Rebo Wekasan merupakan tradisi masyarakat Jawa Islam. Rebo yang artinya hari Rabu dan wekasan yang artinya akhiran. Jadi Rebo Wekasan adalah tradisi yang dilakukan pada akhir bulan Safar yang di isi dengan ritual-ritual yang telah ditentukan. Tradisi ini diselenggarakan sebelum memasuki bulan Robiul Awal, tepatnya bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Untuk tahun ini Rebo Wekasan diselenggarakan pada Rabu, 4 September 2024. Tanggal ini bertepatan pada hari Rabu terakhir bulan Safar kalender Hijriah.
Masyarakat Jawa menganggap Rabu Wekasan merupakan hari yang memiliki makna khusus. Rebo Wekasan merupakan hari di mana diturunkan musibah yang banyak, karena para Ulama’ mendapatkan hidayah lewat mimpi tentang hari Rabu di akhir bulan Safar ini. Para Ulama’ merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi, ijtihad yang hebat, dan tirakat (menghindari diri dari sesuatu yang berhubungan dengan hawa nafsu). Jadi para masyarakat Jawa Islam menyakini tentang ijtihad Ulama’ tentang Rebo Wekasan ini. Namun di sisi lain hari tersebut juga diturunkan dengan limpahan keberkahan serta perlindungan dari Allah SWT.
Tradisi Rebo Wekasan dilakukan dengan maksud terhindar dari musibah dengan melakukan kegiatan beribadah seperti khataman Al-Qur’an, do’a bersama, selametan, dan amalan sunnah lainnya yang dituangkan dalam rangkaian tradisi Rebo Wekasan.
Mengenai sejarah Rebo Wekasan terdapat berbagai versi dalam penjabarannya. Versi pertama adalah adanya seorang kyai yang memiliki ilmu agama dan bidang ahli penyembuhan berbagai penyakit. Tokoh tersebut bernama Kyai Faqih Usman yang lebih dikenal dengan Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit. Kyai Faqih diyakini masyarakat mampu mengobati berbagai penyakit dengan metode suwuk (membaca ayat suci Al-Quran pada segelas air yang kemudian diminumkan kepada pasiennya). Akhirnya Kyai Faqih menjadi terkenal dan mendapatkan sanjungan dari Sri Hamengku Buwono 1. Sepeninggal Kyai Faqih, masyarakat masih beranggapan penuh bahwa setiap hari Rebo Wekasan untuk berbondong-bondong mencari berkah.
Versi kedua yakni berhubungan dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Abdul Hamid Quds berpendapat bahwa ada 32.000 musibah yang diturunkan Allah SWT ke bumi pada setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar. Kemudian wali songo mengembangkannya menjadi tradisi yang diniatkan untuk menolak bala’ dengan mengisi berbagai kegiatan keagamaan. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Suci, Gresik, Sunan Giri memberikan petunjuk mata air ketika kekeringan panjang dan berpesan untuk melakukan upacara adat Rebo Wekasan.
Versi Ketiga yakni upacara Rebo Wekasan tidak terlepas dari tradisi keraton Mataram yang dipimpin Sultan Agung. Tradisi ini diselenggarakan pada abad 16. Pada saat itu pemerintahan Mataram mengalami wabah penyakit yang kemudian diadakan kegiatan untuk menolak bala’ dalam bentuk do’a di tradisi Rebo Wekasan.
Demikian pemaparan mengenai makna dan sejarah Rebo Wekasan dalam masyarakat Jawa Islam. Semoga bermanfaat.