Istilah Maulid Nabi Muhammad sudah tidak asing lagi bagi umat Islam. Gema sholawat pada malam hari akan terus terlantun setiap malam Rabiul Awal di berbagai wilayah. Ada pula yang menyambut dengan tradisi unik di masing-masing daerah pada bulan kelahiran Rosulullah SAW ini.
Misalnya, tradisi membuat ketupat sampang di Madura, grebeg Maulid di Yogyakarta, ba’ayun Maulid di Banjar, arakan ratusan telur di Banyuwangi, rolasan di Kebumen, keresan di Mojokerto dan masih banyak tradisi lainnya.
Adapun masa Rasulullah hingga ulama pernah mengimplementasikan penyambutan Maulid Nabi Muhammad SAW. Meskipun terkait orang yang pertama kali memperkanalkan Maulid masih menuai perbedaan pendapat. Berikut beberapa argumen terkait sosok pertama yang memulai perayaan bulan kelahiran Nabi.
Khaizuran (170 H)
Pertama, argumen yang mengatakan perayaan pertama Maulid Nabi dilakukan ketika abad ke dua Hijriyah. Merujuk pada kitab Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa karya Nuruddin Ali, sosok Ibu dari Musa al- Hadi dan al-Rasyid, Khaizuran pernah memerintahkan penduduk Madinah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad.
Sosok yang mempunyai pengaruh selama tiga kholifah di Dinasti Abbasiah tersebut juga memerintahkan masyarakat Muslim Makkah untuk merayakan kelahiran Nabi. Bedanya, ketika di Madinah, beliau mengajak perayaan di Masjid Nabawi. Namun ketika di Makkah dianjurkan di rumah masing-masing.
Sekitar tahun 170 H, Khaizuran menggerakan kaum Muslimin di wilayah Arab dengan tujuan untuk mengingat sosok Nabi yang menjadi pemimpin umat Islam sekaligus tauladan yang mampu menginspirasi manusia di dunia.
Al-Hakim Billah
Kedua, Kholifah Al-Hakim Billah saat Dinasti Abbasiyyah berkuasa. Pendapat ini disampaikan oleh mufassir Indonesia, Quraish Shihab. Menurut beliau, Al-Hakim Billah menjadi sosok pertama yang memeriahkan kelahiran Nabi secara meriah.
Adapun tujuan perayaan tersebut untuk memperkenalkan Nabi Muhammad SAW terhadap setiap generasi yang ada. Mengenali bagian dari jalur mencintai Rasulullah.
Ubaid Al-Mahdi (312 H)
Ketiga, sosok pertama selanjutnya yang menggagas kemeriahan Maulid Nabi menurut Syekh Hasan As-Sandubi ialah raja dari Dinasti Fatimiyah. Dalam Nu Online, saat itu yang memimpin ialah Ubaid Al-Mahdi sekitar tahun 312 H. Argumen itu tercantum dalam kitab Tarikhul Ihtifal bil Maulidin Nabawi.
Al-Mu’izz li Dinillah (363 H)
Selanjutnya, masih pada dinasti yang sama yakni Fatimiyah. Namun, saat Kholifah Al-Mu’izz li Dinillah berkuasa. Kyai Aqil Siroj yang saat itu masih menjadi ketua PBNU menyampaikan, Al- Mu’izz Billah mengadakan haflah maulid secara besar besaran setelah mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun di Mesir. Perayaan tersebut terjadi pada tahun 363 H.
Nuruddin (511 H)
Kelima, Sultan Nuruddin. Perayaan Maulid Nabi ini menjadi kelanjutan setelah tradisi kaum Syiah yang merayakan kelahiran keturunan Rasulullah SAW dan menolak kholifah selain Ali terus terlaksana hingga Islam jatuh kepada para ulama.
Melansir dari Nu Online, Syekh Bakhit Al-Muthi’i menuliskan dalam kitab Irsyadu Ahlil Millah ila Itsbatil Ahillah, seremonial yang Sultan Nuruddin ajarkan berbeda dengan yang kaum Syiah lakukan. Perayaan tersebut terjadi sekitar tahun 511 H di Syiria.
Salahudin Al-Ayyubi (565 H)
Selanjutnya, pendapat tentang sosok pertama yang merayakan Maulid Nabi adalah Salahudin Al-Ayyubi. Ketika kaum Muslim di bawah kepemimpinannya berhasil memenangkan perang salib pada 565 H. Ia menyeru kepada masyarakat untuk memperingati kelahiran Nabi.
Tujuannya agar mengingat kembali perjuangan Nabi Muhammad. Saat ulama lain menolak karena khawatir keluar dari ajaran Islam, Salahuddin meyakinkan bahwa perayaan Maulid sekedar menyemarakkan syiar Islam. Bukan ritual yang bersifat sakral.
Mudhaffar (549 H- 630 H)
Terakhir, pendapat dari Syekh Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi ialah Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin atau Raja Ibril. Melansir dari Nu Online, Syekh Jalaluddin mencantumkan argumennya dalam kitab Al-Hawi lil Fatawi. Seremonial itu terjadi sekitar tahun 549 H- 630 H.
Itulah beberapa pendapat tentang sosok yang pertama kali merayakan Maulid sebagai kelahiran Rasulullah SAW. Perbedaan argumen di atas hanya memperkenalkan keluasan khazanah pengetahuan.
Keragaman yang dilakukan pendaluhu dalam merayakan Maulid menumbuhkan keeksisan hingga sekarang. Penyambutan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut kini mengalami perkembangan menyesuaikan adat wilayah masing-masing di belahan dunia.
Sumber gambar: walisongoonline