Bulan Rajab merupakan bulan mulia yang memiliki sejumlah keistimewaan, salah satu peristiwa yang sangat bersejarah terjadi di dalamnya, yakni Isra’ Mi’raj. Peristiwa yang dialami Rasulullah ini bertepatan pada malam 27 Rajab. Sebagian kalangan dari kaum Quraisy tidak mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj begitu saja, sebab sungguh di luar nalar manusia. Kecuali Abu Bakar Siddiq yang memang sedari awal tidak pernah ragu terhadap Nabi Muhammad, baik dari ucapan maupun perbuatannya.
Isra’ mi’raj ditempuh dalam tempo yang singkat yakni dengan waktu semalam saja. Awal pemberangkatan Isra’ Nabi Muhammad dari Masjidil Haram, kemudian beliau mi’raj menuju Sidratul Muntaha. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Isra’ ayat 1.
سُبْحَـٰنَ ٱلَّذِى أَسْرَيٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَـٰتِنَآ، إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبِصِيرُ
Artinya: Maha suci Allah yang telah mengisra’kan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang kami berkahi sekelilingnya, untuk kami tunjukkan kepadanya tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan) Kami. Sesungguhnya (Allah) Maha Mendengar dan Melihat.
Nabi Muhammad memperoleh mu’jizat isra’ mi’raj dari Allah sebagai bentuk penegasan akan kemuliaan hamba-Nya sebagai penutup risalah para Nabi. Lalu Nabi Muhammad mendapat kehormatan bisa menghadap Allah, bertemu dengan para Nabi sebelumnya dan para malaikat. Tidak hanya itu, Allah menetapkan sebuah kewajiban shalat 5 waktu.
Ibadah shalat menjadi penentu dari semua amal di hari akhir kelak. Saat, seseorang yang istiqamah mengerjakan shalat fardhu, maka semakin mudah jalan masuk ke surga. Rasulullah bersabda:
أَوَّلُ مَايُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَلَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ
Artinya: Pertama kali yang akan dihisab atas seorang hamba Allah di hari kiamat adalah shalat. Apabila ia baik, niscaya baik semua amalnya. Dan apabila ia buruk niscaya buruk semua amalnya (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab Al-Ausath dan Dilya’ dalam kitab Al-Mukhtarah dari sahabat Anaa r.a dengan isnad hasan)
Hadis di atas memberi pemahaman bahwa ibadah shalat sangat penting dan menjadi kunci bagi amal ibadah yang lain. Karena amal ibadah diukur dari ibadah shalat, bila baik, maka beruntung, bila buruk, maka celaka. Sebab shalat berkualitas adalah menambah ketaatan dan ketakwaan kepada Allah, bukan sekedar menggugurkan kewajiban saja.
Sumber : NU online