Santrimilenial.id_Dalam negara demokrasi, demontrasi damai adalah aktifitas legal yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak maslahat.
Berikut adalah beberapa demonstrasi besar yang pernah terjadi di Indonesia:
1. Reformasi 1998: Demonstrasi besar-besaran yang di pelopori mahasiswa dan masyarakat . Yang menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya setelah lebih dari 30 tahun memimpin. Aksi ini terjadi di berbagai kota dan akhirnya berhasil menurunkan Soeharto pada Mei 1998.
2. Aksi 212 (2016): Demonstrasi yang terjadi pada 2 Desember 2016. Menuntut penegakan hukum atas dugaan penistaan agama yang dilaoleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Aksi ini dihadiri jutaan massa dan menjadi salah satu demonstrasi terbesar di Jakarta.
3. Demonstrasi Menolak UU Cipta Kerja (2020). Pada tahun 2020, masyarakat, buruh, dan mahasiswa melakukan demonstrasi di berbagai kota. Untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang dianggap merugikan pekerja dan lingkungan. Demonstrasi ini berlangsung di tengah pandemi COVID-19.
4. Demonstrasi Menolak RUU KUHP (2019). Pada tahun 2019, mahasiswa menggelar aksi besar-besaran menolak revisi UU KUHP yang mengancam kebebasan sipil. Aksi ini dikenal sebagai “Gejayan Memanggil” dan terjadi di berbagai kota besar, termasuk Jakarta dan Yogyakarta.
5. Aksi Reformasi Dikorupsi (2019). Aksi ini di lakukan mahasiswa dan masyarakat yang memprotes revisi UU KPK yang melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Demonstrasi besar ini terjadi di depan gedung DPR dan di beberapa kota lainnya.
6. Demonstrasi Tolak BBM Naik (2005, 2008, 2013, dan 2022). Seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang pemerintah tetapkan, masyarakat dan mahasiswa sering menggelar demonstrasi. Sebagai upaya menolak kebijakan ini karena memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.
Dengan demikian, demonstrasi-demonstrasi ini mencerminkan respons masyarakat Indonesia terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan publik.
Demonstrasi termasuk implementasi kebebasan mengemukakan pendapat yang di lindungi undang-undang bahkan mendapatkan payung hukum dari syariat. (At-Tasyri’ al-Jinaiy, 1/242)
Meski demikian, demonstrasi sebagai media amar makruf nahi munkar haruslah di lakukan oleh seorang yang berkompeten di bidangnya dan mengetahui secara pasti duduk perkaranya. Misalkan dalam hal perundang-undangan, maka harus mengetahui secara pasti pasal mana yang tidak maslahat bagi rakyat. Bukan atas dasar ikut-ikutan. Sebagaimana ungkapan Syekh Ibrahim al-Bajuri:
وَاعْلَمْ أَنَّ لِوُجُوبِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْي عَنِ الْمُنْكَرِ شُرُوطًا أَحَدُهَا أَنْ يَكُونَ الْمُتَوَلِّي لِذَلِكَ عَالِمًا بِمَا يَأْمُرُ بِهِ وَيَنْهَى عَنْهُ فَالْجَاهِلُ بِالْحُكْمِ لَا يَحِلُّ لَهُ الْأَمْرُ وَلَا النهي
“Ketahuilah bahwa kewajiban amar makruf nahi munkar memiliki beberapa syarat. Pertama, orang yang menanganinya harus mengetahui secara pasti perkara yang ia perintahkan dan perkara yang di larangnya.” (Jauhar at-Tauhid, hal. 120)
Selanjutnya, kewajiban amar makruf nahi munkar harus menjamin tidak menimbulkan kemunkaran lain, misalkan tindakan anarkis, bentrokan dengan aparat keamanan atau perusakan fasilitas umum. Sebagaimana uraian Syekh Zakaria al-Anshari:
وَاعْلَمْ أَنَّ لِوُجُوبِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْي عَنِ الْمُنْكَرِ شُرُوطًا أَحَدُهَا أَنْ يَكُونَ الْمُتَوَلِّي لِذَلِكَ عَالِمًا بِمَا يَأْمُرُ بِهِ وَيَنْهَى عَنْهُ فَالْجَاهِلُ بِالْحُكْمِ لَا يَحِلُّ لَهُ الْأَمْرُ وَلَا النهي
“Ketahuilah bahwa kewajiban amar makruf nahi munkar memiliki beberapa syarat. Pertama, orang yang menanganinya harus mengetahui secara pasti perkara yang ia perintahkan dan perkara yang terlarang.” (Jauhar at-Tauhid, hal. 120)
Selanjutnya, kewajiban amar makruf nahi munkar harus menjamin tidak menimbulkan kemunkaran lain, misalkan tindakan anarkis, bentrokan dengan aparat keamanan atau perusakan fasilitas umum. Sebagaimana penjelasan Syekh Zakaria al-Anshari:
وَإِنَّهُ إِنَّمَا يَجِبُ الْإِنْكَارُ حَيْثُ لَمْ يُؤَدِّ إِلَى فَوَاتِ مَصْلَحَةٍ أُخْرَى، فَإِنْ أَذًى إِلَى فَوَاتِ مَصْلَحَةٍ، أو الوقوع فِي مَفْسَدَةٍ أُخْرَى لَمْ يَجِبْ
“Sesungguhnya wajib mengingkari apabila tidak berdampak pada terbengkalainya kemashlatan lain. Namun apabila berdampak pada terbengkalainya kemashlatan lain atau terjadi kerusakan lain, maka tidak wajib mengingkari.” (Asna al-Mathalib, 1/184)
Dengan demikian, apabila undang- undang benar-benar merugikan berbagai pihak, khusus kalangan bawah, maka melakukan aksi penolakan dapat di benarkan. Namun harus di lakukan dengan sesuai jalur konstitusional yang berlaku.
Oleh: Al Ma’ruf PPSalaf APIK Kaliwungu
Sepak bola lebih dari sekadar permainan di atas lapangan hijau. Di tribun stadion, supporter menjadi…
Penyakit seperti diabetes, kanker, atau jantung memerlukan perawatan jangka panjang dengan biaya yang bisa mencapai…
Di kehidupan yang sangat praktis ini, banyak makanan cepat saji yang beredar di sekitar kita.…
Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui ucapan, kita dapat menyuarakan berbagai ide, menyampaikan…
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual, seharusnya menjadi benteng melawan paham radikalisme. Namun,…
Minum es teh sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang di Indonesia. Segar, murah, dan mudah…