Di Surabaya, Masjid Pemuda Konsulat menyediakan layanan makan gratis bagi masyarakat dan musafir. Masjid ini menyediakan makanan secara rutin setelah shalat pada hari-hari tertentu, seperti setelah shalat Zuhur pada Selasa dan Rabu, serta setelah shalat Magrib pada Senin dan Kamis untuk menghormati mereka yang berpuasa sunnah. Pada hari Jumat, mereka juga menyajikan makanan setelah shalat Jumat dalam bentuk nasi kotak yang siap jadi santapan para jamaah.
Berbagai program masjid pemuda konsulat
Selain program makan gratis, Masjid Pemuda Konsulat di Surabaya juga memiliki berbagai kegiatan sosial lainnya. Termasuk acara khusus selama bulan Ramadan dan program berbagi makanan kepada anak-anak yatim di lingkungan sekitar. Masjid ini menjadi salah satu tempat bagi warga sekitar yang membutuhkan bantuan. Baik makanan atau tempat istirahat sementara bagi musafir yang berada di kota Surabaya.
Bagi seseorang yang sedang dalam perjalanan, berhenti dan beristirahat di masjid adalah hal lumrah. Namun yang menjadi persoalan ketika mereka menggunakan fasilitas toilet masjid tanpa melakukan ibadah di masjid tersebut. Lantas bagaimana fikih menanggapi hal tersebut?.
Jika ditelaah, pada dasarnya air di masjid di sediakan khusus untuk orang yang beribadah di masjid, baik salat, iktikaf dan semacamnya. Sehingga memanfaatkan air masjid tanpa beribadah di masjid tidak boleh. Syekh As-Syarwani menjelaskan:
وَكَذَا يُؤْخَذُ مِنْ ذَلِكَ حُرْمَةُ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ مِنْ أَنْ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَدْخُلُونَ فِي مَحَلَّ الطَّهَارَةِ لِتَفْرِيغ أَنْفُسِهِمْ ثُمَّ يَغْسِلُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَيْدِيَهُمْ مِنْ مَاءِ الْفَسَاقِي الْمُعَدَّةِ لِلْوُضُوءِ لِإِزَالَةِ الْغُبَارِ وَنَحْوِهِ بِلَا وُضُوءٍ وَلَا إِرَادَةِ صَلَاةٍ
“Begitu juga keharaman yang menjadi kebiasaan bahwa orang-orang masuk ke tempat bersuci untuk merampungkan hajatnya. Membasuh wajah serta tangannya dari debu dan sesamanya menggunakan air yang khusus untuk wudu. Tanpa melakukan wudu dan tanpa tujuan salat.” (Hawasyi asy-Syarwani, 1/231)
Namun apabila sumber air tersebut merupakan wakaf untuk kemaslahatan umum. Atau penggunaan semacam itu sudah mentradisi tanpa ada yang mengingkari, maka hukumnya boleh.
Keterangan di dalam kitab Fathul Mu’in
Syekh Zainuddin al-Malibari mengutip:
إِنَّهُ إِذَا دَلْتَ قَرِيْنَةً عَلَى أَنَّ الْمَاءَ مَوْضُوعٌ لِتَعْمِيمِ الْاِنْتِفَاعِ. جَازَ جَمِيعُ مَا ذُكِرَ مِنَ الشَّرْبِ وَغَسْلُ النَّجَاسَةِ وَغَسْلُ الْجِنَابَةِ وَغَيْرُهَا. وَمِثَالُ الْقَرِينَةِ : جِرْيَانُ النَّاسِ عَلَى تَعْمِيمِ لِانْتِفَاعِ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ مِنْ فَقِيْهِ وَغَيْرِهِ
“Sesungguhnya apabila terdapat indikasi bahwa air tersebut untuk kemanfaatan umum. Maka boleh menggunakannya untuk semua kepentingan di atas, semisal untuk minum, membasuh najis, mandi junub dan lain sebagainya. Contoh dari indikasi tersebut adalah kebiasaan manusia untuk memanfaatkannya secara umum. Tanpa ada pengingkaran, baik dari ahli fikih atau yang lainnya.” (Fath al-Mu’in, hlm. 88)
Meski demikian, dianjurkan untuk melakukan ibadah di masjid tersebut. Atau memasukkan sejumlah uang yang setara dengan penggunaan toilet umum ke dalam kotak infaq.
Oleh: Al Ma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu