santrimillenial.id – Hidup memang mencari masalah. Seperti ketika masih bayi yang mencoba untuk belajar berjalan yang selalu dihadapkan dengan cobaan yang menghalangi, seperti jatuh hingga kepala terbentur sampai lebam, kaki keselo, tertabrak sesuatu, dan lain sebagainya. Akan tetapi, pada waktu bayi memiliki sifat atau insting tidak menyerah dan mental yang kuat sehingga selalu berusaha belajar untuk berjalan. Jika hidup tidak mencari masalah bukankah lebih baik tidak belajar berjalan agar terhindar dari masalah dan konsekuensi yang menyebabkan diri kita terluka, baik terluka dalam jasmani dan rohani. Firman Allah SWT dalam QS. Al anbiya’ : 35
…وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً… الآية (٣٥)
Artinya : “Kami (Allah) akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan”. (QS. Al anbiya’ : 35)
Dalam hidup yang dihadapkan dengan cobaan memberikan dampak positif yang dapat memberikan pengetahuan dan memberikan dorongan atau evaluasi agar selalu lebih baik untuk selanjutnya. Urip Iku Urup “Hidup adalah Menyala” adalah istilah kata-kata mutiara dari orang Jawa bahwasanya hidup itu adalah menyala, artinya menyala yang menyinari sekitar dalam kegelapan atau harus bermanfaat kepada orang lain. Hal ini sesuai hadist Rasulullah SAW
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
Artinya : “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat kepada manusia lainnya”.
Untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan memiliki mental yang kuat dalam menghadapi tantangan adalah dengan mengisi masa muda dengan berbagai tindakan yang bertujuan untuk menjadikan diri agar lebih baik. Masa muda adalah masa mempraktekan ilmu yang didapat dari kecil dan masa mudanya untuk dijadikan kegiatan yang konsisten pada masa tuanya. Mencari ilmu memang diawal dalam ayunan orang tua sampai masuk liang lahat, tetapi masa muda merupakan faktor berpeluang besar mempraktekan ilmu yang dijadikan untuk prinsipnya dalam hidup.
Namun pada masa muda selalu terbisik keraguan untuk meraih impian, serta menimbulkan celoteh tanya yang bergumam dalam hati, “Apa aku bisa melakukan ini ? Apakah aku mampu melampaui semua ini ? Apakah aku bisa memberi manfaat terhadap orang lain besuk ?.
Dalam hal ini pengarang Imrithi memberikan semangat yang keras dan himbauan yang menggelegar dalam bait ke-tujuh belas untuk membakar semangat anak muda untuk menggapai impian dimasa depan nanti.
إِذِ الْفَتَى حَسْبَ اعْتِقَادِهِ رُفِعْ # وَكُلُّ مَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ لَم يَنْتَفِعْ
“Karena derajat seorang pemuda diukur dari keyakinannya, dan bagi siapapun yang tidak yakin, maka tidak akan bisa mengambil manfaat.”
Pernyataan Imrithi beresensi bahwa pemuda harus sungguh-sungguh dan mempunyai keyakinan yang kuat dalam mencari ilmu. Keyakinan yang kuat menjadikan pondasi dalam mencari ilmu dan menebarkan manfaat terhadap sesama, karena keyakinan yang kuat memerangi keraguan kita dalam melakukan sesuatu. Dan pada bait Imrithi ke-sembilan puluh sembilan menegaskan lagi bahwa jika tidak mau capek dan lelah dalam menuntut ilmu.
كَلاَتَرُمْ عِلْمًا وَتَتْرُكَ التَّعَبْ…
“Janganlah kau menginginkan ilmu sedangkan rasa lelah kau tinggalkan”
Syarifuddin al-Imrithi (Pengarang Imrithi) menegur para pemuda yang takut dan tidak mau lelah dalam mencari ilmu. Rasa lelah merupakan sahabat yang menjadi saksi bisu bahwa kita pernah berjuang yang se-lelah itu. Rasa lelah yang kita lakukan semoga menjadi lillah yang memberikan keberkahan. Rasa takut dan tidak mau lelah harus dihilangkan karena menjadi penghambat dalam mencari ilmu. Kita harus bersungguh-sungguh menuntut ilmu, menyibukkan diri pada perkara yang positif, dan mengamalkan ilmu dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hal ini-lah yang menjadikan diri kita lebih baik kedepannya dan menjadi orang yang lebih bermanfaat dalam masyarakat kelak.