Sejarah bahasa Jawa Kuno hingga peralihan penggunaan bahasa Krama pada era Sultan Agung mencakup perubahan yang signifikan dalam perkembangan bahasa Jawa, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor budaya, politik, dan sosial. Proses peralihan ini melibatkan perubahan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, sastra, dan administratif di masyarakat Jawa. Berikut adalah garis besar dari sejarah tersebut:
1. Periode Jawa Kuno (Hindu-Buddha)
Bahasa Jawa Kuno adalah bentuk awal dari bahasa Jawa yang digunakan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa, seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Medang, Singasari, dan Majapahit (sekitar abad ke-8 hingga abad ke-15). Bahasa ini sangat dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta, yang digunakan dalam konteks keagamaan dan sastra.
- Penggunaan Bahasa Jawa Kuno: Bahasa ini digunakan dalam karya sastra, prasasti, dan teks keagamaan. Banyak karya sastra seperti Kakawin, Serat Pararaton, dan Negarakertagama ditulis menggunakan bahasa Jawa Kuno. Aksara yang digunakan untuk menulis bahasa ini adalah aksara Kawi, yang merupakan turunan dari aksara Brahmi, dan memiliki pengaruh yang kuat dari budaya India.
- Karakteristik: Bahasa Jawa Kuno memiliki struktur kalimat yang formal dan banyak menggunakan kosakata Sansekerta. Penggunaan bahasa ini lebih banyak dalam konteks kerajaan dan karya sastra yang bersifat elit dan formal. Masyarakat umum kemungkinan besar menggunakan varian bahasa yang lebih sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
2. Peralihan ke Bahasa Jawa Tengah (Masa Majapahit)
Pada masa Majapahit (1293-1500), bahasa Jawa Kuno mulai mengalami peralihan menuju bentuk bahasa yang lebih dikenal sebagai bahasa Jawa Tengah. Bahasa ini digunakan dalam karya sastra dan administrasi kerajaan.
- Bahasa Jawa Krama dan Ngoko: Pada periode ini, terdapat pengembangan sistem tingkatan bahasa (register), yang membedakan antara bahasa yang digunakan dalam situasi formal dan informal. Istilah Krama digunakan untuk merujuk pada bahasa yang lebih sopan dan formal, sedangkan Ngoko digunakan dalam percakapan yang lebih akrab atau informal.
- Pengaruh Sansekerta: Bahasa Jawa Tengah yang digunakan pada masa Majapahit masih sangat dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta, terutama dalam kosa kata yang digunakan dalam sastra, upacara keagamaan, dan administrasi kerajaan. Karya-karya sastra besar yang ditulis pada masa ini masih menggunakan bahasa yang sangat terstruktur dan formal, meskipun sudah ada pembagian antara bahasa yang lebih santai (Ngoko) dan yang lebih sopan (Krama).
3. Era Sultan Agung (1613-1645) dan Peralihan ke Bahasa Krama
Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo di Kesultanan Mataram (1613-1645), terjadi perubahan besar dalam penggunaan bahasa Jawa, khususnya dalam hal penggunaan bahasa Krama.
- Penggunaan Bahasa Krama: Sultan Agung mempromosikan penggunaan bahasa Krama sebagai bahasa yang menunjukkan kesopanan dan penghormatan dalam masyarakat. Bahasa Krama digunakan dalam komunikasi formal, terutama antara kalangan kerajaan dan rakyat, serta antara orang-orang dengan status sosial yang lebih tinggi dan lebih rendah. Sultan Agung menekankan pentingnya etika berbahasa, dan penggunaan Krama menjadi simbol kelas sosial yang lebih tinggi dan adat istiadat yang lebih terstruktur.
- Sosial dan Politik: Sultan Agung berusaha untuk memperkuat struktur hierarki sosial dalam masyarakat Jawa melalui penggunaan bahasa Krama. Di sisi lain, bahasa Ngoko yang lebih kasual tetap digunakan untuk percakapan sehari-hari antara orang-orang yang setara, misalnya antara teman sebaya atau anggota keluarga.
- Literasi dan Sastra: Pada masa Sultan Agung, bahasa Krama juga digunakan dalam karya-karya sastra, yang tidak hanya ditulis oleh para brahmana atau raja, tetapi juga oleh kalangan intelektual di lingkungan keraton. Serat atau kitab-kitab keagamaan dan filsafat yang ditulis pada masa ini sering menggunakan bahasa Krama sebagai bahasa utama.
4. Penyebaran Bahasa Krama di Masyarakat Jawa
Pada masa Sultan Agung, penggunaan bahasa Krama bukan hanya terbatas pada kalangan istana dan bangsawan, tetapi mulai meluas ke masyarakat. Kebijakan Sultan Agung dalam memperkenalkan bahasa Krama di seluruh wilayah Mataram turut mempengaruhi masyarakat secara lebih luas.
- Pembelajaran Bahasa Krama: Sultan Agung memfasilitasi pendidikan bahasa Krama sebagai bagian dari sistem pendidikan dan pelatihan di keraton dan di luar keraton. Ini menjadi penting dalam mendidik para pejabat kerajaan, brahmana, dan elit lainnya yang membutuhkan keterampilan dalam berbahasa Krama untuk menunjukkan status sosial mereka.
- Keterikatan dengan Nilai Kesopanan: Penggunaan bahasa Krama menjadi simbol kesopanan dan kedudukan sosial dalam masyarakat. Di luar keraton, bahasa Krama digunakan dalam hubungan formal dan situasi yang memerlukan penghormatan, seperti dalam upacara keagamaan, diplomasi, atau komunikasi antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda.
5. Warisan Sultan Agung dalam Bahasa Jawa Krama
Sultan Agung dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan dan memperkenalkan bahasa Krama dalam kehidupan masyarakat Jawa secara lebih luas. Bahasa Krama tetap digunakan hingga sekarang, meskipun dalam bentuk yang lebih berkembang dan lebih beragam, tergantung pada konteks sosial dan budaya. Warisan ini juga bertahan dalam bentuk sastra dan tradisi lisan Jawa yang tetap hidup dalam masyarakat.
Kesimpulan
Sejarah bahasa Jawa dari masa Jawa Kuno yang digunakan dalam prasasti dan karya sastra Hindu-Buddha, hingga bahasa Jawa Krama pada masa Sultan Agung, mencerminkan perubahan besar dalam struktur sosial dan budaya masyarakat Jawa. Sultan Agung memainkan peran penting dalam memperkenalkan bahasa Krama sebagai simbol kesopanan dan struktur hierarki sosial yang lebih jelas. Penggunaan bahasa Krama sebagai bahasa formal dan sopan hingga kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Jawa.