free page hit counter

Demonstrasi Berakhir Ricuh?

Baru-baru ini politik Indonesia sedang tidak baik-baik saja alias zona darurat. Negara yang katanya termasuk negara demokratis dan terpimpin ini membuat lelucon yang mencederai Pancasila sebagai ideologi negara. Memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi menjadi tanda tercerabutnya moral politik di Indonesia.Ironisnya, pemimpin negara lah yang bertanggungjawab atas carut marut perpolitikan dewasa ini.
Keadaan ini membuat geram masyarakat Indonesia. Emosi yang telah lama dipendam karena kecurangan pokitik ketika pemilihan presiden lalu, muncul kembali ke permukaan. Buntut perkara ini, memunculkan aksi-aksi massa yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia. Demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa, aktivis, dan masyarakat ini adalah bentuk ekspresi marah warga Indonesia terhadap pemerintahan dan oknum-oknum negara.
Naasnya, demo yang terjadi di berbagai daerah berakhir ricuh. Para oknum kepolisian yang menangani demonstran dengan kekerasan. Tercatat, di Semarang, polisi membubarkan massa dengan menembak gas air mata dan pemukulan. Sedikitnya ada 18 demonstran yang harus dilarikan ke rumah sakit.
Kemudian di Makassar, polisi membubarkan massa aksi setelah diketahui Iriana Jokowi akan melewati jalan yang digunakan untuk demonstrasi. Tindakan aparat kepolisian di Bandung juga tak kalah brutal, setidaknya 31 orang massa aksi mengalami kekerasan. Akibatnya 2 orang dilaporkan luka di kepala dan 2 orang belum diketahui keberadaanya.
Gas air mata juga ditembakan aparat kepolisian yang menangani demonstrasi di Gedung DPR. Setelah pagar DPR dirobohkan dan kerumunan massa demonstrasi terpecah, aparat kepolisian mulai memburu mahasiswa dan pelajar. Banyak demonstran yang dikeroyok aparat dengan cara memukul menggunakan tongkat, menendang dan lainnya.
Unjuk rasa atau demonstrasi sendiri adalah salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh undang-undang. UU nomor 9 tahun 1998 telah mengatur tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Dalam undang-undang ini, demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Gus baha juga membolehkan aksi demo dengan catatan tidak merugikan orang lain, tidak anarkis, dan tidak madharat bagi kelompok lain. Dalam QS Al Baqarah ayat 251, dijelaskan bahwa kekuatan manapun itu harus dikontrol, dan tentu kontrol itu bermacam-macam.
Demonstrasi dilegalkan oleh hukum negara. Tidak ada salahnya jika warga turun ke jalan untuk meminta keadilan dan kebijakan para pemerintah yang sudah tidak sesuai dengan harapan mereka. Jalan kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengusir para demonstran itu tidak dapat dapat dibenarkan. Seharusnya mereka bisa melakukan dengan bicara baik-baik sesuai prosedur. Tidak main hakim sendiri. Komnas HAM menegaskan penangana terhadap demonstran harus dilakukan dengan cara humanis.
Kekerasan ini juga termasuk melanggar peraturan internal Polri. Peraturan Kapolri No.1 Tahun 2009 tegas menyebut pihak kepolisian tidak boleh terpancing, arogan, atau melakukan aksi kekerasan sekalipun kerumunan massa tidak terkendali. Kapolri harus memerintahkan jajarannya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap demonstran.
Maka dari itu baik demonstran maupun aparat keamanan harus bisa mengontrol diri. Jangan sampai aksi massa yang mempunyai peran positif dalam keikutsertaan masyarakat mengawal negara menjadi aksi yang merugikan dan melukai banyak orang. Jangan sampai memupuk kekecewaan rakyat untuk yang kesekian kali.

Oleh: Putri Nadillah



Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *