menjaga Nabi Muhammad Saw, bukan karena kedapatan harta namun sebab cintanya pada beliau. Sehingga ia tidak mau Nabi hilang dari pandangannya saat bermain. Selain itu, ia takut apabila kakek Muhammad memberi tuntutan karena kelalaiannya.
Setelah masa asuhnya berakhir. Halimah mengembalikan Muhammad kecil kepada Siti Aminah. Akan tetapi, yerjadi dalam kehidupannya, kembali seperti sebelum menjaga Nabi Muhammad. Harta, ternak dan kebutuhannya menjadi sempit. Ia dan sang keluarga harus bekerja keras lebih untuk mencukupi kehidupan.
Saat Nabi Muhammad Saw tumbuh dewasa, Halimah mengadu nasib hidupnya. Kala itu, beliau sudah menikah dengan Siti Khadijah. Kemudian beliau melayani dengan sepenuh hati untuk melangsungkan kebutuhan milik Halimah.
Keberkahan yang Allah berikan kepada Halimatus Sa’diyah dan keluarganya bukan kebetulan. Allah memilih hambanya yang pantas untuk mengasuh Nabi Muhammad Saw.
Keikhlasan dan menghilangkan rasa pamrih ketika mengambil Muhammad kecil yang yatim menjadi bentuk kemuliaan Halimah dan kelapangan dada suaminya.
Andai kata mereka hanya ingin upah dalam menjalankan pekerjaannya. Halimatus Sa’diyah tidak akan mengambil Muhammad kecil untuk ia asuh. Abdullah bin Uzza pun tidak akan mengizinkannya membawa Muhammad kecil untuk menjadi bagian dari keluarganya.
Gambar: TribunnewsWiki.com